52. Mereka yang sekarang mencoba

57 11 3
                                    

"Week end gue jadi ancur gara-gara lo, Kur. Harusnya gue nggak keluar, dan harusnya gue nggak nyamperin lo, harusnya gue nggak ngajak lo ngobrol sampek bikin gue jadi ancur gini," ucapnya dari tadi sembari menelusuri jalanan yang cukup sepi tersebut. "Penyihir lo, emang!"

Kuroo yang jadi biang kerok, atau itu yang Yaku ucapkan, hanya memasang wajah pasrah dan terus berjalan beriringan dengan cewek yang menyebutnya penyihir. Iya, penyihir hatinya. Sesekali mengangguk mengiyakan ucapan Yaku yang tak masuk di akalnya. Menyalahkannya tapi dia sendiri suka dengan kejadian beberapa menit lalu. Kenapa cewek rumit banget sih?

"Iya gue penyihir, dan lo tumbal penyihirnya. Jadi lo nggak bisa nolak gue," kata Kuroo yang akhirnya mau menanggapi ocehan Yaku. "Sekarang siniin tangan lo!" titahnya dan ditolak mentah-mentah oleh Yaku.

"Nggak mau, lo kan penyihir, ntar kalo gue lo makan Mak gue nyariin."

Kuroo memutar bola matanya jengah, mengambil paksa tangan kecil itu dari samping badan Yaku. Menggenggamnya erat seakan tak akan pernah dia lepaskan sama sekali. Senyuman tersungging di wajah mereka berdua. Mengingat perkataan Kuroo beberapa menit lalu selalu membuat Yaku salah tingkah, hingga bisa saja dia akan mencelupkan kepalanya ke sembarang tempat, asal bisa tersembunyi sementara.

Dengan beraninya Kuroo mengatakan hal yang sama sekali nggak Yaku duga akan terucap. Tentu saja Yaku senang akan perkataan Kuroo, namun terlalu mendadak. Sangat mendadak sekali, hingga rasanya sangat menyakitkan sekaligus membahagiakan.

Kuroo ambil kedua tangan cewek di depannya, meletakkan salah satunya di dada kirinya sendiri. Dari matanya tersirat perintah agar tak menolak ataupun memberontak, dan itu Yaku lakukan. Semakin lama semakin cepat juga rasanya. Detak jantung Kuroo.

Yaku sempat kaget saat merasakan detak jantung yang begitu tak beraturan, cepat, seakan benda itu bisa lompat kapan saja dari dalam tubuh itu. Tapi menilik lagi kebelakang, Yaku mencari-cari alasan, mengapa Kuroo ikut jadi berdegup seperti ini. Hingga berhenti di saat Yaku memegang area jantungnya, sama seperti yang lakukan kepada Kuroo sekarang. Kuroo khawatir akan dirinya, takut dirinya kenapa-napa, hingga jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Benar-benar khawatir, dan bukan caper semata.

"Maaf." Kata itu terucap dari bibir mungil Yaku. Merasa dirinya bersalah karena membuat orang yang -ekhemm- yang dia sukai menjadi khawatir. Yaku menunduk dengan sebelah tangan yang masih ada di dada Kuroo dan air mata yang mulai turun lagi.

"Lo mau gue maafin atau nggak?" tanya Kuroo yang langsung saja mendapat anggukan sebagai jawaban. Mungkin apapun akan Yaku lakukan untuk mendapat maaf itu. "Angkat kepala lo!"

Yaku menurut, mengangkat kepalanya dengan perasaan yang carut-marut. Tangan yang ada di dada Kuroo perlahan turun, tapi pegangan di pergelangannya masih belum lepas, malah semakin erat. Bahkan belum sempurna tangannya turun, tiba-tiba daksanya tertelan oleh tubuh yang lebih besar daripada dirinya. Wajahnya tenggelam diantara dada seseorang hingga bisa Yaku rasakan detak yang sekarang sangat nyaman untuk di dengar.

Yaku nggak akan berbohong, berada dalam pelukan yang ia yakini adalah Kuroo begitu nyamannya. Hingga Yaku yakin ia akan tenggelam dengan sangat saat dipeluk oleh Kuroo. Katakan Yaku lebay, tapi memang senyaman itu berada dalam dekapan Kuroo, seseorang yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

Beberapa menit berpelukan, hingga Kuroo melepaskan pelukannya hanya untuk memberi kepastian kepada cewek di depannya. Kuroo tatap kedua nayanika hazel itu dengan tatapan teduh yang belum pernah Yaku lihat ditujukan kepadanya. Dia pernah melihat tatapan ini, tapi bukan untuknya, dan sekarang tatapan teduh ini tertuju untuknya.

"Gue minta maaf, karena gue nggak peka sama perasaan lo. Maaf karena udah sakitin hati lo, dan maaf karena udah bikin lo jatuh cinta. Gue nggak nyangka tindakan suka-suka gue ternyata berdampak besar ke perasaan lo. Gue beneran nggak nyangka." Mulai dari yang hanya sekedar membantu membuka tutup botol hingga menggendongnya pulang pun Kuroo lakukan tanpa ada niat lain selain membantu. Dan akhirnya tindakan-tindakan itulah yang membuat Yaku jatuh cinta kepadanya. Cinta ada karena terbiasa 'kan, terbiasa bersama, terbiasa berdua, semua berawal dari terbiasa.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang