04. Keputusasaan

2.5K 205 6
                                    

Kicauan burung serta sinar matahari berhasil menghiasi aktifitas penduduk. Suasana tersebut mendukung aktifitas Ayu yang sedang bertumpu di halaman belakang Pondok bersama Denai. Ayu mengawasi kegiatan Denai yang sedang memasak sambil diajari olehnya.

Pandangannya tak luput dari gerak gerik Denai. Mulai dari menyiapkan beberapa kayu yang diletakkan di cerobong batu berbentuk persegi. Api dinyalakan dengan pematik, lalu Denai meniup sumber api dengan sebuah bambu hingga api mulai menyebar membakari kayu.

Ketika api terlihat meninggi, Denai meletakkan panci dan penggorengan ke atas wadah rakitan sebagai penyanggah dan diletakkan di atas api.

Ayu masih diam memerhatikan Denai yang telah memasukkan air ke dalam panci dan penggorengan, ia merasa bahwa dirinya benar berada di pedalaman yang sangat jauh dari kota.

Peralatan, senjata dan perabotan rumah disana memang sangat berbeda seperti kota. Benar-benar hidup berdampingan dengan alam.

Senjata mereka dibuat dari bahan bilah bambu dengan getah pohon sebagai racun. Ada juga senjata berbentuk panah yang mereka buat, senjata tersebut lebih sering mereka pakai untuk berburu hewan dan ikan di sungai.

Namun ada juga senjata runcing mirip seperti pisau, berwarna abu-abu gelap dengan gagang yang dililit dengan kain tambang.

Peralatan dan perabotannya juga murni terbuat dari seratan kayu, kain tambang, beberapa lembaran daun serta beberapa kelopak bunga. Penerangan lampu pada malam hari hanya menggunakan lilin saja.

Yang terlihat modern hanya pakaian adat suku yang terbuat dari sutra, berwarna coklat kayu dihiasi dengan aksen corak dan guratan melengkung berbentuk pola abstrak.

Bahkan adat berpakaian di sana juga memiliki ketentuan; untuk perempuan yang belum menikah berpakaian panjang lurus selutut tanpa lengan. Mengenakan kalung panjang sedada berbandul bunga berwarna merah, dan memakai kain coklat yang dililit di kepala.

Untuk perempuan yang sudah menikah bedanya hanya berpakaian menutupi lengan. Mengenakan kalung panjang berbandul bunga berwarna emas, dan memakai kain berwarna emas di kepala. Persis seperti yang dikenakan oleh Denai dan Ayu.

Untuk pakaian laki-laki di sana memakai celana panjang berwarna coklat kayu, dipakai oleh yang belum menikah maupun sudah menikah. Hanya berbeda dengan warna sabuk celana, laki-laki yang belum menikah memakai sabuk hitam, sedangkan yang sudah menikah memakai Sabuk Emas.

Laki-laki tidak mengenakan pakaian atas, kecuali saat ada acara resmi seperti penyambutan tamu dari khusus, pemberkatan, pernikahan, pelantikan dan acara pemakaman. Di acara tersebut mereka memakai pakaian atasan berwarna biru laut berkerah sampai perut dan berlengan panjang.

Ayu berdiri di samping Denai, ia melanjutkan untuk menumbuk beberapa sayuran hingga menyatu seperti yang telah Denai lakukan sebelumnya. Kemudian Denai menyiapkan daging besar yang telah dilumuri bumbu berwarna kuning kemerahan, lalu langsung dimasukkan ke dalam panci tanpa diiris atau dipotong dahulu.

Setelah selesai menumbuk dan ditaruh kedalam penggorengan, Ayu duduk bersebalahan dengan Denai dan ikut mengaduk daging dan sayuran yang sudah terlihat matang. Denai mengambil dua wadah besar dan mengangkat panci serta penggorengan tersebut untuk dituangkan kedalam wadah.

Kegiatan memasak telah selesai, Denai meminta Ayu untuk membersihkan diri setelah mereka membereskan peralatan masak dan meletakkan masakan di atas meja makan. Ayu mengangguk dan melangkah menuju kamar.

Ayu tidak menampak sosok suami nya didalam ruangan, terakhir sebelum menuju dapur ia masih melihat Arraf belum beranjak dari tidurnya. Tanpa berpikir panjang, Ayu bergegas menuju ke kamar mandi.

Lentera Kanwi (Repost)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن