dua puluh tiga

57.8K 8.8K 324
                                    

Terhitung sudah dua hari sejak penentuan perwakilan lomba kelas XI IPA 1, tapi wajah dongkol Rea tak juga hilang sedetikpun selama itu. Savita yang menjadi teman sebangkunya juga harus siap sedia menjadi tembok yang berusaha mengabaikan ocehan gadis itu.

Bagaimana Rea tidak kesal?

Ia sudah dengan sukarela menjadi perwakilan lomba futsal putri, lalu apa? Dia ditunjuk sebagai perwakilan pentas seni juga?

Perdebatannya dengan Reyhan waktu itu masih saja terbayang-bayang jelas di otaknya.

"Rea, lo wajib ikut pensi ya. Soalnya Pak Mardi sendiri yang nunjuk," Reyhan menoleh menatap Rea dengan wajah seriusnya, membuat Rea yang waktu itu tengah memainkan handphone-nya karena bosan menoleh dengan mata melotot dan kening berkerut.

"Lah kenapa gue? Gue gak mau!" Rea menggeleng dengan tegas kemudian fokus pada handphone-nya lagi, memberitahu kepada lawan bicaranya bahwa ia benar-benar tidak mau dan tidak ingin dipaksa.

"Lo mau sekelas gak diajar pelajaran Sejarah selama berminggu-minggu gegara lo gak nurut sama beliau doang? Kayak kejadian waktu itu." Rea menoleh lagi dengan raut yang lebih keruh dari sebelumnnya, sedikit bingung dengan kejadian apa yang dimaksud Reyhan tapi akhirnya juga tidak ia pedulikan.

"KOK GITU SIH?" Rea berdiri dari duduknya. "GUE GAK MAU. VANYA AJA NOH. ATAU KALO GAK KIRANTI!" Rea menunjuk ke arah Vanya dan Kiranti bergantian.

"Pak Mardi maunya elo, Re. Lagian Vanya juga udah ikut fashion show. Kirnati juga udah ikut futsal putri," Reyhan menatap Rea dengan tatapan minta dimengerti.

"LAH GUE JUGA UDAH IKUT FUTSAL ANJIR. JANGAN NGADI-NGADI LO YA!" Rea menunjuk ke arah Reyhan dengan tatapan marah. Ia paling tidak suka jika disuruh tampil di depan banyak orang.

"Oh iya deh," Reyhan menggaruk kepalanya dan membuang muka. "Alah orang Vanya ikut futsal juga ikut fashion show kok."

"Kenapa gue sih?" Rea masih memasang wajah tidak terima meskipun nada suaranya sudah menurun.

"Gara-gara Pak Mardi suka sama sikap pede lo waktu itu pas teriak bilang lo cantik. Katanya yang penting pede, menang kalah itu gak penting."

"Tapi kan yang lain juga banyak yang lebih pede dari gue," Rea menunjuk ke arah teman-teman sekelasnya, menyuruh Reyhan mengamati teman-temannya yang lain untuk melihat bahwa banyak anak yang lebih percaya diri dari dia.

"Tapi Pak Mardi maunya lo, Adrea. Ngerti gak sih?" nada bicara Reyhan sudah terdengar sangat putus asa.

Mau tidak mau, suka tidak suka. Rea tetap dipaksa menjadi perwakilan pentas seni. Di hari itu juga sudah ditentukan kelasnya akan menampilkan band, ia sebagai vokalis, Bara sebagai gitaris utama, Ricard sebagai gitaris kedua, Vano sebagai drumer, dan Leo yang memainkan keyboard.

Para cowok itu memang sering pergi ke studio milik Vano untuk sekedar bermain-main jika sedang berkumpul berlima saja. Biasanya jika mereka tidak ada kerjaan sama sekali dan sedang gabut, mereka melakukan konser mini di dalam studio itu dengan Agam sebagai vokalis-nya.

Berhubung Rea yang wajib mengikuti pentas seni, dan Agam menjadi pasangan fashion show Vanya dengan sukarela. Akhirnya terbentuklah band dadakan kelas XI IPA 1 dengan pergantian vokalis.

Kemarin sepulang sekolah, gadis itu harus latihan futsal bersama Savita, Vanya, Kiranti, Laura, dan Kayla yang dilatih oleh Vano dan Bara. Alasan kenapa dua orang itu yang melatih adalah Savita. Vano jelas mau melatih karena ada Savita, sedangkan Bara mau ikut-ikut saja karena Vano ikut. Kemudian malamnya ia harus latihan untuk pensi di studio milik Vano.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang