ANTAGONIST GIRL : 17

72.4K 8.8K 369
                                    

Ayo absen emot "💗" disini ya!

••••

Sesekali Aruna menggigit bibir bawahnya karena merasa ada yang tidak beres disini. "Ji?" Panggil aruna pada Jia yang masih sibuk mencari gelang tersebut.

Jia hanya menoleh dengan pandangan bertanya pada Aruna.

"Lo...ga nyembunyiin sesuatu kan?" Tanyanya menatap intens mata milik Jia.

Elin yang melihat tingkah aneh Aruna barusan hanya mengerutkan keningnya bingung. "lo ngapain nanya gitu ke Jia? Lo tau sendiri kan? Kalau kita bertiga itu ga pernah yang namanya rahasia rahasian?"

"Lo berdua kenapa dah? Mending bantu gue nyari tuh gelang! Lo berdua tau kan? Kalau gelang itu pemberian crush gue dulu? Gue ga mau gelang itu ilang."

Aruna menghela nafasnya panjang. "mungkin ada di rumah lo?"

Jia menggelengkan kepalanya. "ga. Gue udah nyari di rumah dan ga ketemu juga, apa jatuh di jalan ya? Tapi gimana cara jatuhnya coba?"

Aruna mengerutkan keningnya. "kemarin lo keluar rumah?"

Jia mengangguk yang membuat Aruna lagi lagi merasa curiga setengah mati.

Kring!

Bel masuk berbunyi nyaring, selang beberapa menit, guru agama mereka yang bernama buk Riska, masuk ke kelas mereka.

Pelajaran hanya berlangsung selama beberapa 1 jam lebih saja, setelah itu buk Riska keluar dari kelas mereka setelah bel istirahat berbunyi.

Elin berdiri lalu mengajak Aruna dan Jia untuk pergi ke kantin bersama karena sedari tadi dia menahan lapar, cacing cacing di perutnya sudah menagih jatah makan mereka pagi ini.

"Ayo ke kantin" ajaknya pada kedua sahabatnya itu.

Jia menatap Aruna yang sedang termenung itu. "lo ikut na?"

Aruna mendongak menatap Jia lalu mengangguk. "iya, tapi kalian duluan aja, nanti gue nyusul."

Jia menatap Elin meminta persetujuan dan diangguki oleh gadis itu.

Akhirnya mereka berdua pergi meninggalkan Aruna yang masih sibuk berpikir saat ini.

Karena tadi Aruna menaruh ponselnya di laci meja, jadinya dia merogoh laci nya untuk mengambil ponsel itu lalu menyusul Elin dan Jia, namun bukan malah ponsel yang ia temukan, melainkan semacam kertas. Aruna sebenarnya tidak memedulikan itu karena dia mengira bahwa itu hanya kertas biasa, atau mungkin kertas itu hanya bekas dari bukunya sendiri? Tapi tiba-tiba saat ia berjalan ke arah tong sampah, aruna mengernyit heran saat melihat di kertas itu tertera tulisan open!

Karena penasaran akhirnya diapun membuka kertas tersebut dan lagi lagi di buat kaget. Jika di pikir pikir, hal yang ada di dalam kertas ini tidak asing, Aruna berpikir sejenak mengingat dimana dia pernah melihat ini dan ya! Dia pernah melihat ini di ponselnya yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal.

Di kertas itu tertulis 'mansion w, 2, a.r . a.z, bening' sebenarnya apa maksud dari huruf dan angka yang ada di kertas tersebut?

Saat dia lanjut membaca kertas itu, di bagian paling bawah, tertulis 'mati.' Dengan tinta berwarna merah. Entah itu tinta atau darah, Aruna tidak tau.

Aruna berbalik badan lalu menatap satu persatu teman kelasnya itu.

Dia berjalan ke arah bangku ketua kelas mereka. "Dav?" Panggil Aruna.

Dava menolehkan kepalanya ke arah Aruna sambil tersenyum. "ada apa baginda ratu?"

Aruna kemudian bertanya. "lo tau ga? Orang pertama yang dateng ke kelas kita?"

Dava terlihat sedang berpikir. "kalau ga salah Jia deh run, soalnya pas gue masuk, udah ada dia yang duduk, dan murid lain belum dateng juga."

Aruna tertegun mendengar penuturan itu, apa dia harus benar benar mencurigai Jia?

••••

Aruna berjalan seorang diri menuju kantin untuk menyusul Jia dan Elin.

Namun saat di pintu kantin, dia terkena masalah. Dia tidak sengaja menabrak seorang kakak kelasnya sendiri.

Aruna melotot kaget saat ia sadar bahwa dia telah menabrak seseorang. "eh? Maaf, gue ga sengaja tadi." Ucapnya lalu pergi dari sana namun tangannya di cekal oleh kakak kelasnya itu.

"Enak aja lo, habis nabrak gue main kabur aja! Punya etika ga lo?! Baru junior aja belagu nya minta ampun!" Aruna mengerutkan keningnya mendengar itu, bukankah dirinya sudah meminta maaf dengan sopan tadinya? Apa itu masih kurang?

Aruna berjalan ke hadapan ketiga kakak kelasnya itu.

Aruna menatap name tag milik kakaknya kelasnya itu, Gladys. Dan gadis yang berada di belakang Gladys bernama Dania dan Farah. "Bukannya gue udah minta maaf tadi?"

"Yang ga bisa gitu lah! Lo udah berani nabrak gue! Jadi lo harus dapat hukuman." Melihat keributan di pintu kantin, membuat murid yang sedang makan menoleh ke arah tempat pertengkaran itu terjadi.

Aruna menatap Gladys dari atas sampai bawah yang membuat Gladys merasa di remehkan oleh adik kelas nya ini.

Gladys mendorong kuat bahu milik Aruna. "maksud lo apa natap gue kayak gitu? Lo mulau ngelunjak ya, ga takut lo sama gue?"

Aruna tersenyum lalu berpura-pura memasang ekspresi ketakutan. "utututu, Runa takut..." Setelah mengatakan itu, Aruna terkekeh lalu menepuk nepuk bahunya yang habis di dorong oleh Gladys tadi.

"Najis banget gue di pegang sama lonte gocengan kek lo." Mendengar ucapan tersebut, Gladys tersulut emosi hingga tidak sadar bahwa dirinya telah menampar Aruna.

Plak!

Aruna memegang pipinya yang habis ditampar oleh Gladys lalu tersenyum simpul, Aruna menjambak rambut bagian belakang milik Gladys lalu membenturkan kepala gadis itu ke tembok yang berada di sampingnya. "akhhhhhh!" Seisi kantin memekik ketika melihat kejadian itu.

Gladys memegang dahinya yang mengeluarkan darah segar. Padahal Aruna hanya membenturkan dahinya satu kali namun kenapa bisa mengeluarkan darah sebanyak ini?

"Lo berdua kenapa diam aja anjg?!" Teriak Gladys pada dua temannya yang tak bergerak sedikitpun.

Aruna menatap datar ke arah Gladys dan antek-anteknya itu. "modal bawa rombongan aja banyak gaya lo"

Baru saja Farah dan Dania akan menyerangnya, namun Aruna sudah lebih dulu menangkap kedua tangan gadis itu lalu memelintir nya dengan segera agar kedua gadis itu tidak sempat menggunakan tangan satunya untuk menyerang dirinya.

Krekk!

"Argghhhh" bunyi tulang yang sedang bergesekan itu terdengar nyaring yang membuat orang yang melihat nya meringis.

Dania dan Farah berteriak histeris saat Aruna tak kunjung melepaskan tangan mereka berdua. "makanya, kalau masih mental patungan itu jangan songong! Belum juga gue buat lo bertiga mandi darah udah nangis kejer, ga malu? Oh, lo bertiga kan emang ga punya urat malu ya?" Aruna tersenyum lagi lalu melepaskan tangan Dania dan Farah, dia berlalu begitu saja meninggalkan ketiga gadis yang sedang menangis itu.

Jangan lupa vote dan komen, love u gurl!

Inget! Jangan jadi silent readers!

Oh ya, mau nanya, readers nya AG itu dari kota mana aja? Siapa tau kita sekota kan?

ANTAGONIST GIRL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang