16. Mencari Ayu (1)

1.1K 76 0
                                    

Satuk

Tubuhku menegang, menghirup nafas secara perlahan dan dalam untuk mengalihkan rasa gugupku pada Arraf. Aku seolah sedang berhadapan dengan monster yang mengerikan. Aku tidak bisa mendeskripsikan sosok monster yang sesuai dengan pria yang dihadapanku ini, intinya wajah tampan itu menakutkan. Entah aku akan dimakan hidup-hidup olehnya, atau dibunuh dengan cara mengenaskan.

Aku sukses membuat Arraf menggeram sambil mengatupkan rahangnya setelah aku mengatakan untuk mengawasi Ayu. Tenangkan dirimu Satuk, lo harus bisa bersikap tenang seperti air, batinku.

Flashback On

Joe kembali menghampiri perbatasan, memang kami sudah memiliki jadwal untuk bertemu kembali setelah terakhir kami bertemu tempo lalu.

Joe datang bersama dua rekan lainnya, dua orang itu berpakaian yang sama dengan Joe dan aku belum pernah melihat atau mengenal mereka. Melihat logo atribut terpampang di saku jas mereka, aku hanya mengangguk menyambut kedatangan mereka. Dua orang itu berprofesi sama persis seperti ku; dua orang Investigator Ganda.

Kemudian pandanganku beralih ke arah Joe, melihat beberapa lipatan wajah sudah terbentuk di pelipisnya seperti bantal empuk. Fisik yang sudah menua memang tidak akan bisa menipu.

"Sepertinya fisik lo sudah tidak kuat untuk menempuh jarak berkilo meter lagi." Ujarku pelan sedikit sarkas. Semoga ia tidak tersingung dengan ucapanku.

Joe terkekeh. "Gue akui kalau umur gue memang semakin tua. Apa gue terlihat begitu menyedihkan?"

"On the topic," Sahutku tak menghiraukan pertanyaannya. "Keadaan Ayu baik-baik saja. Cukup bahagia."

Wajah berbantal empuk itu menambahkan lipatan di dahi sambil memanggut. "Benarkah? Syukurlah kalau begitu."

Aku kembali menjelaskan kondisi Ayu sampai saat ini. Termasuk menceritakan pertemuan kami terakhir saat bermain 'Catching Ball'. Untuk permasalahan tentang peristiwa saat itu, aku tidak akan menceritakannya seolah tidak pernah terjadi.

Kalian pasti tahu maksudku.

Joe hanya menyimak penjelasanku sambil mengangguk pelan. Namun mataku menangkap adanya alat perekam di saku celana yang Joe sembunyikan. Alat itu terlihat karena memancarkan kedipan bintik merah yang menyala disana.

Pasti Joe disuruh 'pria' itu. Batinku. Aku hanya mendengus dan menyeringai dalam hati.

"Bagaimana pekerjaan lo selama di Kota?" Tanya ku santai.

"Cukup baik."

Ucapan tersebut terdengar sedikit lirih, seperti menyimpan suatu masalah. Aku kembali tidak menghiraukan itu.

"Bagaimana keadaan Tuan Oniel Sendjaja? Apa beliau masih gagah sama seperti dulu?"

Pandangan Joe tepat di kedua mataku, terlihat dia berpikir akan arti dari maksud pertanyaanku.

"Beliau selalu baik. Dari dulu hingga sekarang beliau sehat sampai sekarang."

"Good.." Aku memanggut.

"Beliau sering bertanya bagaimanakah sosok suami Nona." Tambahnya.

Aku terdiam sesaat, menyusun ucapan didalam benakku yang akan aku lontarkan.

"Seperti yang gue bilang sebelumnya. Beliau selalu menjaga Nona dengan baik, seperti seekor Induk Bebek yang protect terhadap anak–anaknya."

Joe mendengus geli. "Syukurlah mereka baik–baik saja. Gue pikir apakah Nona mendapatkan seorang pria yang—"

Lentera Kanwi (Repost)Where stories live. Discover now