46. Hilang, selamanya

56 15 6
                                    

Jarum jam menunjukkan pukul 12.23 tengah malam. Malam semakin larut dan jalanan semakin lengang. Di kantor polisi terdekat, Semi dan Ushijima dimintai keterangan atas kejadian yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu. Disertai nafas yang menderu dan detak jantung yang tak beraturan keduanya menjelaskan dengan rinci. Termasuk kekerasan yang Semi alami, karena dipaksa oleh pihak kepolisian untuk berkata sejujurnya. Meski sebenarnya Semi tak rela, tapi Semi juga ingin keadilan untuknya. Bukan keinginannya untuk lahir di dunia, kan.

"Baiklah, terimakasih atas kerja samanya. Kami akan menindak lanjuti ini dengan baik. Kami harap korban dalam keadaan baik juga." Semi hanya bisa mengangguk sambil tersenyum palsu menanggapi pernyataan polisi tersebut. Pikirannya masih kalut akan keadaan ibunya. Meski dia belum tahu benar, tapi terlihat jelas sekali ada yang tak beres dengan ibunya.

Kedua insan itu melangkah pergi dari salah satu ruangan di kantor polisi. Di luar sudah ada pengawal yang dipanggil Ushijima tadi menunggu di depan berdiri santai di samping mobil milik tuan mudanya. Melihat Ushijima keluar, pria itu langsung menghampiri Ushijima guna menanyakan keadaan. Tapi tak di jawab oleh Ushijima dan malah mendapat uluran tangan.

"Iya?"

"Kunci." Sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya pria itu menyerahkan kunci mobil pada Ushijima.

"Nggak papa, kan?" Pertanyaannya bahkan diabaikan lagi untuk kedua kalinya.

Semi yang khawatir akan kondisi ibunya berlari menuju rumah sakit terdekat yang dia yakini ada ibunya di sana. Karena nggak mungkin pasien dengan kondisi darurat akan dibawa ke rumah sakit yang jaraknya jauh. Ushijima mengejar gadis itu dengan tergesa, menahan tangannya agar berhenti berlari.

"Napa lagi sih! Gw buru-buru!" Sentak Semi saat Ushijima menahan pergelangan tangannya.

"Kamu mau kemana?"

"Kuburan, ya rumah sakit lah! Pake nanya segala," Jawab Semi ketus. Mencoba melepas tangan Ushijima namun tak kunjung dilepaskan.

"Ini udah larut, besok pagi aja kita ke sana."

"Come on, ini baru jam satu!" Bantah nya masih berusaha melepas tangan Ushijima. "Gw itu khawatir sama nyokap gw."

"Ibu kamu pasti udah ditangani sama pihak rumah sakit, kamu nggak perlu khawatir."

"Nggak perlu khawatir lu kata? Nyokap gw keadaan kayak gitu, lu bilang nggak perlu khawatir? Gila lu ya?" Ushijima terdiam mendengar jawaban Semi.

"Nggak, bukan gitu maksudnya. Aku cuma-" Semi mengangkat tangannya menghentikan ucapan Ushijima.

"Lu nggak usah bilang apapun lagi, gw juga nggak minta bantuan lu kan kali ini. So, nggak usah ngelakuin apapun lagi," Kata Semi pergi meninggalkan Ushijima mematung di depan kantor polisi berdua dengan pengawalnya.

"Tuan muda?"

"E eeh untung nggak jatuh kuncinya." Ushijima melempar kembali kunci mobil yang tadi dia minta ke pengawalnya dengan sembarang. Remaja itu berlari menyusul gadis yang tadi telah mengatainya gila, mengabaikan kembali pria paruh baya yang kelihatannya khawatir akan keadaannya.

"Resign aja nggak sih harusnya," gumam pria itu karena diacuhkan oleh tuan mudanya untuk kesekian kalinya.

Semi berjalan cepat menuju halte sekitar, mungkin saja ada bus yang masih lewat di jam seperti sekarang. Namun tetap saja, malam sudah sangat larut, tak mungkin ada kendaraan umum yang masih beroperasi. Karena itu juga Semi mengurungkan niatnya untuk naik bus dan memilih berjalan kaki untuk ke rumah sakit.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang