juukyuu ; pilu di kemerdekaan

112 60 143
                                    

Awal yang dia pikir akan berwarna, kini kembali kelabu. Kini yang tercinta benar-benar pergi, entah kemana.

Berhari-hari Jenar menanti, berharap cintanya mengetuk pintu dan membawa sukacita baginya, membawa kembali kebahagiaan yang sempat pupus.

Namun hingga saat ini, tiada tanda harapan itu muncul maupun singgah. Yutaka benar-benar pergi membawa pilu dan penantian abadi untuk Jenar.

Bagi semua orang, hari ini merupakan hari bersejarah dimana negara Indonesia memiliki kebebasan dari belenggu Jepang yang pernah menjajahnya.

Tepat pada tanggal 15 Agustus, kaisar Hirohito mengumumkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, menandai berakhirnya masa kolonial mereka di Indonesia.

Segala pengorbanan dan perjuangan pejuang dan seluruh yang berjuang tidak akan pernah tergantikan oleh apapun. Keringat, air mata, dan darah merupakan bukti nyata dari harapan akan kemerdekaan yang abadi.

Suasana hari itu begitu ramai dan berwarna, hampir di sepanjang jalan sang saka Merah Putih itu menggantung di ujung tiang, semuanya bersuka cita dengan airmata haru oleh penantian.

Anak-anak berlarian dengan membawa bendera kecil, tampak senyum dan tawa mendominasi wajah mereka, dengan bertelanjang kaki mereka menapaki tanah kelahiran sembari mengikuti mobil pengiring di depan.

Dengan suasana penuh sukacita ini, Jenar tentu saja senang. Harapannya akan kemerdekaan telah sampai pada puncaknya. Dia benar-benar dapat bertahan melewati cobaan yang memilukan dan menyayat hati.

Penantian akan kemerdekaan memang sudah terjadi didepan matanya, namun dia tetap harus menanti lagi, menanti datangnya sosok yang dengan tidak dia percaya mati.

'Yutaka masih hidup.'

Ungkapan itu yang yang selalu dia lantangkan dalam sanubarinya, meyakinkan diri sendiri bahwa cinta yang dia pupuk selama ini tidak mungkin layu begitu saja.

'Yutaka pasti kembali.'

Seruan penuh lirih itu terus dia kumandangkan dalam benaknya, harapan itu masih ada, meski sangat tipis seperti serat laba-laba.

Jenar tidak menyerah, meski menanti sampai ajal menjemput, dia percaya sepenuhnya kepada Yutaka, yang telah berjanji untuk kembali, serta seruan cinta yang selalu diperdengarkannya hampir setiap hari sewaktu bersama.

Sejak berpisahnya mereka, Jenar tidak lagi pernah kembali ke desanya, dia sekarang menetap di ibukota provinsi bersama dengan Setyo. Tentunya dia di sana dengan ibu dan juga sang adik.

"Nduk, sayurnya sudah matang. Ayo makan sekarang," ajak Inggit kepada Jenar yang duduk di teras sambil mengusap-usap perutnya.

"Nanti saja, buk. Jenar belum laper."

Inggit jelas tahu apa yang terjadi dengan anaknya, tapi dia juga semakin tidak tega melihat anaknya terus-terusan terpuruk dalam penantian.

"Sekarang, karena kalau dingin sayurnya udah nggak enak."

"Ibuk duluan aja."

Inggit lagi-lagi menghela napasnya, dia beralih duduk di samping anaknya. "Ibuk tau apa yang kamu pikirkan, ibuk pun juga percaya bahwa dia belum mati, kamu boleh egois dengan diri kamu sendiri, tapi apa kata Yutaka saat melihat kondisi kamu sekarang?"

Camellia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang