tiga belas

69.6K 11.2K 206
                                    

Huahh

Rea menguap lebar-lebar dan menutup mulutnya dengan tangan meski agak telat. Ia terus melangkah menaiki tangga meski matanya terasa berat.

Sampai di lantai dua, Rea langsung masuk ke dalam kelas yang sudah berisi banyak anak. Beberapa anak mengerut bingung saat melihat Rea datang lima belas menit sebelum bel berbunyi. Sangat berbeda dengan Rea biasanya yang sudah datang bahkan sebelum Pak Bon selesai menyapu halaman sekolah.

Rea menutup matanya rapat-rapat sebelum membukanya lagi berusaha menghilangkan rasa kantuk yang masih menghantuinya ketika masuk ke dalam kelas. Matanya membulat dan senyumnya tercetak lebar-lebar saat melihat Savita tengah memakan bekal paginya di bangku.

"OMG, SAVITAA!" pekik gadis itu, langkahnya yang semula lesu berganti riang dengan wajah ceria. Savita yang mendengar pekikan gadis itu meringis.

"Lo bawa apa?" Rea berdiri dengan lututnya di samping meja Savita. Menatap sok imut ke arah gadis itu dan bekalnya bergantian. Ia seakan tidak peduli dengan tatapan teman sekelasnya yang bingung akan tingkahnya.

Savita meliriknya sinis, "Kepo lo," jawabnya sambil kembali mengambil buah anggur dari kotak bekal mininya dan memasukkannya dalam mulut.

Brak

Rea menggebrak meja Savita, membuat gadis itu sedikit berjengit kaget. Kemudian beralih berdiri dan masuk ke dalam bangkunya melewati sela di belakang kursi Savita. Tempat duduknya memang berada di dekat tembok. Entah bagaimana Rea asli memilih bangku, tapi ia suka dengan posisi ini karena dapat digunakan senderan ketika mengantuk.

"Kalo mau ambil, gak usah belaga buta," ucap Savita ketus ketika Rea mendudukkan dirinya di kursi.

Rea yang mendengar perkataan Savita tersenyum manis, meraih kotak bekal mini berwarna toska itu mendekat ke arahnya. Ia sadar mendapatkan lirikan maut dari Savita, tapi apa pedulinya. Savita bilang, 'kalo mau ambil, gak usah belaga buta.' jadi begini boleh kan?

Dengan santai Rea memakan anggur dalam kotak bekal mini Savita satu persatu. Savita sesekali juga memakan anggur tersebut, tetapi gerakannya tak secepat Rea.

"Lo gak dikasih makan apa gimana sih di rumah?" sunggut Savita kesal karena Rea memakan lebih banyak anggur daripada ia yang merupakan pemiliknya.

Rea menoleh setelah memasukkan sebuah anggur ke mulut, gadis itu tersenyum lebar seolah tidak bersalah. Ia mendorong kotak bekal yang masih berisi tiga buah anggur ke hadapan Savita. Si pemilik menatapnya datar sambil menghembuskan nafas pasrah.

Savita menghadap ke depan lagi menatap kotak bekalnya, tangannya hendak mengambil satu buah anggur lagu. Tapi tiba-tiba sebuah tangan menyerobotnya dan mengambil satu lagi anggur miliknya.

Dengan segera ia menoleh untuk menatap pelakunya yang tak lain dan tak bukan adalah Rea. Gadis itu menyengir dengan mulut penuh berisi dua buah anggur.

"Besok gue bawain pohonnya harus lo habisin ya," Savita menatap garang ke arah Rea dan berkata penuh penekanan kepada gadis itu.

Rea mengunyah anggur di dalam mulutnya sambil menggeleng-geleng dan tangan yang bergerak memberi isyarat 'jangan' kepada Savita.

"Gak usah, besok gue aja yang bawain. Lo gak usah bawa," ucapnya setelah susah payah menelan dua buah anggur di dalam mulutnya.

"Ya. Awas aja kalo lo gak bawa," peringat Savita sambil menunjuk wajah Rea sekilas sebelum akhirnya memakan dua buah anggur yang tersisa di dalam kotak bekalnya.

"Betewe, tumben dateng siang?" Savita bertanya sambil menoleh sekilas ke Rea, yang ditanya menoleh menatap Savita dengan kedua alisnya terangkat.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang