san ; firasat yang kuat

274 156 448
                                    

Burung-burung berkicau riang menyambut hari yang cerah, meski cerahnya hari harusnya membawa semangat, tidak untuk di jaman ini. Tidak ada permintaan yang lebih besar daripada kemerdekaan yang entah kapan akan datang.

Hidup di bawah tekanan membuat orang-orang lebih memilih mati, asalkan mereka tahu bahwa mati tidak selalu menjadi pilihan terbaik.

"Sri! Tolong bantu mbak!" Teriak Jenar dari samping rumah.

Si adik langsung keluar untuk memeriksa. "Kenapa, mbak?"

"Singkongnya sudah siap panen, bantu mbak cabut, ya?"

Sri mengangguk semangat sembari menghampiri dan bersiap mencabut batang singkong

"Mbak hitung sampai tiga, ya. Satu ... dua ... tiga!"

Mereka mencabutnya bebarengan, alhasil buah singkong itu muncul dari balik tanah.

"Asyik! Bisa makan singkong!" Pekik Sri senang.

"Syukurlah, tolong kamu kupas ya, biar mbak yang olah nanti setelah pulang dari perkebunan," pesan Jenar.

"Baik, mbak."

Yutaka jengah karena merasa tidak ada yang perlu dia lakukan disini, padahal sejak hari itu dia selalu bersiaga di sekitar gudang, apa lagi kalau bukan berharap bertemu dengan Jenar

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Yutaka jengah karena merasa tidak ada yang perlu dia lakukan disini, padahal sejak hari itu dia selalu bersiaga di sekitar gudang, apa lagi kalau bukan berharap bertemu dengan Jenar.

Dia juga tidak mengerti dirinya, ini bukanlah pertama kali dia melihat gadis, tapi saat bertemu dengan Jenar, dia melihat beban pilu dari airmata yang mengalir di pipi gadis itu.

Kalau itu alasannya, bukankah setiap orang yang tertekan oleh kepenjajahan memiliki beban yang besar?

Beberapa kali juga dia mengunjungi perkebunan jarak, berharap dia bisa menemukan Jenar di sana. Tapi sayangnya dia sama sekali tidak menemukan gadis itu.

'Apa dia baik-baik saja, ya? Kuharap aku bisa bertemu dengannya lagi.'

Akhirnya dia memilih untuk membantu beberapa prajurit memindahkan upeti ke kereta kuda untuk di bawa ke markas, berharap pikiran negatif karena mengkhawatirkan Jenar bisa berganti menjadi pikiran positif.

[Anggap mereka bicara dalam bahasa Jepang, ya]

"Wah, apa yang kamu lakukan?" Tanya Keisuke yang baru datang entah darimana.

Dia memerhatikan Yutaka yang menyisihkan beberapa ikat padi, niat Yutaka sih ingin berikan kepada Jenar jika mereka bertemu.

"Aku baru selesai membantu yang lain mengangkut upeti itu ke kereta, lalu bagaimana denganmu?"

"Hmm, aku baru datang dari bersenang-senang."

"Bisakah kamu lebih ... profesional?"

Keisuke mengangkat sebelah alisnya. "Apa maksudmu dengan 'profesional'?

"Ya, kamu seorang prajurit, kan?"

"Aku kan hanya pergi karena suntuk, apa kamu marah karena itu?"

Yutaka mengendikkan bahu, malas menjawab.

Camellia [✓]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora