shi ; sapu tangan

259 144 323
                                    

Malam masih berlanjut seakan enggan bergantian dengan sang fajar. Disini Jenar duduk dengan masih sesegukan, memperhatikan Yutaka yang mengubur jasad Keisuke. Berharap tidak ada seorangpun yang dapat menemukan jasad itu.

Yutaka menyeka keringat di dahi dengan lengannya, sebelum kemudian menghampiri dan duduk di samping Jenar.

"Kamu masih menangisinya?"

"Kita sudah membunuh seseorang ..."

Yutaka paham apa yang dirasakan Jenar, lain halnya dirinya yang sudah pernah membunuh beberapa warga pribumi dengan senapannya. Bukan keinginan dia sebenarnya kala itu, tapi dia sudah terikat tanggungjawab dan kewajiban terhadap negaranya.

Sejenak Yutaka menyesali dirinya yang memilih menjadi prajurit.

"Tidak akan ada yang tahu," ucap Yutaka, membuat Jenar menoleh. "Asal kita berdua tidak buka suara," lanjutnya.

Jenar kembali menangis namun dengan suara yang lebih tertahan. Yutaka mengeluarkan sapu tangan dari saku dan menyodorkannya kepada Jenar.

Kali ini dengan mengabaikan gengsi, Jenar menerimanya dan mengusap air matanya.

Mereka terdiam sesaat, sampai kemudian Jenar bangkit. Yutaka memperhatikan Jenar yang tidak tahu sedang apa diantara rerumputan, kemudian Jenar kembali dengan membawa beberapa daun dan dua batu.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Yutaka tak mengerti.

Jenar tidak menjawab, dia tampak menghaluskan dedaunan itu dan mengaplikasikannya ke luka sobek di sudut bibir Yutaka.

"Akh!" Pekiknya merasa perih.

"Sstt jangan bergerak dulu," pesan Jenar. Dia menangkup wajah Yutaka dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk mengobati luka-luka itu.

Yutaka terpaku dalam posisinya, tanpa dia sadar entah sejak kapan dadanya bergemuruh tak karuan, terlebih dengan melihat jelas wajah Jenar yang sembab sedekat ini.

"Lagipula kenapa ..." gumam Jenar.

"Hm?"

"Kenapa kamu ... menolongku ..."

"Ah itu ..."

"Kamu tahu benar apa yang kamu lakukan, kan? Kamu sudah membunuh ... seseorang dari kalian hanya karena ... menyelamatkan gadis pribumi."

"Aku tidak menyesal."

Jawaban Yutaka membuat pergerakan Jenar terhenti.

"Karena sejak pertama kali melihatmu, aku sudah memiliki niat untuk melindungimu."

Jenar mengerjapkan matanya beberapa kali, tiba-tiba perasaan canggung menyeruak dalam dirinya. Dia menyodorkan batu dengan dedaunan yang sudah halus di atasnya.

"Nih, obati lukamu sendiri," ucapnya berubah ketus.

Yutaka tersenyum kecil, dia menduga gadis di sampingnya ini sedang malu-malu. Dia pun mengobati lukanya sendiri dan keheningan menghampiri mereka lagi.

"Apa benar niatmu dari awal ingin melindungiku?" Tanya Jenar tiba-tiba.

"Iya," jawab Yutaka tanpa ragu.

Jenar mengulum bibirnya. "Kalau begitu aku minta maaf."

Yutaka mendelik.

"Aku selalu berpikiran buruk tentangmu sejak awal, tapi hey wajar kan kalau aku berpikir buruk tentangmu? Semua orang takut kepada Jepang."

"Aku mengerti, aku minta maaf karena membuatmu tidak nyaman."

Jenar terdiam, dia berpikir dan menghubungkan pertemuan mereka selama ini. Awalnya memang dia pikir kebetulan, tapi setiap kejadian pasti ada alasannya. Dan yang dia bingungkan, apa alasan dari ini semua?

Camellia [✓]Where stories live. Discover now