43. Pupus Harapan

776 59 0
                                    

Perlahan aku membuka mataku, mataku memicing perih memandangi sebuah cahaya bersinar dibalik air biru yang mengelilingiku. Tubuhku mengapung, namun semakin lama tubuhku bergerak menurun hingga sorot cahaya itu berkurang dan meredup dari kedua mataku.

Aku hanya diam mematung membiarkan diriku tidak beranjak untuk berenang ke atas dasar, tidak melawan deru air yang terus membawaku ke dasar Bumi. Membiarkan air mengitari tubuhku dengan leluasanya, sedikit demi sedikit air mendesak masuk melalui hidung dan mulut.

Seperti yang aku pikirkan sebelumnya, aku sudah tidak ada niatan lagi untuk melanjutkan hidup. Tetapi hatiku cukup lega, semua kebenaran sudah menyeruak.

Kembali memikirkan hal-hal itu membuat kepalaku berdenyut nyeri lagi.

Aku tahu kalau kalian sudah bosan dengan semua fakta yang akan aku terangi ini, aku hanya ingin kalian mengingatnya kembali saja.

Aku bukanlah Anak dari Oniel Sendjaja, tetapi tak disangka-sangka bahwa aku adalah anak perempuan dari Gharin Sendjaja. Gharin Sendjaja yang selalu aku panggil Kakek mencintai Clara.

Lucu sekali.

Aku hadir atas kecelakaan yang dibuat oleh mereka, dan mereka ingin aku tidak ada dikehidupan mereka. Ternyata kehadiranku membebani mereka.

Oniel Sendjaja. Memikirkan pria itu yang sekarang menjadi seorang Kakak kandungku. Aku cuma bisa speechless. Jarak umur kami yang begitu jauh—kurang lebih dua puluh tujuh tahun—berhasil menarik garis bibirku sedikit terangkat. Jika bisa aku akan tersenyum ringis ketika angka dua puluh tujuh terngiang-ngiang di dalam kepalaku.

Ternyata aku memiliki kakak laki-laki yang cukup tua. Aneh pula kehidupanku ini.

Dan fakta terakhir. Arrafik Handers Pati. Seorang pria bermulti-talenta lahir dari keluarga Handers, keluarga terpandang dan dihormati oleh khalayak umum. Tidak ada yang tidak mengenal nama keluarga terpandang itu, nama yang begitu terkenal di Manca Negara. Memiliki perusahaan Handers Group Tower dan menjadi seorang CEO, semua orang pun akan membanggakan diri bila mereka dapat bergabung dan bekerja di perusahaan gengsi tersebut.

Melakukan tes dan wawancara saja, orang pun akan begitu merasa hebat dan takjub.

Namun hidupnya dramatis akibat kesalahanpahaman yang telah diatur sedemikian rupa oleh Papa ku sendiri. Arraf dibunuh oleh Papa karena permintaan kedua pamannya yang jahat demi merebut semua aset Arraf, dan juga menjadi pelampiasan Papa agar mengalihkan niatnya padaku. Sehingga Arraflah yang menjadi tumbalnya. Lalu papa memgalihkan bukti pembunuhan itu agar Oniellah si pembunuh Arraf.

Miris.

Kali ini aku sadar dan memaklumnya, bisa dibilang aku memang layak mendapatkan kehidupan pelik seperti ini. Bisa dibilang, ini semua adalah kesalahan ku. Setelah aku tahu semua kronologinya, ya.. aku tidak menyesal. Aku tidak menyesal atas rencana Tuhan atas skenario dan nasib hidupku ke Dunia ini.

Sepeliknya hidupku, aku masih bersyukur bertemu dengan orang-orang peduli dan menyayangiku.

Joe, yang selalu membantuku,

Bagas, selalu meluangkan waktunya untukku.

Gita, yang Over Protektif.

Mekar, si gadis periang dari Suku Kanwi.

Satuk, pria yang tulus.

Serta Arraf, seorang pria asing yang bersedia menikahiku kemudian kami saling mencintai. Namun pada akhirnya kami bercerai karena kesalahpahaman di masa lalu.

Mereka berhasil mewarnai hidupku yang terombang-ambing. Namun aku tekankan bahwa aku sama sekali tidak menyesal, justru aku sangat senang.

Sungguh aku senang dan aku tidak bohong. Semua hal-hal yang telah aku lalui selama ini aku terima dengan lapang dada. Dan aku bahagia.

Kembali lagi dengan Arraf.

Tidak ada kata yang pantas untuk pria itu. Aku cuma bisa bilang bahwa pria itu berhasil mengukir senyumku setiap hari. Dia berhasil mengobati diriku dari duri kehidupan. Sungguh aku mencintai pria itu, meski dia membenciku. Tapi tak apa, setidaknya aku masih bisa merasakan ketulusan cinta dari seseorang.

Walau hanya sesaat.

Ya Tuhan mataku semakin kabur dan perih, entah karena aku susah menangis didalam air atau karena efek air garam ini. Aku juga sudah terlalu banyak meminum air laut, membuat dadaku semakin sesak dan nyeri.

Kadar nafasku juga mulai menipis, semakin sulit bernafas. Aku mulai menggeliat seperti cacing kepanasan, tak lama sesak ini membelah diriku. Seolah aku terpisah dengan tubuhku sendiri.

Tiba-tiba kegelapan menggerogotiku, begitu kosong.

Apa aku sudah mati? Benarkah aku sudah mati?

Aku hanya ingin memastikan, tapi pandanganku tak menerawang. Tidak ada sinar cahaya yang menyita pandanganku, aku berusaha menggerakkan badanku tapi yang aku rasakan hanya rasa kebas yang berujung mati rasa.

Kenapa matipun aku juga harus mengalami kesulitan? Sesulit inikah hidupku hingga aku sudah mati ataupun belum aku tidak mengetahuinya?

Jika memang aku sudah mati, hatiku akan lega karena sudah memenuhi permintaan Gharin dan Clara agar aku lenyap dari Bumi. Harusnya aku mendapatkan sebuah apresiasi karena aku menuruti permintaan mereka. Pastinya mereka akan senang dan bahagia, bukan?

Aku akan meminta hadiah pada Tuhan.

Ya Tuhan aku melupakan sesuatu, anakku.

Anakku yang berada di perut rataku ini, entah kau seorang perempuan atau laki-laki. Kau adalah anak yang paling kuat dan tangguh yang pernah aku miliki sesaat. Aku sangat bangga padamu, Nak. Meski kamu belum lahir di dunia namun mama percaya kalau kau adalah anak yang hebat.

Sayang, maafkan mama yang belum bisa menjagamu. Mama tidak becus menjagamu. Kau pasti menyesal bersarang di dalam perutku ini. Aku juga yakin bila Tuhan akan menghukumku karena telah menyia-nyiakanmu.

Tolong maafkan mama, sayang. Mama tidak bermaksud untuk menyakitimu. Asal kau tahu, seharusnya kau tidak hadir di dalam perut mama. Mama bersyukur kau sempat hadir di dalam tubuhku, namun mama bukanlah wanita yang pantas untuk disebut ibu olehmu. Mama telah memisahkanmu dari Papamu tanpa ia ketahui kau ada di sini sebelumnya, mama cuma bisa menoreng luka untukmu karena ulah mama.

Bisakah kau memaafkan mamamu ini, Nak? Maafkan mama yang bodoh ini menyia-nyiakan kehadiranmu. Mama harap kamu akan tumbuh kembali bersama seorang Ayah dan Ibu lain yang menginginkan kehadiran mu di Dunia. Tanpa menyulutkan luka seperti mama lakukan ini.

Aku harap kau akan bahagia di kehidupan selanjutnya, sayang. Meski bukan aku lah Ibu yang mengandung dan membesarkanmu.

Mama mencintaimu, Nak.

Iya. Mama juga lupa meminta Maaf pada Papamu. Mama harap Papamu juga bisa memaafkan Mama. Mama juga sudah menoreng luka padanya, Mama pasrah diceraikan oleh Papamu.

Arraf, maafkanlah aku. Tolong maafkan aku yang gagal menjadi istri dan Ibu untuk anak kita. Aku harap kau akan memaafkanku, Arraf.

Dan titip salam maafku pada yang lain, Arraf. Oniel, maafkan aku juga.

Tolong maafkan aku. Semoga kita bertemu lagi.

Amore Lovana Tise En, Arraf.

Aku mencintaimu.

Lentera Kanwi (Repost)Where stories live. Discover now