34. kelakuan

70 12 13
                                    

Hari Senin tiba, hari paling dibenci setiap orang. Kea kenapa gitu harus ada hari Senin, kenapa nggak Minggu aja tiap hari. Males banget kalo ketemu sama yang namanya Senin.

Pagi-pagi, sekitar jam tujuh kurang dua puluh menit, Kitashin sedang menunggu kehadiran seseorang dalam kelas. Nggak biasa banget datengnya telat, padahal biasanya barengan sama dia.

Belum juga dua menit, orang yang ditunggu Kitashin pun datang. Dengan wajah cerianya, dia berjalan ke tempat duduknya. Ada di barisan tengah, bangku depan sendiri. Anak pinter emang sukanya duduk di depan, jangan heran

"Suga! Ikut aku ke kelasnya Semi. Aku mau minta penjelasan sama dia." Shinsuke menarik pergelangan tangan Suga setelah Suga menyimpan tasnya. Suga dibuat bingung sama tingkah temennya yang satu ini. Kok tiba-tiba banget gitu loh, kan bisa ngomong dulu. Nggak pake acara narik narik segala. Dikira Suga kambing apa

"Apaan? Penjelasan soal apa? Gw nggak ngerti ini," Tanya Suga. Dia mengikuti tiap langkah kaki Shinsuke dari belakang.

"Kamu akan tau saat udah sampe di kelasnya Semi," Jawab Shinsuke datar dan melanjutkan pergi ke kelas Semi.

"Assalamualaikum!" Shinsuke masuk ke kelas Semi dengan nggak nyelow. Dan jangan lupain Suga yang kena tarik sama Shinsuke.

"Semi kamu harus jelasin ke aku sekarang juga!" Kata Shinsuke saat sampai di depan bangku Semi. Kedatangan Shinsuke membuat temen sekelas Semi jadi kaget. Ada apaan nih, mantan ketos kok dateng ke kelas gw? Kira-kira itu yang di pikiran mereka semua.

Semi melirik ke Shinsuke dan Suga yang masih bingung. Komuknya Suga lucu banget, dia bingung antara khawatir ke Semi atau ngikut alurnya Shinsuke. Karena berkat ketajaman mata Suga, dia bisa liat dengan jelas ada lebam disudut bibir Semi. Yang pasti Suga juga tau siapa pelakunya.

"Penjelasan apaan?"

"Tentang hari Sabtu kemarin. Teriakan dan suara pecahan kaca itu. Lebam di sudut bibir kamu, luka di dahi kamu, dan kantung mata kamu yang menghitam." Semuanya disebutin sama gadis berambut perak itu membuat Semi terkejut. Semi membulatkan matanya sejenak, sebelum kembali berwajah datar.

Lebam? Perasaan udah di tutup pake bedak deh tadi pagi masa keliatan.

Semi menutup mulutnya pake tangan dan menggeleng. "Lebam apaan? Ini cuma spidol doang, gw tadi main-main sama spidol dan kena mulut gw." Elak Semi.

"Aku bukan Ushijima atupun Daichi yang bisa kamu tipu Semi! Aku tau itu bukan cuma sekedar spidol, lebih baik kamu cerita sama aku."

Semi melihat ke Suga yang mengangguk.  "Ikut gw kalo lu mau denger cerita yang sebenarnya." Semi berjalan keluar menuju rooftop. Sesampainya di sana, Semi diam sejenak, mencari suasana nyaman untuknya sendiri, dan mulai cerita hal yang selama ini dia alami. Bahkan hal yang Suga nggak tau sekalipun.

Kalo kalian tanya apa Semi nangis pas cerita itu? Jawabannya iya. Luka yang udah dia simpen rapat-rapat terpaksa dia buka sendiri. Sakit, kecewa, sedih, marah, semuanya menjadi satu dalam dada Semi. Air mata bahkan nggak berhenti berhentinya turun dari mata abu itu. Sebenarnya bisa aja Semi boong dan ngarang cerita buat diceritain, tapi Semi udah kepalang capek sama segalanya. Dia nggak mau lagi boongin perasaannya dan milih berkata jujur.

"Kenapa kamu nggak ngelaporin ke polisi? Ini lebih dari cukup buat ayah kamu di penjara," Tanya Shinsuke. Dia mungkin tau gimana rasanya kecewa sama sosok laki-laki yang menyandang gelar ayah itu. Makanya Shinsuke mendukung keras Semi buat laporin ayahnya sendiri.

Semi menggeleng. "Gw tau itu, tapi gimana pun, mama masih mau laki-laki itu berubah. Jadi mama nggak laporin dia."

"Gw malah sempet punya pikiran buat bunuh bokap gw sendiri tau nggak. Saking capeknya sama kelakuannya," Kata Semi dengan kekehan yang penuh kekecewaan.

Garis TakdirWhere stories live. Discover now