28. Ayu di Suku Kanwi

642 55 0
                                    

Ayu
Awan putih berbagai macam bentuk dan ukuran bergerak pelan mengikuti arus angin. Beberapa sorot sinar matahari yang menembus awan terpantul dengan indah. Terlihat beberapa burung yang terlihat kecil mengepakkan sayap mereka diatas langit berwarna biru, beriringan bersama terlihat seperti keluarga. Melihat itu membuatku tersenyum, rasa gelanyar lembut melingkupi dada.

Hembusan angin melewati setiap pori kulitku, hingga mampu membuat bulu kuduk ku bergerak mengikuti arus nan lembut. Aku terlentang diatas gundukan tanah yang dilapisi oleh rumput hijau, kedua mataku terus dimanjakan oleh pemandangan langit biru itu. Ragaku begitu menikmatinya, aku bisa merasakan aliran darah ku seolah mengalir dengan teratur. Detak jantung ku memompa sesuai ritme, serta deru napasku begitu tenang.

Posisiku saat ini sedang berada di atas bukit, di tengah bukit lebih tepatnya. Sebelumnya aku ikut bersama Arraf untuk berjaga di perbatasan bukit. Saat sampai di perbatasan, diam-diam aku menuju bukit yang terlihat indah di mataku. Bukit tersebut penuh dengan rumput hijau yang baru tumbuh, ada juga menghinggap beberapa bunga liar yang tumbuh namun terlihat cantik disini. Bahkan ada beberapa lebah dan kumbang yang menghinggap di bunga-bunga itu.

Tanpa berpikir panjang, aku merebahkan tubuhku disini. Menikmati pemandangan dengan cara seperti ini adalah hal yang jarang aku lakukan semasa hidupku. Selama tinggal di Suku Kanwi selalu membuatku tidak bisa berkata-kata, entah karena keindahan alam yang tersuguhkan disini, kekuatan aneh yang dimiliki penduduk Suku, serta keunikan lainnya yang tak bisa aku sebutin satu-satu. Terlalu banyak. Serius deh.

Dan sekarang aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupan disini. Diantaranya aku sudah mulai mengerti bahasa Suku meskipun belum fasih, lalu aku juga sedang belajar menguasai kekuatan yang aku punya. Apa kalian tahu kalau ternyata aku memiliki kekuatan semacam telepati; seperti saling bertukar informasi melalui pikiran dari jarak jauh. Kurang lebih seperti itu.

Aku sempat tidak sengaja membaca isi pikiran Mekar saat ia melihat ke arahku, aku pikir itu hanya firasatku saja. Saat aku iseng membalas isi pikiran Mekar melalui pikiranku pula, Mekar terkejut menatapku. Ia menerima dan mengetahui isi pesan ku padanya. Dan saat itu aku mencoba mengulanginya dengan mengajak berbicara pada Arraf, Satuk, Sagar serta yang lain dengan cara yang sama. Namun mereka menangkap isi pikiranku samar-samar, seperti sinyal yang terputus-putus kalau sedang menerima telepon.

Saat itu juga aku diminta untuk berendam diri selama beberapa jam di Danau Langsa. Sagar mengatakan kalau telepati ku masih gamang karena perasaan emosi yang aku punya belum stabil.

Karena itu Sagar dan Arraf terus mengajari ku tiada henti, mereka mengenal diriku memiliki emosi yang mudah naik turun. Kata mereka karena umurku masih muda, jadi mereka menganggap itu hal yang wajar. Namun tetap aku diminta untuk berendam agar dapat mengatur dan menempatkan emosiku dengan baik, karena Danau Langsa dikenal memiliki kekuatan besar dan alami yang dapat menetralisir emosi.

Aku jadi tahu kenapa Arraf selalu dihukum berendam di Danau selama sepuluh jam lebih oleh Sagar. Tapi setelah aku berendam beberapa jam disana, tubuhku langsung ambruk karena kedinginan. Ternyata tubuhku tidak seperti tubuh Arraf yang seolah terbuat dari baja, tahan dari segala apapun.

Hingga mereka tidak memintaku untuk berendam lagi, tapi setidaknya aku memiliki sedikit hasil dari berendam itu. Gelombang telepatiku mulai terbaca oleh mereka, meskipun aku masih harus berusaha untuk memantapkan kekuatan itu.

Dan ada beberapa hal lainnya yang juga aku pelajari saat ini. Aku takut-takut meminta Arraf untuk mengajariku menggunakan senjata tajam maupun senjata api. Entah kenapa aku tertarik ingin belajar menguasai senjata itu. Dan tak disangka Arraf langsung mengiyakan dan mengajariku dengan sekali permintaan tanpa harus memaksanya.

Lentera Kanwi (Repost)Where stories live. Discover now