18. way or nay?

109 19 13
                                    

Rabu malam, seekor burung sedang bertengger di balkon kamarnya. Menatap tepat pada seekor burung lain di depannya. Nggak ada komunikasi yang tercipta, tapi setetes liquid bening mulai mengalir dari manik salah satunya. Seolah ada yang bikin menangis, padahal nggak sama sekali.

Iwaizumi memandang lekat pada cowok yang berdiri jauh di depannya. Emang harus ya, gw berhenti berhubungan sama dia? Pikirnya. Kejadian kemaren sore di kafenya Suna masih membekas kuat di kepalanya. Saat Oikawa nyebut sebuah nama, yang dia tau apa artinya.

"Gw udah jatuh ke lu, wa. Tapi kenapa harus kayak gini?" Tanya Iwa pada dirinya sendiri. Karena nggak ada yang bisa dengar dia ngomong apa, nggak ada juga yang peduli.

Rumah yang selalu sepi karena nggak ada orang yang mau ngeramein, jadi temannya selama 18 tahun dia hidup. Andai dia punya adek, mungkin Iwa nggak bakal kesepian kayak sekarang. Kondisi luar emang terlihat rame, dengan lampu yang menyala dimana-mana, tapi hati Iwa perlahan meredup. Karena keraguan menyerangnya lagi. Lebih lagi, kali ini dia ragu sama Tuhannya.

Apa Tuhan mau dia dan Oikawa nggak bersatu? Kalo gitu, kenapa harus ditemuin sebagai sahabat? Kenapa nggak jadi orang yang terasing aja? Biar sekalian nggak kenal sama sekali.

Tuk

Tangg

Kluntang

Suara itu membuat atensi iwaizumi teralih. Yang awalnya melihat ke langit jadi ke bawah. Di sana ada Oikawa yang mencoba melempar sesuatu dari bawah. Iwa nggak mencoba mengambilnya. Dan setelah beberapa kali mencoba, akhirnya benda itu sampe di balkon kamar Iwa.

Sebuah kaleng, yang bagian bawahnya ada tali. Mainan jaman dulu, yang sering banget dimainin sama mereka. Tapi kenapa harus pake ginian kalo ada ponsel.

Setelah berhasil melempar satu kaleng ke balkon kamar Iwa, Oikawa berlari menuju halaman rumahnya. Melempar satu lagi kaleng yang dia pegang ke balkon kamarnya. Beberapa kali kaleng itu jatuh, dan kena kepalanya Oikawa. Membuat iwaizumi yang liatnya jadi terkekeh karena lucu.

"Sialan, susah banget sih!!" Ucap Oikawa sambil terus melempar kaleng yang dia pegang.

"Wooh berhasil!" Oikawa lalu berlari masuk ke rumahnya dengan tergesa-gesa.

Semenit kemudian, Oikawa muncul lagi di depan iwaizumi. Tapi bukan di depannya langsung, ada jarak yang misahin mereka berdua. Oikawa mengkode iwaizumi biar nempelin kaleng yang ada di dekatnya ke telinga. Dan dilakuin sama Iwa dengan takut.

Alasan Iwa ngerasa takut itu karena takut aja. Takut kalo dia udah dibawa terbang jauh banget, dan tiba-tiba dijatuhkan tanpa aba-aba. Iya kalo pas jatuh masih bisa pose, kalo nggak kan nggak elite.

"Iwa-chan." Suara Oikawa bisa Iwa dengar dengan samar melalui kaleng yang dia tempelin di telinganya. Iwaizumi nggak menjawabnya, dan menunggu kata-kata yang mau Oikawa ucapin. Semenit sudah Oikawa diam, membuat Iwa membuka suara.

"Apa?"

Bukannya jawaban yang iwaizumi dapet, malah kekehan bahagia dari seberang sana. Nih kenapa, sih. Batin Iwa.

"Akhirnya Iwa-chan mau ngomong juga. Gw kangen sama Iwa-chan. Emang Iwa-chan nggak kangen sama gw?" Tanya Oikawa masih diselingi sama tawa bahagia. Terdengar bahagia banget, sampe menusuk relung hati.

Iwa diam lagi, bingung mau jawab apaan.

"Nek kangen omong kangen, gak sah tukaran wae."
(Kalo kangen bilang kangen, jangan bertengkar saja)

"Mbok di eman-eman hubunganne....."
(Tolong di sayang dan di jaga hubungannya)
Lagu itu berasal dari mulut Oikawa. Dibarengi sama musik instrumental yang nggak tau sejak kapan udah bunyi.

Garis TakdirUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum