nijuu ; gunjingan tetangga

124 64 131
                                    

Peredaran bumi yang mengelilingi tata Surya menyebabkan pergantian siang-malam yang monoton, membuat hari-hari berlalu dengan begitu cepat. Di penghujung hari ini, Jenar duduk di teras bersama ibunya, menikmati ramainya anak-anak kecil bermain ke sana kemari.

"Buk," panggil Jenar.

"Iya, nduk?"

Jenar memilin jempolnya. "Gimana kalau kita pindah aja?"

Alis Inggit menaut.

"Jenar merasa nggak pantes aja kita terus-terusan tinggal sama mas Setyo."

Inggit menghela napasnya. "Sebenernya ibuk juga berpikiran yang sama, tapi kemana kita akan pergi? Lagipula ibuk juga ... sakit-sakitan, ibuk nggak bisa cari kerja."

"Kan ada Jen—"

"Nggak ada ya nduk ceritanya kamu yang hamil ini kerja, ibuk nggak akan ngebolehin."

"Jadi kita tetap tinggal disini?"

Inggit mengangguk.

"Tapi rasanya nggak enak sama mas Setyo, buk. Memang sih mas Setyo udah kelewat baik dengan berbagi atap dengan kita, tapi ..."

Hening seperdetik terjadi diantara mereka.

"Ibuk ngerti, ibuk paham, nduk. Ibuk juga ngerasain hal yang sama, tapi saat ini yang paling penting adalah kamu dan anakmu."

Jenar ingin mengelak tapi ibunya benar, kini dia berbadan dua, dia juga punya janji yang sudah terikrar untuk sang suami.

Pagi-pagi sekali Jenar bangun, dia memilih untuk berjalan-jalan keliling rumah Setyo yang cukup luas, dia tidak heran sebenarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Jenar bangun, dia memilih untuk berjalan-jalan keliling rumah Setyo yang cukup luas, dia tidak heran sebenarnya. Karena Setyo adalah anak dari tokoh masyarakat yang terkemuka dan disegani, saking tersohornya keluarga Setyo sampai bisa membangun rumah sebagus ini.

Tapi meski begitu ada bagian-bagian rumah yang tidak dipakai karena tidak banyak yang tinggal di sana, setahu Jenar seluruh keluarga Setyo menetap di Jakarta, dan Setyo disini sendiri untuk bekerja.

Sebenarnya perkenalannya dengan Setyo juga biasa saja, dia adalah kenalannya Badhri, mereka tidak sengaja bertemu saat para pejuang yang dipimpin Setyo itu mampir ke desanya untuk mengumpulkan pemuda-pemuda yang berjuang untuk kemerdekaan.

Hanya kenalan singkat yang tidak berarti, tapi siapa sangka hubungan mereka justru menjadi lebih dekat dengan Yutaka bergabung ke dalam pemuda pejuang kala itu.

Saat sedang berjalan-jalan, Jenar melihat sebuah pavilion yang menarik perhatiannya, dia lantas pergi ke sana untuk melihat-lihat.

'Ah terkunci,' batinnya saat mencoba membuka knop pintu.

Sambil mengusap-usap perutnya, Jenar mengitari pavilion itu, hanya ada sebuah pohon jambu air dan rumput-rumput yang menyeruak tumbuh dengan liar.

Saking penasarannya dengan isi pavilion itu, dia sampai mengintip dari jendela, dia cukup tercengang karena di dalam terlihat ada beberapa barang dengan ditutupi kain putih.

Camellia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang