Part 47

3.6K 301 4
                                    

Haechan maupun Renjun sama-sama tercekat dengan lemas, otak mereka blank mendadak.

Renjun yang sadar pertama kali langsung berlari masuk dan menarik kursi membuat Haechan ikut tersadar.

"Tidak...tidak..." dengan panik Renjun melepaskan tali yang melilit leher Jaemin dan Haechan yang dengan sigap menangkap tubuh Jaemin.

"Oh tidak.." Dengan tangan gemetar Haechan menepuk-nepuk pipi Jaemin yang terasa dingin ditangannya itu.

"Minggir!" Sentak Renjun kemudian mengambil alih tubuh Jaemin, lalu dia segera memberikan pertolongan pertama pada Jaemin.

Haechan langsung menelpon ambulance dengan tangannya yang bergetar hebat.

Renjun sendiri hampir putus asa memberi napas buatan pada Jaemin yang tidak merespon sama sekali, wajah Jaemin bahkan membiru membuat dirinya semakin kalut.

Renjun akhirnya menyerah saat melihat apa yang dia lakukan tidak berpengaruh sama sekali.

"Bertahanlah Jaemin..." lirih Haechan sambil membawa tubuh dingin Jaemin kedalam dekapannya.

Menggenggam sebelah tangan Jaemin dengan erat Renjun berharap bisa mengantarkan kehangatan pada tangan dingin tersebut, air matanya bahkan mengalir keluar tanpa sadar.

"Jaemin jangan pergi..." mohon Renjun.

Haechan mendekap tubuh Jaemin dengan sangat erat, tidak ingin membiarkan kehangatan itu benar-benar pergi darinya.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku Jaem..." lirih Haechan.

"Kenapa kamu terus melakukan hal yang menyakitiku! Apa kehadiranku setidak berarti itu bagimu?" Ucap Haechan sambil menyembunyikan wajahnya diceruk leher Jaemin dan terisak disitu.

Baik Haechan maupun Renjun hanya bisa terisak disitu sambil terus berdoa pada Tuhan dia berbaik hati tidak mengambil Jaemin secepat ini dari mereka.

Detik demi detik berlalu terasa begitu lama dan membawa tubuh Jaemin semakin terasa dingin. Membuat Haechan hampir saja berlari membawa Jaemin jika saja suara ambulance tidak terdengar didepan.

Dengan segera Renjun berlari keluar untuk membawa para medis yang datang untuk masuk.

Mereka berdua terdiam dan harap-harap cemas menyaksikan bagaimana para medis memberikan tindakan cepat pada Jaemin.

Haechan dan Renjun sedikit bernapas lega saat mendengar salah satu perawat berkata jika denyut jantung Jaemin masih ada walau sangat-sangat lemah.

"Tolong dia kumohon!" Pinta Haechan.

"Dia sedang hamil, apakah itu tidak akan berbahaya bagi Ibunya? Atau memberikan efek apapun?" Tanya Renjun membuat Haechan tersadar juga akan kondisi lain Jaemin.

"Kami tidak tau pasti jika belum diperiksa dengan baik" ucap salah satu perawat yang ada disitu.

"Kalau begitu cepat kerumah sakit!" Ucap Renjun.

Mereka lalu membawa Jaemin kedalam tandu dan membawanya keluar untuk memasuki ambulance.

"Kau tidak ikut?" Tanya Renjun melihat Haechan yang masih diam saja diposisinya tadi.

"Aku menyusul, kau duluan saja" ucap Haechan.

Renjun menatapnya sebentar sebelum akhirnya berbalik pergi dan menyusul ikut naik kedalam ambulance menemani Jaemin.

Haechan mengambil napas panjang dan dia menutup matanya, tubuhnya masih bergetar saat melihat Jaemin yang tergantung dengan tali yang melilit lehernya tepat dihadapannya, apalagi merasakan tubuh dingin Jaemin membuat Haechan merasa jantungnya sendiri hampir berhenti berdetak.

Haechan menangkup wajahnya sendiri dan terisak "Apa aku bukan obat bagimu Jaem?" Lirih Haechan.

Menurutnya Jaemin selalu saja bertindak seolah-seolah dirinya hanya sendirian, padahal Haechan sudah sekuat tenaganya untuk bisa selalu berada disisi Jaemin tapi apakah itu tidak ada artinya bagi Jaemin?

Hatinya sakit kalau dia boleh jujur, berulang kali melihat orang yang kau cintai terjatuh dan merasa putus asa sendirian membuat Haechan merasa tak berguna.

"Aku harus bagaimana lagi Jaem" ucap Haechan.

Selama ini Jaemin menganggap kehadirannya sebagai apa jika dia selalu menanggung sakitnya sendirian.

Haechan lalu membaringkan dirinya dengan lemas dilantai, tubuhnya bahkan rasanya hampir tidak mempunyai tenaga lagi.

Dia tidak sanggup melihat keadaan Jaemin yang seperti itu atau mendengar kabar dari dokter, Haechan tidak sanggup.

Haechan lalu mengambil hpnya dan menscrol galerinya untuk melihat foto-foto Jaemin yang dia ambil dengan diam-diam atau video-video Jaemin saat mereka jalan dan menghabiskan waktu bersama.

Tanpa sadar air matanya mengalir lagi melihat video-video kebersamaan mereka dan itu menjadi sangat-sangat berarti ditengah keadaan seperti ini.

Memeluk hp itu Haechan berdoa Tuhan memberinya kesempatan kali ini saja untuk bisa menyampaikan seluruh perasaannya dengan tegas pada Jaemin.

Dia ingin berteriak dan berkata betapa dia mencintai Jaemin selama ini hingga cowok itu benar-benar sadar akan perasaannya.

Haechan lalu bangkit dan hendak menyusul Jaemin kerumah sakit tapi matanya tak sengaja melirih beberapa lipatan kertas diatas meja Jaemin membuatnya mengerutkan keningnya.

Mendekat Haechan bisa melihat lipatan kertas itu tertulisi beberapa nama dan Haechan langsung sadar jika itu adalah surat yang ditinggalkan oleh Jaemin.

Membuka surat yang bertuliskan namanya Haechan membacanya dengan seksama dan beberapa saat kemudian dia terduduk disitu dengan terisak dan menggenggam erat surat itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Renjun terduduk merenung ditaman rumah sakit tempat Jaemin ditangani oleh pihak medis.

Jaehyun datang tadi setelah Renjun menghubungi dan ayah Jaemin itu langsung saja menghajarnya dan menuduhnya melakukan hal buruk lagi pada Jaemin, Renjun lalu diusir dari situ membuatnya mau tak mau pergi dari situ.

Menghela napas dalam Renjun sangat ingin tau bagaimana keadaan Jaemin sekarang, dia teramat sangat cemas baik dengan keadaan Jaemin sendiri ataupun juga anaknya yang ada dalam kandungan Jaemin.

Renjun tersenyum lirih dengan jantung yang berdebar saat mengingat Jaemin yang sedang mengandung anaknya, mungkin anak itu hadir dari tindakan kotornya tapi bagi Renjun kehadirannya sangat berarti.

"Jaga mereka Tuhan" lirih Renjun sambil menajgkup wajahnya.

Dia memiliki banyak dosa pada Jaemin dan Renjun ingin menebus semuanya, dia ingin bersimpuh dan meminta maaf dibawah kaki Jaemin.

Renjun bodoh dia memang sangat-sangat bodoh selama ini dan Renjun menyadari itu.

Renjun berpikir yang dia lakukan mampu melindungi Jaemin tapi nyatanya itu malah memberikan rasa sakit bukan hanya pada Jaemin tapi juga padanya.

Renjun mendongak saat merasakan kepalanya ditepuk dengan sesuatu dan dia menyerngit saat melihat Haechan dihadapannya.

"Dari Jaemin" ucap Haechan sambil menyerahkan satu surat pada Renjun.

"Hah?" Renjun menatapnya heran tapi tetap mengambil surat itu dari tangan Haechan.

"Baca saja" ucap Haechan lalu pergi dari situ.

Renjun terdiam menatap surat ditangannya itu lalu dia kemudian membukanya.

Mencengkram kuat surat ditangannya itu Renjun menunduk dan setetes air mata mengalir keluar dari pelupuk matanya.

Awalnya hanya setetes tapi kemudian satu persatu tetes air mata lainnya keluar hingga akhirnya Renjun terisak.

"Beri aku kesempatan Tuhan" lirih Renjun.













################################

Aku sudah bilang sejak awal kalau posisi mereka semua salah disini, mereka dalam kondisi yang susah dipahami orang lain jika dipandang dengan satu sisi saja😃

Please [RenMinHyuckNo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang