saichi ; berpisah?

169 107 222
                                    

Jenar sangat menyayangkan sikap ibunya kemarin kepada Yutaka, dia mengerti tapi bukankah itu bukan salah Yutaka? Dia hanyalah orang Jepang yang tidak terlibat dalam perang kala itu, kematian ayahnya bukanlah salah Yutaka.

Jenar meletakkan ubi yang habis direbus di atas meja. "Sri, nanti kalau ibuk sudah bangun, ajak makan ya," pesannya sembari meraih bakul dan caping.

"Mbak nggak makan dulu sebelum berangkat kerja?"

Jenar tersenyum. "Nanti saja, ya sudah mbak kerja dulu, ya." Dia mengusap kepala adiknya dengan sayang.

Sri mengangguk, memandangi punggung Jenar yang menjauhi rumah.

Selama bekerja, Jenar terus kepikiran kira-kira ibunya mau memakan ubi pemberian Yutaka kemarin atau tidak. Meskipun dia rasa ibunya lebih memilih kelaparan.

Setelah kejadian kemarin, Jenar memutuskan untuk tidak membawa Yutaka ke rumah lagi, dia melihat dengan nyata ibunya berteriak kepada Yutaka, terlihat marah dan dendam kepada Jepang dari sorot mata ibunya itu.

"Maafin Jenar, buk ..." Gumamnya.

Selesai bekerja, Jenar langsung pulang ke rumah karena perutnya sudah sangat lapar. Begitu melihat ubi di atas meja, keningnya mengernyit.

Dia menghampiri Sri yang bermain di samping rumah. "Sri, ibuk sudah makan ubinya?"

"Ibu bilang nggak mau makan pemberian dari mas Yutaka," jujurnya.

Jenar memegangi dadanya. Ternyata benar dugaannya, ibunya itu lebih memilih kelaparan.

"Kamu nggak makan juga?"

Sri menunduk memegangi perutnya. "Sri pengen makan, mbak. Tapi ibuk ngelarang."

Jenar menghela napasnya pelan. "Sekarang kamu makan ubinya, ya. Biar mbak yang ngomong ke ibuk."

Sri mengangguk.

Pun Jenar langsung pergi ke kamar ibunya, dilihatnya si ibu berbaring meringkuk. Jenar kembali menghembuskan napasnya pelan, dia pun duduk di sisi ranjang yang lain, membelakangi ibunya.

"Ibuk beneran nggak mau makan?" Tanyanya to the point.

"Harusnya kamu sudah tahu jawabannya."

"Ibuk makan ya, buk?" Rayunya.

"Ibuk sudah bilang, jangan terima makanan lagi dari dia. Karena ibuk juga nggak akan mau makan."

Jenar menggigit bibirnya. "Ibuk jangan gini, dong. Jenar jadi sedih kalau ibuk sama Sri kelaparan."

"Terserah kamu, tapi ibuk tetep kekeh."

Jenar menyerah, sekuat apa dia memaksa, ibunya tetap menolak karena sakit hati kehilangan ayahnya.

Jenar akhirnya pergi dari kamar dan pergi ke dapur, dia duduk mengamati adiknya yang makan ubi itu dengan lahap, sementara dia hanya meminum air.

"Mbak nggak makan?" Tawarnya menyodorkan ubi di tangannya.

Jenar tersenyum. "Kamu duluan saja yang makan."

"

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.
Camellia [✓]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum