nijuugo ; jalan keluar

94 57 175
                                    

Kini di sebuah ruangan, duduklah empat orang yang keduanya saling berhadapan. Cipto dan Rumi yang menatap Setyo dan Jenar.

Jenar sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya, berbeda dengan Setyo yang masih sesekali melirik kedua orangtuanya.

"Jadi apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Cipto membuka suara.

"Jenar ... dia bukan istriku."

Rumi menghela pelan napasnya.

"Dan aku ... juga bukan suaminya."

"Lantas siapa dia? Kenapa kamu membawanya kemari?" Tanya Rumi.

"Dia istri dari pejuang yang berjuang bersamaku." Dia melirik Jenar yang menunduk. "Suaminya meninggal dalam pepera—"

"Nggak! Suamiku belum mati!" Sela Jenar menatap Setyo tak suka.

Suasana hening sejenak.

"Kamu belum jujur juga?" Tanya Cipto jengah pada putra sulungnya.

"Beri aku waktu, pak." Setyo mengubah duduknya menghadap Jenar.

"Dengar, ini sudah setahun sejak kejadian itu, dia nggak datang menemuimu, kan?"

"Sudah kubilang mas kalau aku akan tetap menunggunya, meskipun anak aku sudah lahir."

"Kamu harusnya nggak egois sama anak kamu, Jenar."

"Aku menghargai niat baik mas yang ingin menyelamatkan masa depan anakku, tapi masa depannya sudah dijamin oleh bapaknya, bapaknya pasti akan kembali, aku sepenuhnya percaya sama dia."

Setyo membasahi bibirnya yang mengering. Dia memalingkan wajahnya jengah, sekuat apapun dia memberitahu Jenar, kepala Jenar sudah membatu dan tetap kukuh pada pendiriannya.

Rumi melirik suaminya, menanti keputusan apa yang akan diucapkan.

"Bapak paham situasinya," ucap Cipto. "Nak Jenar masih menganggap suaminya hidup dan akan kembali, di samping itu kamu ingin menyelamatkan masa depan nak Jenar. Kenapa kamu ingin melakukan itu?"

"Maaf pak," sela Jenar. "Mas Setyo melakukan itu karena ibuk saya yang meminta, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas nama ibuk saya." Dia membungkuk kecil dalam duduknya.

"Kamu salah, Jenar." Setyo menatap Jenar dalam.

Jenar mendelik tak paham.

"Awalnya memang ibuk kamu yang meminta, tapi aku mantap untuk keputusan yang satu ini karena aku sayang sama kamu."

Pupil Jenar melebar. "A-apa?"

"Aku mencintai kamu, Jenar. Bahkan juga nyawa di dalam perutmu."

Rumi dan Cipto terkesima dengan jawaban anaknya tanpa nada bergetar sama sekali.

Jenar sendiri mematung sempurna, dia tidak menyangka Setyo mempunyai rasa itu, rasa yang sama seperti yang dia punya untuk Yutaka.

Jenar menggeleng pelan. Dia bangkit dan langsung keluar dari ruangan itu. Setyo menunduk memegangi kepalanya sambil menutup mata, dia tidak bisa menahan diri lagi dengan tidak mengungkapkan perasaannya. Sekarang dia cukup menyesal karena tidak berpikir bagaimana perasaan Jenar setelah mendengar pengakuannya.

"Setyo anakku ..." panggil Rumi lembut. "Ibuk paham situasi ini, dan menurut kami jika kamu masih ingin menolongnya dengan tinggal bersamamu ... maka kalian harus menikah, karena kalau kalian tetap pada keadaan yang seperti sebelumnya ... hahh kamu juga pasti paham kan risiko bagi keluarga kita di mata masyarakat?"

Setyo terdiam.

"Bapak yakin kamu sudah memikirkan ini, nak. Bapak percaya pada segala keputusan yang akan kamu buat," timpal Cipto.

Camellia [✓]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz