empat puluh sembilan

6.7K 634 21
                                    

"Bar, gue mau ketemu sama Nathan. Boleh?"

Kini Rea tengah berada di salah satu pedagang kaki lima dengan gerobak bertuliskan siomay. Keduanya memilih mampir terlebih dahulu untuk makan sebelum akhirnya pulang.

Bara langsung mendongak ke arah Rea dengan cepat begitu mendengar perkataan gadis itu. Apa tadi gadis itu bilang? Ingin bertemu dengan siapa? Nathan? Nathan mantannya itu? Apa ia tidak salah dengar?

"Kenapa?"

"Gue mau ketemu sama Nathan. Boleh?"

Ia tidak salah dengar ternyata.

Ingin sekali rasanya ia melarang Rea menemui mantan kekasihnya yang kini telah jadi saudara tirinya itu. Tapi apa daya, ia juga tahu bahwa keduanya telah sepakat menjalin hubungan baik sebagai saudara.

Apalagi ia juga sudah mengiyakan ketika gadis itu ingin ia tidak keberatan dengan keakraban keduanya.

"Sendiri?"

Rea mengerutkan keningnya menatap Bara heran. Maksudnya, tentu saja sendiri. Apa ia harus mengajak Mama dan Papanya sekalian untuk bertemu Nathan?

"Ya iyalah. Emang sama siapa lagi?"

"Sama gue."

Mulut Rea membentuk bulatan sambil kepalanya mengangguk pelan, seolah tengah ber-oh panjang tapi tanpa mengeluarkan suara.

"Katanya Nathan mau ngebahas soal keluarga. Kalo lo gausah ikut dulu, gimana?" Bara menatap Rea sedikit lama tanpa menjawab, membuat Rea sedikit bingung. Apakah ia salah bicara? Kenapa menatapnya sampai begitunya? Atau Bara marah padanya?

Memikirkan hal itu membuat Rea reflek mengulum bibirnya.

"Nanti gue ceritain apa aja yang gue obrolin sama Nathan ke lo. Kalo lo ikut takutnya jadi canggung. Pembahasannya kan agak sensitif buat gue sama Nathan. Ya?" jelas Rea dengan hati-hati. Berharap kekasihnya itu bisa mengerti.

"Yaudah kalo gak boleh," jawab Rea menurut.

"Boleh," jawab Bara singkat sembari beralih menatap ke arah piring siomaynya.

"Beneran?" tanya Rea dengan wajah sumringah. Memiliki pacar yang pengertian, bukankah hal yang sangat menyenangkan?

"Ketemuan dimana?" tanya Bara setelah mengangguk sambil menyuapi Rea siomay dari piringnya.

"Di Oceanix," jawab Rea sebelum akhirnya melahap siomay yang disodorkan Bara ke arahnya.

"Jam berapa?" tanya Bara sembari menusuk kembali satu siomay dan melahapnya. Rea menjawabnya dengan isyarat tangan yang menunjukkan angka 7.

"Gue anterin nanti," ucap Bara setelah mengangguk, kemudian melanjutkan makannya lagi. Rea membalasnya dengan anggukan cepat.

"Mau telurnya!" celetuk Rea sambil menunjuk telur rebus milik Bara yang masih utuh. Bara yang mendengar perkataan Rea mendongak, kemudian segera memindahkan telur rebusnya ke piring milik kekasihnya.

"Makasih!" ucap Rea dengan riang sembari tersenyum menunjukkan jejeran giginya. Bara ikut tersenyum dan mengangguk.

"Mau lagi?" tanya Bara sambil menyodorkan garpu yang berisi batagor dari piringnya.

"Mau!" jawab Rea sambil melahap suapan Bara dengan senang.

"Low eghwak kuwrang?" tanya Rea dengan mulutnya yang penuh.

"Ditelen dulu. Entar keselek!" Bara berucap mengingatkan Rea. Gadis itu langsung menurutinya dengan menyelesaikan kunyahan makanan yang masih di dalam mulutnya.

"Lo enggak kurang?" ulang Rea dengan kedua alisnya yang naik.

"Enggak, kalo kurang juga bisa makan di rumah," Rea mengangguk.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang