juu ; terungkap

182 84 284
                                    

1945—

Hari berganti hari, rasanya begitu lama bagi dua insan yang tengah beradu kasih setiap harinya. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dalam sehari, meskipun itu sebentar.

Baik Jenar maupun Yutaka, tidak pernah menunjukkan kedekatan secara terang-terangan, yang penting mereka saling merasakan kasih satu sama lain di hati mereka. Menyemai cinta, yang mungkin sebentar lagi akan bertunas.

"Jenar," panggil Yutaka dengan lembut, hanya kepada sang terkasih.

"Apa?" Jenar menoleh kearah Yutaka yang tepat berada di sampingnya.

"Aku ingin berjanji."

Dahi Jenar berkerut.

"Aku ingin berjanji akan menikahimu setelah penjajahan ini berakhir."

Jenar mengerjapkan matanya kuat, tuntunan debaran didadanya mulai menggelitik.

"A-apa?"

Yutaka tersenyum sembari memandang ke sungai di depannya. "Aku sudah berniat untuk hidup denganmu."

"T-tapi bukankah kita tidak tahu kapan penjajahan ini berakhir? Maksudku ... kamu seakan memberikan ketidakpastian padaku."

Yutaka tersenyum kecil. "Kamu pikir aku mengatakan ini tanpa alasan?"

"Jadi?"

"Aku mendapatkan kabar dari pusat kalau Amerika baru saja menjatuhkan bom atom di sebuah wilayah di negaraku, Hiroshima."

"A-apa?!" Pekik Jenar terkejut.

"Yah bisa dibilang ini kabar duka sih bagi negaraku. Tapi kurasa meski begitu, ini tidak ada apa-apa dibanding apa yang telah kami lakukan pada bangsamu," lanjut Yutaka menunduk memilin jarinya.

Jenar memilih diam sejenak. "Lalu apa hubungannya dengan kamu yang ingin ... menikahiku?"

"Kekalahan kami di kandang sendiri bisa mempengaruhi tatanan pemerintahan dan menarik kembali pasukan ke negara kami."

Dahi Jenar berkerut. "Bukankah itu berarti kamu juga akan kembali?"

"Ah benar juga ..."

"Kamu kenapa jadi bodoh, sih?"

Yutaka tertawa. "Hehe, tenang. Aku mengerti, setelah kemerdekaan, negara kita tidak lagi bermusuhan, kan? Saat itulah aku bisa membawamu menemui keluargaku, dan kemudian kita hidup bahagia bersama."

Jenar tidak langsung menjawab, dia berpikir tentang apa yang baru saja dikatakan Yutaka. Kalau logikanya, itu mungkin saja benar.

'Tapi kalau harus berpisah dengan Yutaka ...'

"Jenar?" Panggilnya menyadarkan lamunan Jenar.

"Eh iya?"

"Kamu baik-baik saja?"

Jenar mengangguk. "Kalau begitu kamu harus benar-benar memenuhi janji itu, nggak peduli akan seperti apa prosesnya."

Yutaka tersenyum lebar. "Terimakasih sudah menerima janjiku, aku tidak akan mengecewakanmu."

Jenar menunduk menyembunyikan senyumnya.

Yutaka menyelipkan jemarinya di jemari Jenar, membawanya ke dalam genggaman yang hangat penuh kasih sayang. Mereka saling tatap sejenak, sampai kemudian Yutaka mulai memajukan wajahnya, Jenar tidak menghindar maupun mengelak, dia mulai memejam sampai semuanya menggelap, disusul sebuah sentuhan lembut di bibirnya.

 Mereka saling tatap sejenak, sampai kemudian Yutaka mulai memajukan wajahnya, Jenar tidak menghindar maupun mengelak, dia mulai memejam sampai semuanya menggelap, disusul sebuah sentuhan lembut di bibirnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Camellia [✓]Where stories live. Discover now