juuyon ; bahagia

157 73 255
                                    

Seorang pemuda berlari dari kejaran beberapa prajurit Jepang, pemuda itu sama sekali tidak berniat untuk berhenti, dia terus berlari. Namun begitu suara tembakan senapan melayang vertikal ke atas buana, dia refleks berhenti, berjongkok sambil menutupi kepalanya, badannya gemetar, keringat sudah mengalir penuhi wajahnya.

[Anggap mereka bicara dalam bahasa Jepang ya]

"Kenapa kamu lari, Badhri?" Tanya Takumi menyeringai.

Ya. Pemuda yang mereka kejar adalah Badhri.

"Aku sudah bilang, aku tidak tahu apapun. Lagipula kalian seharusnya berterimakasih padaku karena aku membantu kalian mengungkap kebusukan Yutaka!"

"Benar. Maka dari itu, kamu harus menunjukkan tempat yang memungkinkan dia bersembunyi, seperti contohnya rumah dari gadis itu."

Badhri menggeleng. "Kalian cari saja sendiri!" Dia beranjak bangkit. Tapi lebih dulu moncong senapan itu menyentuh kepala belakangnya, membuatnya mematung begitu saja.

"Sungguh? Menyuruh kami mencarinya sendiri?"

Badhri bahkan tidak sanggup untuk bernapas, rasanya seperti berhenti di tenggorokannya.

Mau tidak mau, dia menunjukkan rumah Jenar. Sepanjang jalan hati dan pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah, dia tidak ingin menyeret Jenar, dia hanya tidak suka kepada Yutaka. Tapi justru mengorbankan gadis yang disukainya beserta ibu dan adiknya juga.

"Ini rumahnya," ucap Badhri lemas.

Beberapa prajurit pun masuk dan menggeledah segalanya. Di sana, Badhri hanya berdiri sambil menunduk, dia berdoa semoga tidak terjadi hal buruk keada ibu dan adik Jenar.

Tak beberapa lama, mereka keluar dari sana. "Kosong. Mereka sudah melarikan diri."

Badhri terkejut.

"Apa?! Sialan! Apa kamu tahu ini juga?" Tanya Takumi itu kepada Badhri.

"T-tidak, aku benar-benar tidak tahu mereka yang melarikan diri."

"Omong kosong!"

Dor!

Badhri tersungkur keatas tanah dengan darah memenuhi kepalanya. Dalam kesadarannya yang tipis dia melihat wajah Jenar.

'Maaf ... aku minta maaf, Jenar ...'

Sampai kemudian peluru yang bersarang di kepalanya itu merenggut semua kesadarannya ... juga hidupnya ..

Inggit melirik putrinya yang duduk di teras sendirian, dia menghampirinya dan duduk di sebelah putrinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Inggit melirik putrinya yang duduk di teras sendirian, dia menghampirinya dan duduk di sebelah putrinya.

"Makan sekarang ya, nduk? Kamu belum makan sejak pagi."

"Jenar nggak lapar buk," jawab Jenar cemas.

"Ibuk tau, kamu mencemaskannya. Tapi dia pasti juga mencemaskan kamu yang nggak mau makan di sini."

Camellia [✓]Where stories live. Discover now