13. don't leave me, mom!

185 35 0
                                    




"Bu....apa kau merasa lebih baik?" Setelah membantunya meneguk air, Jungkook kembali membantu ibunya untuk kembali berbaring.

Siang itu ibunya kembali sadar, sesuai prediksi. Dan setelah para dokter kembali memeriksa keadaannya, Jungkook berniat berbicara lebih dalam kepada ibunya.

"Gadis itu.....Yuna. dia, pasti ketakutan..... melihatku" suaranya terdengar lemah. Jungkook duduk dikursi samping ranjang ibunya, menggenggam tangan kurusnya yang bebas dari jarum.

Menyadari kecemasan dari ibunya, Jungkook menghiburnya dengan mengusap lembut punggung tangannya. "Mm, dia menangis banyak semalam. Tapi kau tidak perlu khawatir.... Dia sudah tenang sekarang"

"Dimana dia...?"

"Aku menyuruh supir mengantarnya pulang. Lagi pula, dia harus sekolah hari ini"

Nyonya Jeon mengangguk. Dia hanya berusaha sedikit mengulur waktu sebelum mulai memasuki topik yang lebih sensitif. Dia tahu, bahkan hanya dengan tatapan mata Jungkook.

"Ibu...."

"Maafkan aku" sela ibunya. Bahkan sebelum dia melanjutkan ucapannya ibunya telah memotong dengan ucapan maaf. Tanpa bertanya pun, Jungkook mengerti. Itu pasti benar.

"Mengapa? Mengapa kau melakukan itu...?" Tanya Jungkook dengan wajah sendunya. Sebelum ini, dia yakin apa yang di katakan dokter kemarin tidaklah benar. Namun mendengar ucapan maaf ibunya sekarang, bahkan jika Jungkook mau dia tidak dapat menyangkalnya. Ibunya benar-benar tidak meminum obatnya lagi. "Apa kau sudah tidak ingin melihatku lagi?"

Keduanya paham betul. Tanpa obat, nyonya Jeon telah lama tidak akan bisa bertahan. Dan Jungkook selalu mendengar ibunya mengatakan jika dia masih ingin hidup untuk melihat menantu dan cucunya suatu hari nanti.

Mendengar pertanyaan putranya, nyonya Jeon buru-buru mengeratkan genggamannya. "Tidak.....bukan begitu. Hanya saja.... Jungkook! Aku selalu ingin hidup lebih lama. Aku belum siap meninggalkan mu sendirian..... Di dunia yang kejam ini! Aku... Masih ingin hidup sampai hari dimana aku....melihat putraku berdiri di altar, mengucapkan janji suci....untuk gadis baik. Aku juga.... Ingin melihat cucu pertamaku...."

Nyonya jeon berbicara dengan begitu lambat. Namun Jungkook dengan sabar mendengarnya sampai selesai tanpa memotong. "Maka... Berjanjilah padaku untuk tidak melakukan ini lagi! Kau tidak boleh melupakan obatmu lagi...."

Nyonya jeon buru-buru mengangguk setelah melihat mata putranya yang telah memerah. Jungkook selalu lemah untuk wanita yang telah melahirkannya. "Mm, aku akan! Hanya saja...beberapa hari terakhir ayahmu mengunjungiku di mimpi..... Karena itu aku berniat berhenti berjuang dan pergi bersamanya "

"Kau tega meninggalkan ku?"

Itu niat awalnya. Namun sekarang, setelah melihat putranya lagi, dia kembali merubah niatnya. Dia masih ingin hidup seperti niat awalnya. Jadi, dia buru-buru menggeleng. "Tentu tidak! Aku.... Tidak akan pernah tega"

Seorang anak yang telah dewasa pasti akan tetap terlihat bayi di mata ibunya. Sedewasa apapun, berapapun umurmu, kau tetap hanya anak kecil di mata mereka. "Jungkook...maaf ibu membuatmu khawatir "

"Mm, itu untuk yang terakhir!" Jungkook menunduk untuk mengecup punggung tangan ibunya.

"Apa kau tidak tidur semalaman? Kau terlihat lelah...."

"Aku cukup istirahat, tidak perlu khawatir" nyatanya Jungkook hanya tidur beberapa jam sebelum bangun pagi-pagi sekali. Dia tidak bisa tidur tadi malam dan hanya bisa menggenggam tangan ibunya. Dia menggerakkan tangan ibunya seolah-olah itu menepuk kepalanya yang bertumpu pada ranjang yang ditempati ibunya. Itulah yang biasanya dilakukan wanita tua itu jika Jungkook tidak bisa tidur. Nyatanya, itu efektif.

"Apa kau lapar?" Jungkook bertanya sambil melirik jam. Dilihatnya pukul 1 siang, dan ibunya telah melewatkan sarapan karena baru saja bangun.

Melihat ibunya mengangguk, dia beranjak dan mengambil makanan yang telah dia beli pagi tadi. Jungkook begitu paham bahwa ibunya sama sekali tidak menyukai makanan rumah sakit. "Aku akan menyuruh seseorang menghangatkan ini terlebih dahulu"


-------

Sinb, gadis itu berdiri didepan pintu rumah sakit. Dengan tas yang lumayan besar di tangan kanannya, dia berjalan perlahan keluar dari sana.

Angin siang itu langsung menerpanya seolah menyambutnya yang telah keluar dari rumah sakit. Begitu kakinya menginjak anak tangga terakhir, dia berhenti. Memejamkan mata, dia menghirup udara dalam-dalam.

Dia hanya berada di rumah sakit selama 2 hari, namun rasanya begitu melegakan setelah keluar dari ruangan itu. Tidak ada jarum, tidak ada bau obat, tidak ada bau desinfektan dan yang paling dia benci adalah bau pewangi lantai rumah sakit. Itu benar-benar menyengat.

Masih dengan perban di kepalanya, rambutnya yang tidak diikat bertebaran ketika angin menyapu. Seolah memberi tahu orang-orang betapa halusnya rambutnya.

Tintt tintt

Melihat mobil ibunya berhenti didepannya, dia kembali melangkah untuk masuk kedalamnya.

Begitu dia menutup pintu, dia menatap jalanan ketika mobil berjalan.

"Aku akan bercerai dengan ayahmu..." Sinb menoleh untuk menatapnya. Meminta penjelasan. "Tentu kau tahu alasannya"

Selain karena Jessica yang lelah bekerja hanya untuk melunasi hutang suaminya yang semakin hari semakin menumpuk, dia juga marah dengan tindakan brengsek suaminya yang memukuli putrinya. Hati ibu mana yang masih akan tenang melihat putrinya dipukul seperti itu.

"Sinb....mulai sekarang kita hanya akan hidup berdua. Kita saling bergantung, dan aku berjanji tidak akan memperlakukan mu seperti sebelumnya. Kau boleh melakukan apapun yang kau suka, aku tidak akan melaramgmu....oke?"

Sinb tersentuh. 20 tahun dia hidup hanya ingin mendengar ibunya yang mengatakan kata-kata seperti itu dengan nada lembut itu lagi.

"Terimakasih....ibu"

"Kau tidak boleh terluka lagi! Brengsek itu, pasti tidak akan melepaskan kita dengan mudah! Karena itu dimasa depan, usahakan menjauhlah sejauh mungkin dari orang itu" Jessica menghela napas. Dia telah mengurus perceraiannya kemarin, namun si brengsek Hwang tua tidak menyetujuinya begitu saja. "Aku akan berusaha keras dalam hidup kita...."

Mobil itu melaju dengan kecepatan stabil, dan tidak lama kemudian berhenti didepan rumah mereka.

Dari dalam, SinB bisa melihat seorang gadis yang berdiri didepan pintu masuk. Gadis itu masih mengenakan blazer panjangnya, kacamata hitam, dan disamping gadis itu ada sebuah koper yang lumayan besar.

Gadis itu berdiri dan hendak mengetuk pintu sebelum mendengar suara raungan mobil sebelum berhenti, lalu berbalik.

Melihat dengan jelas wajah gadis itu, SinB dengan cepat membuka pintu.

"Sinb!" Sama dengan sinb, gadis itu terlihat berlari menuruni tangga didepannya,lalu menerjang tubuh sinb untuk memeluknya. "Aku merindukanmu! Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Moonbin bercerita bahwa.... Bahwa ayahmu..."

"Aku baik!" Sinb memotongnya sebelum gadis itu dapat menyelesaikan kalimatnya. "Terimakasih telah mengkhawatirkanku, eunseo!"

Keduanya berpelukan erat. Sinb menepuk punggung gadis bernama eunseo itu. "Mengapa kau sudah kembali? Kau masih memiliki liburanmu selama 1 Minggu...."

Eunseo melepaskan pelukannya lalu memandang wajah SinB, cemberut. Wajahnya memerah, "gadis bodoh! Sahabatku terluka, bagaimana aku masih menikmati liburanku?"

"Kau yang bodoh! Terluka apa? Aku baik-baik saja sekarang....."

Jessica yang memandang dari mobilnya, tersenyum. Dia tidak pernah tahu bahwa putrinya memiliki sahabat yang begitu baik. Dia keluar setelah memarkirkan mobilnya. "Gadis-gadis, ayo masuk! Udaranya semakin dingin, sepertinya akan hujan..."

Eunseo tahu tentang ibu SinB. Dia melirik SinB yang sekarang tersenyum dan mengangguk. Eunseo adalah gadis pintar, SinB tidak perlu bicara dan eunseo langsung paham. Eunseo tersenyum, turut bahagia untuk sahabatnya.

"Ayo masuk....."







Film Out ✓Where stories live. Discover now