empat puluh lima

10.1K 1.1K 44
                                    

Kiranti masuk dengan Kayla dan Laura di belakangnya. Ketiganya masuk ke dalam kelas dengan sesekali tertawa asik entah tengah membicarakan apa. Yang jelas, pemandangan seperti itu jarang sekali terjadi atau biasanya hanya terjadi ketika ketiganya selesai memberi pelajaran kepada para gadis yang menurut Kiranti ganjen ke Agam.

Begitu masuk ke dalam kelas, pandangan Kiranti langsung tertuju ke arah Vanya yang tengah memainkan handphone dengan logo apel tergigit keluaran terbaru berwarna hitam. Langkah kakinya berhenti, begitu juga dengan dua gadis yang mengikutinya. Ingatannya langsung tertuju pada kejadian di iBox beberapa waktu lalu.

Kiranti tampak tenang, berbeda dengan biasanya. Jika seperti biasanya, mungkin gadis itu sudah menerjang Vanya dan mem-bully-nya habis-habisan tanpa sempat mengeluarkan kalimat apapun bahkan kode sekalipun ke teman-temannya karena amarahnya langsung tersulut.

"Agam beli hape buat si culun itu tuh!" ucap Kiranti sembari menggerakkan dagunya ke arah dimana Vanya duduk.

Kayla dan Laura mengikuti arah pandang Kiranti, membuat kedua gadis itu memasang raut tidak terima. Bagaimanapun Agam tetap milik Kiranti walau tak pernah menjalin hubungan. Karena dari dulu, Kiranti selalu menjaga Agam dari para gadis gatal yang tidak tahu diri.

"Lo bakal diem aja, Ran?" tanya Laura yang menoleh ke arah Kiranti yang masih diam di tempatnya.

"Jelas enggak," jawab Kiranti dengan sebelah bibir yang tertarik ke atas.

Gadis berwajah judes itu berjalan dengan cepat ke arah Vanya yang tersenyum-senyum menatap layar handphone-nya melalui jalan yang berada di sisi lain ruang kelas, jauh dari bangku Vanya.  Sesampainya di belakang Vanya, Kiranti diam memperhatikan layar handphone Vanya yang menampilkan room chat whatsApp miliknya dengan Agam.

Kiranti tersenyum sinis melihat penyebab gadis polos yang tindasable adalah Agam. Gadis itu lantas menyahut handphone di tangan Vanya, membuat gadis berkulit putih bersih itu sontak menoleh dengan kaget.

Prakk!

Suara nyaring itu membuat perhatian seluruh murid yang sudah datang maupun yang baru datang langsung teralih ke bangku pojokan.

Vanya menatap sedih ke arah handphone baru miliknya yang baru saja dibanting oleh Kiranti ke lantai dengan keras. Gadis berambut hitam itu segera berdiri dari duduknya dan menghampiri handphone-nya, berjongkok untuk meraih benda pipih itu.

Belum sempat Vanya mengambil handphone miliknya, gadis antagonis yang berdiri di sana segera menginjaknya. Vanya mendongak, menatap takut ke arah Kiranti yang memasang senyum miring dibibirnya.

"Kiranti, to-tolong angkat kaki ka-kamu," ucap Vanya dengan sedikit gugup karena takut. Kiranti membungkukkan badannya, membuat wajah gadis itu menjadi lebih dekat dengan wajah Vanya.

"Kalau gak mau gimana?" tanya Kiranti dengan suara rendah. "HA?" lanjutnya memekik sambil menarik rambut Vanya ke belakang keras-keras.

"Akh!" teriak Vanya menahan sakit. "Sa-sakit, Ran," rintih Vanya lagi dengan mata yang berkaca-kaca.

Para murid yang ada di kelas hanya bisa diam. Pemandangan ini memang sudah lama tidak terjadi, tapi baru terjadi kali ini lagi setelah cukup lama Kiranti tidak berbuat ulah apa-apa. 

"Apa? Kurang kenceng?" sahut Kiranti pura-pura tidak dengar, sambil semakin menarik rambut Vanya ke belakang.

"Aduh..., sa-sakit, Ran. Hiks," rintih Vanya pelan. Air mata gadis itu perlahan menetes karena saking sakitnya jambakan Kiranti. Kulit kepalanya seakan hampir lepas dari tengkoraknya.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang