empat puluh

20.3K 2.3K 57
                                    

"Lo disuruh bokap ke rumah gue."

"APA?!"

Bara refleks menutup kupingnya dengan kedua tangan saat Rea berteriak dengan kencang di dalam mobil yang membuat suaranya terdengar sangat nyaring. Keduanya kini tengah berada di dalam mobil Bara yang masih terparkir di area parkiran sekolah, hendak pulang bersama setelah bel pulang berbunyi sekitar 20 menit yang lalu.

Ia tidak menyangka Rea akan seheboh ini saat mendengar permintaan Ayahnya beberapa hari yang lalu. Ia sengaja baru memberitahu Rea secara mendadak karena ia sendiri juga sedikit ragu atas permintaan Ayahnya.

"LO GILA, BAR?" Rea yang penampilannya sudah tidak serapi tadi pagi saat berangkat sekolah melotot ke arah Bara. Ia sampai berhenti mencari posisi duduk yang nyaman karena saking kagetnya dengan perkataan Bara.

"Jangan teriak, Bego. Suara lo lebih kenceng dari speaker tukang sayur komplek gue!" Bara mengerutkan keningnya samar karena kesal Rea terus berteriak di dalam mobil. Tidak masalah sebenarnya apabila ia ingin berteriak sekencang apa, memang kebiasaannya seperti itu. Tapi masalahnya adalah kondisi mereka berada di dalam mobil yang pastinya suara gadis itu terdengar sangat nyaring hingga memekakan telinganya.

"Gila, gila, gila. Lo gila, Bar!" seolah tak mengindahkan perkataan Bara yang mengejeknya, gadis itu terus saja mengumpati cowok itu. Rea yang awalnya menatap Bara tak percaya kini beralih menatap ke arah kaca depan mobil dan memilih menatapi kaca itu dengan tatapan kosong yang horror.

"Kok jadi gue sih? Bokap guelah. Orang yang ngajak Bokap gue," sahut Bara tidak terima. Cowok itu menatap Rea yang mematung dengan wajah terguncang, bibirnya sedikit terangkat geli melihat kelakuan konyol kekasihnya itu. Dengan lembut Bara menarik tubuh Rea agar menyender ke senderan, kemudian sedikit membungkuk ke arah Rea untuk meraih sabuk pengaman milik gadis itu dan memasangkannya agar kekasihnya yang cantik itu tidak lecet.

"Terus kenapa lo gak nolak?" tanya Rea setelah lama dia berdiam diri karena syok dan juga ketika mobil yang keduanya kendarai telah berbaur bersama kendaraan lain di jalan raya.

"Kata siapa gue gak nolak?" Bara menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya di depannya, fokus pada kegiatan menyetirnya.

"Jadi lo sempet nolak?" Rea menoleh menatap ke arah Bara dengan raut penasaran. Ada sedikit perasaan tidak terima saat tahu bahwa Bara menolak permintaan Ayahnya untuk membawanya ke rumah. Jika Bara menolak berarti dia sebenarnya tidak mau memperkenalkannya kepada Ayahnya, kan? Memangnya kenapa ia harus tidak mau? Karena Bara tidak sayang padanya dengan serius? Karena Bara malu memiliki pacar sepertinya? Atau karena apa?

"Enggak juga sih," Bara menyengir singkat sembari menoleh ke arah Rea. Jawaban cowok itu sedikit melegakannya dari pikiran-pikiran negatif yang secara tiba-tiba masuk di otaknya. Memang namanya perempuan, overthinking nomer satu.

"Emangnya kenapa Bokap lo tiba-tiba nyuruh gue ke rumah?" Rea menatap Bara yang tengah fokus menyetir.

"Enggak tau, katanya sih pengen kenalan sama lo," Bara menjawab sambil melirik sekilas ke arah Rea. Sedangkan Rea yang mendengar jawaban Bara menggangguk-angguk paham dengan mulut membentuk huruf 'o' sambil mengalihkan pandangannya ke arah depan.

"Katanya mau diajak ke makam nyokap juga," Rea refleks menoleh ke arah Bara mendengar kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut cowok itu. Mencoba memperhatikan raut wajah kekasihnya, siapa tahu ada raut sedih atau semacamnya di sana.

"Lo mau kan?" Rea langsung gelagapan saat Bara menoleh ke arahnya, ia mengalihkan wajahnya ke depan dan berusaha terlihat biasa saja sembari memasang wajah berpikir.

"Eumm, mau deh," Rea mengangguk sambil menoleh ke arah Bara sekilas.

"Bagus," setelah berucap dengan puas, Bara langsung fokus pada kegiatan menyetirnya lagi. Melanjutkan perjalanan keduanya untuk pulang.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang