31. Keputus Asaan

665 64 0
                                    

Sudah tiga hari.

Sudah tiga hari selama tujuh puluh dua jam lamanya Arraf tidak pulang ke Pondok. Sudah tiga hari keberadaan Arraf belum ditemukan. Sagar dan beberapa orang lainnya berusaha mencari keberadaan Arraf; Satuk, Mian, Doli, Bagas, bahkan Denai, Mekar, Gita dan beberapa orang lainnya mencari pria itu. Namun hasilnya nihil, Arraf benar-benar tidak ditemukan bagaikan ditelan bumi.

Ayu duduk didekat jendela kamar sambil melihat ke arah Hutan, cuaca yang cukup cerah memudahkannya untuk menangkap sosok yang ia tunggu selama ini keluar dari persembunyiannya. Dan selama tiga hari ini pula Ayu hanya duduk di kursi kayu itu sambil menatap arah keluar jendela dengan tatapan kosong.

Wajah yang pucat pasi, pipi semakin tirus ke dalam serta badan terlihat kurus, dengan kantung mata sudah terlihat gelap karena kurang tidur. Ayu berhasil menjelma seperti mayat hidup di sana, kegiatannya hanya terus duduk tanpa melakukan apapun. Setiap pemberian makanan yang dibawakan oleh Denai, Mekar maupun Gita tidak disentuh olehnya, dilirik saja enggan.

Beberapa kali dibujuk untuk memakan sedikit meskipun hanya sesuap saja, namun tetap Ayu bergeming seperti patung. Meskipun Denai berhasil membuat makanan itu masuk kedalam mulutnya, makanan tersebut tidak ia telan sedikit pun, dikunyah atau dicecap saja tidak.

Satuk berdiri memandangi Ayu dibalik daun pintu dengan tatapan sendu. Sudah tiga hari juga ia hanya melihat Ayu duduk berdiam diri didekat jendela sambil memerhatikan arah Hutan. Hatinya mencelos, napasnya begitu berat untuk dihirup saat ia menatap wanita pujaan hatinya hidup tanpa memiliki jiwa.

Kemudian Satuk masuk ke dalam kamar, kedua kakinya berjalan pelan mendekati Ayu. Tidak berbeda dengan tiga hari ini, Ayu hanya diam terpaku memandangi hutan dengan tatapan kalut. Menunggu dan berharap mantan suaminya pulang ke Pondok.

Satuk membungkukkan badan lalu bersimpuh menghadap Ayu, kemudian menatapnya dengan lekat. Satuk memegangi kedua tangan Ayu yang bertengger di atas paha, mengusap lembut lalu kembali menatap wajah Ayu yang semakin pucat. Kedua matanya masih menunjukan bengkak karena menangis dan gelap akibat kurang tidur, banyak gurat merah di matanya. Bibir ranumnya juga kering hingga kulit bibir terkelupas.

Pria itu menghela nafas, pandangan nya kembali turun melihat kedua punggung tangan Ayu yang juga terasa kasar dan kering. Ibu jarinya mengusap permukaan punggung tangan itu, sambil ia memikirkan cara supaya Ayu tidak terus seperti ini.

Tiga hari kepergian Arraf membawa dampak buruk yang begitu luar biasa. Satuk tidak kuat, melihat Ayu seperti ini hanya karena Arraf. Bagaimana bila pria itu tidak kembali lagi? Mungkin wanita ini akan mati perlahan di depan matanya.

Tiga hari tanpa senyum wanita itu begitu terasa dingin untuk pria berumur dua puluh delapan tahun itu. Ia ingin Ayu bisa kembali lagi seperti dulu, kembali bersikap manja meskipun bukan kepadanya, kembali tersenyum dan ceria meskipun bukan karena dirinya.

Ia tahu, saat ini Ayu begitu terpukul. Cobaannya saat ini menguras emosi dan tubuhnya, begitu berat ia jalani. Ayu harus menanggung resiko akibat peristiwa kelam sepuluh tahun yang lalu, peristiwa yang sama sekali Ayu tidak tahu-menahu dan tidak melibatkan dirinya.

Mengingat Satuk mengetahui segala hal tentang latar belakang wanita ini, Satuk kembali menghela nafas berat. Bagi Satuk, Ayu adalah wanita yang kuat untuk memikul kehidupan yang tidak adil ini.

Ayu bukanlah darah daging dari Oniel Sendjaja, Ayu tidak mendapatkan perhatian khusus dari kedua orang tuanya, Ayu disekap dan ingin dibunuh oleh orang yang tak dikenal, tenggelam ke dasar Sungai Langsa dan jatuh terjun ke jurang, hingga ia ditemukan di tepi Danau dalam keadaan cukup mengenaskan. Dan sekarang Ayu diceraikan oleh pria yang memiliki dendam dengan Sendjaja.

Lentera Kanwi (Repost)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora