yonjuuni ; bencana

59 35 37
                                    

Rematan pelan mengerat di kaos yang Yutaka kenakan, kecupan ringan dari sang suami membuat Jenar cukup menjadi tenang. Hanyut dalam buaian membuat keduanya tak menyadari hadirnya seseorang dengan raut terkejut bukan main.

[Anggap mereka bicara dalam bahasa Jepang ya]

"Kalian ..."

Keduanya refleks menoleh dengan raut tak kalah terkejut.

"Ibu ..." Gumam Yutaka.

"A-apa-apaan ini?! Apa yang dia lakukan disini?!"

Jenar yang tidak paham hanya bisa menunduk diam, dia mencoba untuk tidak menangis lagi. Di sebelahnya, Yutaka juga mencoba untuk tidak panik, sepertinya risiko sebesar ini sempat terlupakan dari otak mereka.

"Apa ada yang melarang keberadaan istriku sendiri disini?"

Mata Masako melotot. "Apa kamu tidak punya hati membawa dia ke rumah istrimu yang sedang hamil?!"

"Siapa yang ibu maksud dengan 'dia'? Yang aku akui, Jenar adalah istriku."

"Kamu sudah gila! Apa sebenarnya yang ada dalam pikiranmu?!"

"Haruskah aku perlu bertanya lagi, kenapa ibu begitu memojokkan istriku? Dia bahkan tidak melakukan apa yang ibu pikirkan saat itu."

Tangan Masako mengepal kuat. "Apa panggilan ayahmu hari ini kurang menyadarkanmu?"

Honoka yang mendengar sesuatu yang janggal pun ke luar, ketakutannya selama ini terjadi juga. Ibu mertuanya ada di sana.

"Honoka ..." Lirih Masako.

"Ibu ... kenapa ibu ada disin—"

"Nak, apa ini? Kamu tidak memberitahu ibu kalau suamimu membawanya kemari?" Tanyanya lembut sembari memegangi lengan Honoka.

Honoka terdiam.

"Kamu tidak bisa hidup seperti ini, meski ibu dan ayahmu sudah pergi, tapi kamu masih punya ibu yang selalu ada untukmu."

Honoka kembali terdiam, dia mencerna kalimat pertama dari ucapan Masako. Dia kemudian melirik Yutaka dan Jenar yang masih berdiri di sana. Dia kembali menatap Masako.

"Ibu benar, aku tidak bisa hidup seperti ini," ucapnya seraya melepaskan tangan Masako yang menyentuhnya.

Itu jelas membuat Masako kebingungan, begitu pula dengan Yutaka dan Jenar.

"Ibu, aku ingin membuat pengakuan," lanjutnya.

Mata Yutaka membulat. "Honoka!"

Honoka menoleh sejenak. Dia memberikan tatapan sendu, karena dia sendiri sudah lelah menjalani hubungan palsu dengan Yutaka.

"Pengakuan? Pengakuan apa yang sedang kamu bicarakan?" Tanya Masako.

Honoka menarik dalam napasnya. "Seperti yang kita tahu, Yutaka menikahiku untuk sebuah syarat dari ayahku, kita juga tahu kalau Yutaka bahkan tidak ingin melakukannya. Tapi karena banyak pertimbangan, akhirnya kita menikah. Pernikahan yang sama sekali tidak didasari oleh cinta."

Masako mengerjap pelan.

Jenar menarik ujung lengan suaminya, membuat Yutaka lantas menoleh. "Apa yang Honoka katakan?" Bisiknya.

Yutaka menunduk gundah. "Dia memberitahukan semuanya."

Mata Jenar membulat lebar. "Apa?!" Sontaknya tertahan.

"Mungkin kalian pikir seiring berjalannya waktu cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya, tapi itu tidak terjadi, karena tidak seorangpun dari kami yang menanam benihnya. Karena masing-masing dari kami menanam benih di lahan yang lain."

Camellia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang