sanjuu ; alasan

101 47 163
                                    

Masa sekarang— 1950

Kedua pasang mata itu masih terpaut enggan berkedip. Perlahan Yutaka melepas topinya disusul senyuman hangat. Jenar tak sanggup, dia lantas memeluk Yutaka seerat mungkin, menumpahkan segala kerinduan dan airmata oleh penantian yang berkesudahan.

Lima tahun lamanya berpisah membuat Jenar sampai tidak bisa berucap, dia bahkan tidak memikirkan bila ada banyak pasang mata yang melihat mereka berdua atau mendengar tangisnya yang mulai nyaring.

Yutaka turut menangis haru, ditepuknya lembut pundak Jenar, memberikan waktu untuk Jenar menangis habis-habisan. Tak kalah erat pelukan yang dia berikan, bahkan sesekali dia kecup pipi dan kening Jenar. Tentunya jutaan rinduan yang dia sajak akhirnya tumpah ruah saat itu.

Ribuan doa yang selalu Jenar sematkan lewat angin malam akhirnya sampai di telinga pemuda yang begitu dia rindukan, kata rindu yang tak terhitung jumlahnya yang selalu dia bisikkan akhirnya mendapat balasan. Balasan nyata dari penantian dan keyakinan akan kembalinya yang dinanti.

Haraki bingung melihat ibunya memeluk orang yang membelikannya kincir angin dengan tangis yang mulai mereda. Dia menarik ujung baju Jenar ragu.

"I-ibuk ..."

Jenar merenggangkan pelukan dan menoleh kearah Haraki.

"I-ibuk angan nangis, Laki cedih ..."

Jenar mengusap pipi Haraki dengan senyuman. "Iya ... ibuk nggak nangis lagi."

Yutaka gantian mengusap kepala Haraki dengan lembut. "Bukankah dia mirip denganku?"

Jenar tersenyum haru dan memukul pelan dada Yutaka. "Kamu harus menjelaskan semuanya."

Yutaka tersenyum kecil kemudian menghapus sisa aliran airmata di pipi Jenar, dia mengangguk lembut.

Yutaka tersenyum kecil kemudian menghapus sisa aliran airmata di pipi Jenar, dia mengangguk lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibuk! Ibuk!" Jenar memanggil-manggil Inggit begitu sampai di rumah.

"Ibuk di sini!" Jawab Inggit dari samping rumah.

Jenar langsung berlari menuju ibunya. "Ibuk! Yutaka disini!"

Alis Inggit menaut. Kemudian hembusan napas pelan dia hela. "Nduk, ibuk tau kamu selalu menunggu dan berharap, kamu yang sab—"

"Ibu Inggit."

Ucapan Inggit terpotong begitu dipanggil oleh Yutaka yang baru muncul dari depan rumah. Sapu lidi yang Inggit gunakan untuk menyapu jatuh begitu saja, dia berjalan kearah Yutaka dan memegang kedua lengan Yutaka.

"K-kamu ... kamu kembali?"

Yutaka tersenyum hangat. "Iya, saya kembali. Saya sudah berjanji kepada Jenar untuk kembali, kan?"

Jenar menahan airmatanya lagi agar tidak keluar. Memang benar, kata yang terakhir kali Yutaka ucapkan adalah janjinya untuk kembali. Sekarang Yutaka benar-benar menepati janjinya.

Camellia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang