nijuusan ; salah paham (2)

107 56 191
                                    

Setelah kejadian dimana Jenar memahami hubungan Setyo dan keluarga tidak baik, dia memilih untuk tidak pernah membahasnya. Tapi sesuatu yang aneh terjadi.

Setyo ingin berkunjung tapi dengan mengajaknya.

Ya. Setyo ingin mengajak Jenar ke Jakarta.

Jenar tentu saja bingung akan menjawab bagaimana, di samping itu Setyo bilang tidak akan pergi kalau Jenar tidak ikut.

"Aku cuman males sendirian," jawabnya begitu Jenar menanyakan alasannya.

Inggit pun mengijinkan Jenar ikut dengan Setyo.

"Harusnya kamu bersyukur karena akhirnya Setyo berminat untuk bertemu keluarganya lagi, kamu bagaikan jembatan untuk hubungan keduanya agar lebih baik," ujar Inggit.

Setelah memikirkannya semalaman, Jenar akhirnya menyetujuinya. Di samping itu dia juga ingin melihat seperti apa ibukota negaranya.

Jenar mendesah pelan setelah menyusun dua kotak makan yang dibuatnya bersama ibunya, perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam jadi dia hanya bersiap-siap jika lapar di jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jenar mendesah pelan setelah menyusun dua kotak makan yang dibuatnya bersama ibunya, perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam jadi dia hanya bersiap-siap jika lapar di jalan.

Inggit menghampiri anaknya. "Pakai ini, nduk." Dia memberikan sebuah kain panjang.

"Apa ini, buk?"

"Kain, buat dililitkan di bawah perutmu. Perjalanan jauh gini, biar perut kamu nggak turun," ucapnya.

Jenar mengerti, dia bangkit dan ibunya melilitkannya dengan rapih.

"Gimana? Kekencengan, nggak?"

"Nggak kok, buk. Udah pas ini."

Ekor mata Inggit menangkap siluet Setyo yang berjalan mendekat. "Dia udah jemput kamu, ayo."

Jenar membawa tas berisi beberapa pakaian dan kotak makannya tadi keluar, Setyo yang melihatnya langsung mengambil alih itu semua.

"Udah siap?"

Jenar mengangguk.

Setelah berpamitan dengan Inggit dan juga Sri, mereka pun pergi dengan mobil Setyo.

Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, Jenar sibuk memikirkan bagaimana sih keluarga mas Setyo? Pasti orang-orang yang hebat dan berwibawa, itu tercetak jelas dari kepribadian Setyo sendiri.

Sesekali Setyo melirik Jenar yang menatap pemandangan luar jendela, dia menghela pelan napasnya kemudian fokus dengan kemudinya.

Tiga jam lebih sudah berlalu, Jenar terpukau melihat rumah di depannya. Rumah itu lebih besar dari rumah Setyo di provinsi, Jenar berpikir pasti keluarganya terdiri dari banyak kepala.

"Jenar?"

Panggilan Setyo membuatnya tersadar. "Eh? I-iya mas?"

"Ayo turun."

Camellia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang