09. Hukuman

1.9K 156 4
                                    

Suasana Suku Kanwi begitu hangat, terlihat para penduduk kembali beraktifitas seperti biasa. Kicauan burung mengiringi aktifitas di sana, dan sinar matahari begitu terik hingga meresap ke dalam tanah.

Peristiwa kemarin langsung terlupakan oleh mereka, seolah tidak terjadi apapun. Dan bahkan mereka membuka diri kembali kepada Ayu. Mereka mengajak Ayu untuk memasak bersama, ada juga yang mengajaknya untuk menenun pakaian Adat.

Namun Sagar memberi titah untuk tetap berada di Pondok, karena dirinya belum sepenuhnya pulih. Dengan telaten Denai mengganti perban yang telah dibubuhi obat baru di dada Ayu. Luka tersebut memang butuh perawatan khusus, sehingga Denai selalu mengecek ketahanan obat di perban itu.

Ayu hanya bisa memandangi Denai yang serius membaluti perban. Tidak mau memecahkan fokusnya.

Ayu melirik ke arah jendela, melihat beberapa bentuk awan begitu cerah. Daun pohon menampilkan warna hijaunya, serta beberapa burung berkeliaran di atas langit.

Udara hangat menyelimuti dirinya. Entah kenapa ia ingin keluar untuk sekedar bermain dengan anak-anak.

Ia yakin kalau sekarang anak-anak sedang bermain Engklek, atau sedang bermain permainan baru lain nya. Semenjak Ayu tinggal disini, hari nya terasa semakin hangat. Merasa hari-harinya lebih menyenangkan walau hanya memandangi para penduduk beraktifitas.

Atau hanya memandangi langit sambil meraih awan dengan tangan kosong.

"Mak.."

Denai hanya berdeham, masih membaluti luka Ayu.

"Semalam Arraf nggak pulang ya? Dia ke mana?"

Kemudian Denai menoleh ketika ia telah selesai membalut perban dan merapihkan perlatan medisnya.

"Arraf sedang melakukan masa hukumannya sayang. Lagi berendam di danau sejak semalam."

Ayu tercengang mendengar Arraf dihukum. "Kok dihukum, memangnya Arraf salah apa Mak?"

Denai menghela nafas sambil mengelus lengan kanan Ayu.

"Arraf dihukum karena telah memakai kekuatannya diluar batas. Kekuatan yang ia tunjukan untuk menghukum Ranum kemarin bisa membuat kita semua celaka."

Ayu menunduk dengan raut sedih, ia merasa bersalah. Karena dirinya juga Arraf dihukum. Ayu merutuki dirinya.

Denai menghibur Ayu, meyakinkan bahwa Ayu tidak bersalah. Ini memang murni kesalahan Arraf, ia dihukum supaya tidak menggunakan kekuatan nya sembarangan.

Ayu hanya diam dan mengangguk pelan. Denai tersenyum, lalu meminta Ayu untuk makan siang di ruang makan.

Denai beranjak meninggalkan Ayu didalam kamar. Ayu mendengus, memikirkan Arraf yang berendam di Danau dari semalam. Memikirkan keadaan suaminya; apakah ia kedinginan, atau kelaparan.

******

"Kau dari mana?"

Satuk tersentak sesaat, dengan cepat ia membalas pertanyaan Arraf.

"Habis dari Pondok sebentar."

Arraf hanya berdeham dan mengangguk. Ia mulai melilit kain di pinggang setelah mengeringkan tubuhnya.

Seolah dibaluti oleh lapisan Baja, tubuh Arraf sama sekali tidak terlihat mengkerut atau menggigil kedinginan setelah berendam di Danau selama lima belas jam.

Satuk sedikit tercengang, ia mengira-ngira seberapa besar kekuatan yang telah menghinggap ditubuh atletis itu.

Berkat kekuatan yang telah bersarang ditubuhnya, Arraf jarang terlihat sakit, ia pernah melihat Arraf tidak merasakan sakit dari berbagai pukulan, baku hantam atau hujaman senjata. Dan sekarang Satuk melihat tubuhnya segar bugar seolah baru beranjak dari tempat tidur.

Lentera Kanwi (Repost)Where stories live. Discover now