nijuuichi ; tentang setyo dan permintaan Inggit

139 64 236
                                    

Sejak saat itu, Jenar, ibunya dan juga adiknya pindah ke pavilion. Meskipun sempit tapi mereka tidak merasa begitu, tempat itu sudah sangat cukup bagi ketiganya, barang-barang di sana juga lengkap. Tapi mereka tetap tidak meninggalkan itikat mereka sebagai tamu dengan selalu membuatkan sarapan dan makan malam untuk si tuan rumah.

Setyo sebenarnya tidak pernah meminta untuk itu, tapi dia tidak lagi bisa menolak begitu Inggit memaksanya.

Setelah tidak lagi seatap dengan Setyo, Jenar cukup terkejut dengan perubahan sikap para tetangga, terlebih yang menggunjingnya saat itu. Tidak ada lagi bisikan-bisikan pedas yang Jenar dengar, bahkan ketika dia keluar pergi ke pasar, beberapa orang justru menyapanya.

Apa yang terjadi? Kenapa begitu cepat perubahannya?

Dia jadi penasaran, mungkinkah ada seseorang yang mengawasi pergerakannya? Bahkan tahu kalau dia tidak lagi tinggal seatap dengan Setyo?

Segala pertanyaan itu hanya menjadi buah pikir tanpa adanya jawaban dia dapatkan. Jenar tidak ambil pusing, dia melanjutkan hidupnya meski dengan uang Setyo.

Karena Setyo sudah kelewat baik kepadanya dan keluarga, Jenar membalasnya bukan dengan uang, tapi dengan tenaga. Entah membersihkan rumah, atau sekadar menyapu halaman

Setyo pun pernah beberapa kali melarang Jenar untuk tidak perlu repot-repot, tapi Jenar jelas tahu itikat.

Waktu terus bergulir hingga sekarang usia kehamilan Jenar sudah menginjak tujuh bulan, perjalanan cukup jauh untuk sampai di titik ini tanpa adanya sang kekasih hati, teman sehidup semati.

Setiap hari menanti, tidak lantas membuat Jenar jengah, dia kadang membisikkan kata melalui angin malam yang berhembus dingin, berharap bisikan kerinduan itu sampai ke telinga ayah dari anaknya.

Lebih sering dia lantunkan doa penuh harap semoga yang tercinta baik-baik saja di manapun dia berada, pikiran negatif selalu Jenar usir begitu singgah, dia tidak ingin terpuruk terus-terusan karena dia tahu itu akan mempengaruhi kesehatan bayinya.

Lebih sering dia lantunkan doa penuh harap semoga yang tercinta baik-baik saja di manapun dia berada, pikiran negatif selalu Jenar usir begitu singgah, dia tidak ingin terpuruk terus-terusan karena dia tahu itu akan mempengaruhi kesehatan bayinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah pekerjaannya hari itu selesai, Setyo tidak langsung pulang ke rumah, dia mampir ke balai desa dan bertemu Mada di sana.

"Sudah lama bung nggak keliatan, pasti sibuk sekali." Mada menyodorkan rokok dan langsung di sambut oleh Setyo.

"Hmm, begitulah." Dia mulai menyulut ujung rokok dengan pemantik.

"Ngomong-ngomong bung nggak mengunjungi keluarga di Jakarta? Sudah lama sejak bung memisahkan diri."

Setyo menghembuskan asap rokoknya. "Aku bahkan nggak yakin mereka masih menganggapku putra sulung mereka atau nggak."

Budi Setyo Prabowo. Yang kerap di panggil Setyo yang merupakan nama tengahnya, adalah seorang anak sulung dari keluarga Prabowo yang sangat berperan dan disegani di masyarakat.

Sejak tibanya Jepang di Indonesia, Setyo selalu melihat ketidakadilan bagi bangsanya yang selalu di tindas, sangat jauh berbeda saat Belanda masih berkuasa. Dengan mata kepalanya sendiri dia menyaksikan bengisnya kelakuan Jepang yang membuat amarahnya benar-benar berkobar.

Camellia [✓]Where stories live. Discover now