tiga puluh sembilan

25.5K 3.4K 133
                                    

"Lo kenapa sih, Bar?"

Rea menatap Bara dengan kening berkerut kesal. Bagaimana tidak jika sedari jam istirahat cowok itu terus mengabaikannya.

Saat berada di kantin, biasanya cowok itu akan selalu tersenyum saat keduanya bertatapan. Tapi tadi, jangankan tersenyum, cowok itu terus memalingkan wajahnya setiap kali mereka hampir bertatapan.

Lalu juga tidak biasanya cowok itu mendiamkannya ketika berada di dalam mobil berdua. Apakah ia melakukan kesalahan?

"Lo marah sama gue?" Rea bertanya lagi saat Bara tetap memilih diam dan tidak menjawab pertanyaannya. Gadis itu duduk di kursi penumpang dengan badan menghadap ke arah Bara yang fokus menyetir.

"Enggak," jawaban singkat dengan nada ketus itu membuat Rea sadar bahwa Bara memang marah dengannya. Tapi apa penyebabnya? Ia tidak tahu. Siapapun tolong beritahu apa salahnya!

"Gue salah apa?" tanya Rea lagi saat melihat Bara masih terus fokus pada jalanan di depannya tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.

"Lo marah kenapa sih?" Rea mengerutkan keningnya semakin dalam, sedikit frustasi karena terus diabaikan oleh Bara.

"Gue bilang enggak," Bara menjawab dengan singkat masih tanpa melirik sedikitpun ke arah Rea. Daripada melihat wajah gadis itu yang akan membuatnya semakin kesal.

"Gue salah apa? Bilang ege!" Rea menekan lengan Bara dengan kesal. Ia paling tidak suka jika harus menebak-nebak apa salahnya. Apalagi saat ia merasa tidak berbuat salah sama sekali.

"Gak usah pegang-pegang," Bara membalas sambil menepis pelan tangan Rea yang berada di lengannya. Membuat gadis itu sedikit melotot dengan mulut terbuka, ekspresi tidak percayanya.

"Oke, fine. Turunin gue sekarang!" Rea bersuara dengan nada tegas yang keras. Ia sedikit tersinggung dengan perkataan Bara yang menurutnya sudah kelewatan.

Memangnya salah ya memegang lengan pasangan sendiri? Kenapa perlu menepis tangannya dan berkata seperti itu? Kesannya jadi ia yang memang suka pegang-pegang. Padahal cowok itu duluan yang biasanya menepuk-nepuk kepalanya tidak jelas.

Bruk

Bukannya melambat, kecepatan mobil yang dikendarai Bara itu meningkat. Membuat tubuh Rea terdorong ke belakang dengan paksa, hingga membuat punggungnya bersender.

"TURUNIN GUE SEKARANG!" Rea berteriak dengan kencang saat mobil Bara tidak kunjung berhenti ataupun mengurangi kecepatannya.

"Terus kalo gue turunin lo disini. Lo mau minta jemput Agam gitu? Iya?" Bara menoleh ke arah Rea dengan raut kesal sebentar sebelum kembali fokus ke arah depan lagi. Rea yang mendengar perkataan Bara mengerutkan keningnya bingung. Kenapa pula cowok itu membawa-bawa nama Agam di pertengkaran mereka?

"Kok lo jadi bawa-bawa Agam sih?" tanya Rea sinis bercampur bingung. Tidak mengerti dengan cara berpikir kekasihnya itu.

"Menurut lo?" Bara menjawab dengan sinis, mulai mengurangi kecepatan mobilnya karena jalanan yang dilalui sudah mulai ramai.

Rea mengerutkan keningnya, mengingat-ingat ada apa dengan Agam sampai-sampai dilibatkan dalam pertengkarannya kali ini. Seingatnya setiap kali ia berurusan dengan cowok itu, mereka selalu berakhir dengan tidak baik alias adu mulut.

Terakhir ia berbicara dengan si pemeran utama itu adalah tadi saat istirahat. Saat tiba-tiba cowok itu menyatakan perasaannya dan berakhir dengan... ia menyentuh pundak cowok itu dan pergi.

Apakah Bara cemburu hanya karena ia menyentuh pundak Agam?

"Lo cemburu gara-gara gue nyentuh pundak Agam?" Rea langsung bertanya karena tidak ingin menebak-nebak.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang