63. Buku yang sama

77 7 4
                                    

Sudah seminggu Iwa keluar dari rumah sakit. Keadaannya pulih dengan cepat dan tidak mengkhawatirkan seperti sebelumnya; yang hanya berbaring di kasur. Lusa Iwa sudah bisa kembali ke sekolah seperti biasanya. Melakukan hal klise seperti dulu lagi. Mandi, memakai seragam, sarapan, lalu berangkat ke sekolah.

Sekolah seperti biasa, tapi tidak ada satupun ingatan tentang sekolahnya. Teman-teman, guru, tempat, jadwal pelajaran, bahkan lokasi sekolahnya saja Iwa tidak ingat. Tidak ada satupun yang diingatnya.

"Lusa kamu masuk, kan? Aku udah bantu salin catatan selama kamu nggak masuk. Soal tugas udah aku kerjain dan kumpulin langsung, jadi kamu nggak perlu khawatir."

Itu Oikawa dengan segala ucapannya kepada Iwa. Cerocosan Oikawa hanya dibalas singkat oleh Iwa. Seperti hm, nggak, iya, dan terserah. Persis seperti saat Iwa masih malu-malu untuk mengaku jika dia menyukai Oikawa. Tapi kali ini, jawaban itu pure karena Iwa merasa terganggu dengan kehadiran Oikawa.

Kecelakaan itu membuat semua perkembangan jalan cerita cinta Oikawa hancur. Hilang ingatan, hilang juga perasaan. Mati. Cinta yang tumbuh layaknya pohon besar kini sudah mati terbakar, menyisakan potongan tajam kayu dan abu sisa pembakaran.

"Lo bisa diem nggak sih? Juga, jangan pake kamu-kamu segala, ngeri gue dengernya," ucap Iwa menyela Oikawa yang masih terus berbicara.

Sore hari yang cerah mendadak menjadi gelap, Oikawa terdiam sejenak mendengar ucapan Iwa. Tapi tidak lama kemudian, cowok itu kembali mengoceh tentang berbagai hal. Mulai dari bercerita tentang Bokuto yang tak bisa ditebak, Suna dan Tsukishima yang tukang julid, bahkan sampai Ushijima yang polos nyrempet bego, semua Oikawa ceritakan. Bermaksud untuk mengembalikan ingatan Iwa secara perlahan. Dibarengi menahan rasa sakit yang mendera di hatinya saat ini.

Dokter bilang, menceritakan hal-hal tentang Iwa atau teman dekat bisa menstimulus sel-sel yang berkaitan dengan ingatan yang hilang. Meski tidak selalu berhasil, tapi setidaknya Oikawa mau mencoba segala cara agar ingatan Iwa bisa kembali.

"Kenapa? Suaraku terlalu mempesona, ya, makanya disuruh diem? Biar orang lain nggak dengar, terus kamu simpan suaraku buat kamu sendiri? Licik, ya, kamu," goda Oikawa.

Oikawa yang suka menggoda Iwa, mungkin ini juga bisa mengingatkan Iwa tentang masa dulu. Apapun, akan Oikawa coba untuk mengembalikan Iwaizumi-nya yang dulu.

"Gausah kepedean deh, lo! Sok kecakepan banget jadi orang."

Sok kecakepan dan kepedean, Oikawa sudah sering dengar itu dari orang lain. Rasanya biasa saja, tidak marah ataupun kesal, malah Oikawa senang. Tapi kali ini berbeda. Sakit, itu yang ia rasakan di hatinya. Entah kenapa, tapi ini benar-benar menyakitkan.

"Jahat banget ih, mulutnya. Ntar kalo ayah denger kamu dimarahin, lho."

"Peduli setan."

Tidak beda jauh tapi sangat berbeda. Dulu Iwa mungkin akan mengatakan itu, tapi dengan maksud bercanda. Sekarang jangankan candaan, mungkin rasanya Iwa ingin membungkam Oikawa dan menendangnya keluar dari rumah. Cowok yang dulunya ia puja dan cinta kini sudah tidak lagi sama di matanya. Sudah tidak ada lagi rasa, yang ada hanya hampa tiada duga.

Apapun yang Iwa ingat soal Oikawa cuma sebatas teman masa kecil. Tetangga, dan sosok yang mengganggu. Wajar saja, Oikawa sejak dulu memang suka mengganggu dan menyebalkan, makanya Iwa hanya mengingat sisi buruknya saja. Benar-benar tidak ada satupun ingatan ataupun rasa cinta terhadap Oikawa di diri Iwa. Kecelakaan itu merenggut semua kisah mereka.

Sebelum berlanjut, mari berandai-andai sejenak.

Andai Iwa tidak turun dari mobil, apa yang mungkin terjadi selanjutnya?

Garis TakdirWhere stories live. Discover now