nijuuroku ; pergi melepas

94 52 115
                                    

Di ruang tamu keluarga Prabowo, seluruh anggota keluarga berkumpul atas permintaan Setyo, di sisi lain ada Jenar dan juga ibu serta adiknya.

"Ada apa ngumpulin kami, mas?" Tanya si bujang Adi.

"Mas mau bikin pengakuan." Dia melirik kearah Jenar sejenak sebelum memandangi keluarganya. "Aku ingin menjelaskan dan menegaskan bahwa aku dan Jenar bukanlah suami-istri."

"Hah?!"

"B-bukan?"

"Tapi—"

"Tapi apa, bude? Bukankah kalian sendiri yang membenarkan opini kalian tanpa membiarkan kami menjawab?"

Semuanya terdiam. Setyo melirik kearah Inggit sejenak. "Aku sudah membicarakan masalah ini dengan bapak dan ibuk, setelah memikirkan banyak hal, aku memutuskan untuk nggak menikahi Jenar."

Jenar tersenyum lega, tapi tidak dengan Inggit dan beberapa anggota keluarga.

"Aku membawanya tinggal karena suaminya menghilang saat peperangan, meskipun hilang tapi ... bukan berarti dia mati, kan?"

"Di samping itu, aku nggak ingin memaksakan keinginan Jenar yang dimana dia masih terus menunggu suaminya datang sampai sekarang."

Setyo menunduk sejenak memilin jarinya. "Dengan kesadaran yang penuh, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sudah membuat nama keluarga ini nggak nyaman di pandang orang."

"Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" Tanya Rumi, ibunda Setyo.

Setyo tersenyum tampak terpaksa. "Setyo akan mengirimkan Jenar, buk Inggit, dan juga adiknya ke Agisan. Inilah satu-satunya jalan terbaik yang Setyo punya demi semuanya."

Sebelum berangkat, Jenar berpamitan dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga Setyo, ada yang berterima ada juga yang menjadi tidak suka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebelum berangkat, Jenar berpamitan dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga Setyo, ada yang berterima ada juga yang menjadi tidak suka. Tapi Jenar menerima segala konsekuensinya.

"Mas lihat Ningrum?" Tanya Jenar, dia juga ingin berpamitan pada gadis itu.

"Nggak lihat, mungkin di kamarnya?"

Jenar langsung pergi ke kamar Ningrum, diketuknya pintu itu beberapa kali. "Ningrum, ini mbak Jenar."

Tidak ada sahutan dari dalam, Jenar pun membuka pintunya. Dilihatnya Ningrum yang duduk di kasur sambil memeluk bonekanya.

"Ningrum—"

"Mbak Jenar ..."

Jenar terkesiap melihat raut sedih Ningrum.

"Ningrum nggak mau mbak pergi."

Tentu saja Ningrum sulit melepaskan, selama Jenar di sana, dia selalu bermain dengan Jenar. Hanya Jenar yang ingin bermain lama-lama dengannya, dia juga sudah menganggap Jenar seperti kakaknya sendiri.

"Mbak beneran mau pergi? Kenapa mbak nggak jadi istrinya mas Setyo aja dan tinggal disini?"

Bukannya marah, Jenar justru tersenyum lembut. "Mbak nggak bisa jadi istri masnya Ningrum, karena mbak sudah punya suami."

Camellia [✓]Where stories live. Discover now