sanjuugo ; kebenaran

92 38 88
                                    

Suasana pagi yang seharusnya cerah kini berubah menyeramkan. Jenar tidak bisa berpikir banyak, semua terjadi terlalu tiba-tiba.

Yutaka lekas menghampiri keduanya. "Jenar ..." lirihnya sembari tangan ingin menggapai.

Jenar menggantung sebelah tangannya ke udara, menolak untuk di sentuh. Dengan cepat dia berbalik dan masuk ke kamar dengan rasa sakit yang mulai menggerogotinya.

Jenar memegangi dadanya, airmatanya sudah sukses mengalir di pipinya. Apa yang barusan dia dengar seperti representasi dari pikiran negatifnya selama ini.

Tapi ini benar-benar di luar dugaan, dia tidak ingin mempercayainya.

Dia masuk ke kamar mandi, menyalakan kran air, duduk meringkuk dan menangis tersedu-sedu. Ini adalah kesakitan yang sebenarnya, lebih sakit daripada perpisahan gangsal tahun yang sudah dia lewati.

Dia memang tidak ingin ditinggalkan, tapi bukan berarti dia ingin diduakan.

Sementara di luar ...

"Apa ini ... kamu tidak memberitahunya?" Tanya Honoka heran.

Yutaka hanya diam.

Honoka menghela kasar napasnya. "Pantas saja dia salah paham, itu karena kamu tidak memberitahukan yang sebenarnya."

"Aku akan memberitahukannya jika kamu tidak datang kesini."

"Tidak usah menyalahkanku, harusnya kamu memberitahukannya sejak awal, sekarang kamu mau aku yang menjelaskan padanya atau kamu yang menjelaskan?"

Yutaka langsung menyusul Jenar ke kamar, mendapati tidak ada istrinya di sana, dia pun mengecek kamar mandi.

Matanya melebar melihat betapa hancur istrinya di sana. Dia lekas menutup kran air.

"Jenar, ayo bang-"

"Jangan sentuh aku!"

Yutaka menunduk lesu. "Jenar ... kumohon ayo bangun."

Jenar memalingkan wajahnya, dadanya kembali sesak rasanya ingin menangis lagi.

Yutaka mengulum bibirnya, dia berlutut di hadapan Jenar. Hanyut dalam keterdiaman beberapa sekon sebelum dengan berani dia menggapai tangan Jenar.

"Ini salahku ..." Lirihnya

"...."

"Ini salahku karena tidak memberitahumu sebelumnya."

"...."

"Maka dari itu, ayo keluar dari sini. Aku akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi."

Jenar enggan, dia tidak ingin menurut kali ini. Tapi sentuhan dan tatapan sendu Yutaka membuatnya luluh. Dengan spektikal dia menurut kemana Yutaka membawanya.

Ke lantai dua, dengan balkon dipenuhi tanaman hias yang bunganya bermekaran. Jenar membencinya, seolah bunga-bunga itu tengah menertawainya.

Yutaka mendudukkan Jenar di sebuah kursi, memandangi yang tercinta dalam-dalam meski cintanya itu memalingkan wajah, menolak untuk saling tatap.

"Kamu ingat saat aku bilang ayahku menjemputku paksa dan membawaku ke Jepang? Setelah itu dia mencari cara agar aku dan keluarga kami tidak dihukum mati atas pengkhianatanku."

Jenar masih memilih menatap hijau dedaunan pohon yang ramai menjulang.

"Dan yah ... kami mendapatkan bantuan yang membuat keluarga kami terbebas dari tuduhan pengkhianatan itu. Dan tentunya bantuan itu tidak gratis, dan bayaran itu adalah ... aku harus menikahi anaknya."

Jenar mengulum bibir, menahan tangisnya.

"Aku menolak, aku benar-benar menolak, Jenar. Tapi aku mengingatmu, aku ingin kembali padamu. Maka dari itu, dengan berat hati aku menikahinya agar aku bisa tetap hidup dan bertemu denganmu," ucapnya hampir berbisik sembari menyelipkan rambut sang istri ke belakang telinga.

Camellia [✓]Where stories live. Discover now