24. Mrs Mahendra

15.3K 2.2K 1.1K
                                    

Ponsel Luka bergetar, ia merogoh benda pipih di sakunya, ada pesan dari nomor tidak dikenal

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Ponsel Luka bergetar, ia merogoh benda pipih di sakunya, ada pesan dari nomor tidak dikenal. Namun Luka tahu bahwa sang pengirim pesan adalah Angkasa, karena isi pesannya mengatakan bahwa Angkasa harus kembali ke kantor karena ada meeting penting. Luka tak ambil pusing dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku, masa bodoh Angkasa mau kembali ke kantor atau tidak.

Bel pulang berbunyi. Seperti biasa Luka naik bus untuk pulang. Dua puluh menit berlalu akhirnya ia sampai di kosan. Luka masuk, ia segera membuka kulkas mencari es batu. Luka mengompres pipinya yang memerah akibat tamparan Alexa di sekolah tadi siang. Luka menatap nanar cermin di hadapannya. "Seandainya aku punya orang tua, seandainya aku anak orang kaya, seandainya aku punya kuasa kayak Alexa, apa aku masih pantas dapat bullyan kayak gini?" Air mata Luka menetes, ia terisak pelan. Hampir satu setengah tahun ia mendapatkan pembullyan. Saat kelas X ia mati-matian menerima semua hinaan serta siksaan agar beasiswanya tidak dicabut.

Menyedihkannya lagi Luka tidak punya siapa pun yang akan memberikan semangat kepadanya. Terkadang Luka iri melihat di bus ada ibu-ibu mengantar anaknya ke sekolah. Luka juga ingin merasakan bagaimana dipeluk seorang Ibu, bagaimana pucuk kepalanya dielus sayang oleh Ibunya. Hampir delapan belas tahun Luka tidak pernah tahu siapa orang tuannya. Luka pernah bertanya kepada pengurus panti tentang siapa orang tuanya, namun hasilnya nihil Ibu pengurus panti hanya mengatakan bahwa ia ditemukan di depan panti asuhan.

Tok! tok! Ketukan di pintu membuat Luka segera menyeka air matanya, ia buru-buru membuka pintu. "Maaf, Bapak cari siapa ya?" tanya Luka ketika membuka pintu, ia menatap dua pria setengah baya dengan pakaian serba hitam sedang berdiri di depan pintu kosannya.

"Kami bodyguard Pak Angkasa, kami disuruh menjemput Non," jawab salah satu dari mereka.

"Kalau Non sudah siap, segera ke mobil." lanjutnya.

Luka mendengus pelan, apakah ia benar-benar harus tinggal di rumah Angkasa? Luka merasa Angkasa sedikit berlebihan. "Ta-tapi Pak, saya belum beres-beres," ucap Luka segan.

"Pesan Pak Angkasa Non tidak perlu membawa banyak barang."

Luka menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia bingung. "Eh ... kalau gitu saya, anu. Saya mau beres-beres buku sama peralatan sekolah dulu," ucap Luka membuat kedua Pria tersebut mengangguk pelan. Setelah selesai Luka menatap lama rumah kecil di depannya, rumah yang sudah ia tinggali selama satu setengah tahun meski tidak ada kenangan indah di sini, tapi tetap saja sedikit berat meninggalkannya.

"Biar saya yang bawa Non," ucap Bodyguard menawarkan diri untuk membawa tas ransel Luka.

"Nggak usah Pak," tolak Luka lembut.

Sang Bodyguard membuka pintu mobil untuk Luka, setelah Luka masuk barulah mereka berdua membawanya menuju mansion Angkasa. Jalanan kota selalu ramai oleh kendaraan tapi untunglah tidak macet, langit terlihat mendung memunculkan awan-awan kelabu, tak butuh waktu lama mereka akhirnya sampai di depan mansion mewah milik Angkasa. Bodyguard dengan cetakan kembali membuka pintu mobil untuk Luka agar ia bisa keluar. "Silakan Non," ucap Bodyguard penuh hormat.

About Everything [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt