47. Malaikat Kecil Hadir

1.5K 75 0
                                    

"Ya ampun kenapa mainannya diberantakin lagi? Sini Oma kelitikan ya."

Denai menyusup jemarinya bergelanyar di pinggang anak kecil berusia dua tahun. Cakra terkekeh geli setelah Denai mengelitikinya. Kemudian mereka berpelukan, Denai mengecup pipi gembul itu dengan gemas. Lalu ciumannya dibalas oleh anak itu membuat Denai terus gemas mengecup pipi kanan dan kiri berkali-kali.

Ayu tersenyum melihat anaknya sedang dimanja oleh Denai. Belum lama Ayu merapihkan mainan ke dalam kardus besar lalu dikeluarkan lagi oleh Cakra. Melihat itu Denai langsung mendekati Cakra.

Ayu masih memandangi anaknya tertawa riang dipelukan Denai di ruang tengah, sembari mereka bermain mobil-mobilan yang belum lama dibelikan Oniel. Untuk keponakan kesayangan, Oniel tak tanggung-tanggung menuruti semua permintaan Cakra. Hingga Ayu kewalahan mengurusi semua mainan Cakra yang telah melebihi 3 kardus besar khusus.

Tiga kardus mainan yang dibelikan Oniel sendiri.

Belum lagi mainan yang diberi oleh Sagar, Satuk, Bagas dan ayahnya sendiri. Tumpukan kardus tersimpan rapih di sebuah kamar khusus hanya untuk mainan Cakra saja. Mengingat itu Ayu menghembuskan nafas.

Usia Cakra sudah menginjak dua tahun, usia dimana Cakra sedang aktif-aktifnya. Langkah kakinya sudah kuat untuk berjalan, Cakra sudah mengerti diajak berbicara dan bahkan sudah dapat membalas walau kosa katanya masih belum jelas. Cakra juga sudah paham akan kesukaannya.

"Papa!"

Cakra bangkit lalu berlari menuju Arraf yang sudah berjongkok di depan pintu. Mereka berpelukan lalu Arraf mengecup kening Cakra.

"Papa, jadi ajak aku main di Hutan buat terbangin pesawat 'kan?"

Arraf tersenyum mendengar ajakan Cakra yang terdengar lucu. Tak kuasa Arraf mengangguk mantap dan dibalas sorakan senang Cakra. Arraf meminta Cakra menunggunya untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.

Sembari Cakra kembali dipelukan Denai dan bermain dengan mobilannya lagi, Arraf menghampiri isterinya di dapur. Sekilas memeluk Ayu dan mengecup pipinya. Ayu meminta Arraf segera mandi, dan langsung dipatuhi oleh Arraf.

******

Ayu mengitari Hutan secara seksama. Tak lama dia tersenyum melihat Cakra sedang digendong di leher Arraf. Mereka sibuk menerbangkan mainan pesawat yang telah dibelikan oleh Bagas. Mainan itu ber-remote control, jadi Cakra meminta Arraf untuk memainkan mainan itu di Hutan.

Arraf menggerakan remot itu untuk menerbangkan pesawat ke kiri dan ke kanan. Cakra merentangkan tangannya seolah ia ingin mengejar pesawat itu ke atas. Tak hentinya Cakra tertawa saat Arraf menggerakan remot agar mendekati posisi Cakra, lalu menjauhinya dan didekatkan lagi. Berulang-ulang hingga Cakra tertawa terpingkal-pingkal.

"Papa, Cakra, Ayo pulang!"

Mereka berdua menoleh, lalu Arraf membawa pesawat itu turun. Arraf gapai dan membawa mainan pesawat yang berukuran cukup besar kemudian berjalan menghampiri Ayu.

Tibalah mereka di Pondok, Arraf meletakkan mainan itu di kursi tamu kemudian menurunkan Cakra. Cakra berlari kecil menghampiri Sagar di ruang makan. Sagar sudah duduk di kursi kebesarannya, lalu menggendong Cakra agar duduk dipangkuannya. Kemudian Cakra bercengkrama pada Sagar tentang mainan pesawat itu. Sagar antusias mendengar celotehan cucu kesayangannya.

"Cakra biar aku yang suapin."

Belum Ayu memulai mengatakan pada Sagar, Sagar langsung menginterupsi agar Cakra tak berhenti bercerita padanya. Dengan sabar Sagar menyuapi Cakra meski mulut Cakra belum berhenti bercerita.

Sagar menikmati apa yang Cakra ceritakan padanya. Menanyakan beberapa pertanyaan dari penggalan cerita itu lalu mengajaknya bercanda hingga suasana ruangan dipenuhi gelak tawa.

Arraf tersenyum melihat anaknya begitu aktif dan ceriwis. Tapi Arraf senang suasana di Pondok semakin ramai akan hadirnya Cakra di tengah keluarga mereka.

******

"Besok kita berangkat jam berapa?"

Ayu menghampiri Arraf yang sedang duduk di kursi kerja nya, setelah Ayu menidurkan Cakra di kamar Cakra. Arraf berbicara pada Ayu tanpa berpaling dari tumpukan berkas mengenai grafik statistik pendapatan anggaran.

"Kita berangkat pagi aja dari sini. Aku sudah bilang Oniel kalau kita akan menginap di sana."

Jemari Ayu memijit bahu Arraf. Berusaha melemaskan otot Arraf yang kencang karena sibuknya menyelesaikan pekerjaan di Handers Group. Tak lama Arraf menarik tangan Ayu hingga terlihat Ayu seperti memeluk lehernya.

"Jangan dipijit. Nanti aku mintanya aneh-aneh."

Ayu mendengus seraya melepaskan pelukannya. "Aku niatnya mijit bahumu tau, kau keliatan capek. Nggak apa-apa 'kan?"

Arraf menarik lengan Ayu lagi, meminta Ayu duduk diatas pangkuannya. Ayu menurut, ia duduk disana dan mengalungkan tangannya di leher Arraf.

"Nggak apa-apa sayang. Kalau aku capek, aku hanya melihatmu dan Cakra saja itu sudah cukup."

Mereka berdua tersenyum. Ayu mengelus rahang Arraf yang sudah ditumbuhi rambut halus. Di mata Ayu, Arraf semakin tampan.

"Aku tahu aku memang tampan sayang."

Ayu mengernyit, lalu terkekeh.

"Sejak kapan kau jadi narsis gini?"

Arraf menatap langit sambil pura-pura berpikir. Ia berdeham panjang.

"Sepertinya dari lahir. Kau aja sampai nempel terus sama aku."

Ayu tak kuat untuk tidak tertawa. Arraf hanya tersenyum melihat Ayu menertawakannya. Wanita yang ia cintai terlihat semakin cantik, tubuhnya mulai terasa berat karena pola makan Ayu semakin membaik. Setelah Ayu siuman dari kejadian 3 tahun yang lalu, Arraf berjanji padanya dirinya dan Ayu untuk memulai kembali cerita mereka.

Termasuk memperhatikan pola makan Ayu agar ia tidak mengalami kekurangan gizi lagi. Mengingat dulu Ayu masih mengandung Cakra.

Melihat tubuh Ayu terlihat berisi Arraf begitu berterima kasih pada Denai dan Mekar. Mereka selalu membantu Arraf menjaga Ayu. Serta Sagar yang selalu memberikan asupan multivitamin alami. Seperti madu, buah-buahan yang langsung dipetik dari pohon, dan mendapati sayur-sayuran segar dan daging berprotein tinggi.

Ayu berjengit kaget saat Arraf menggendongnya lalu dibawa ke atas meja. Pandangan Arraf menggelap, meneliti wajah Ayu dengan lekat.

Arraf mengarahkan tangan Ayu di selangkangannya. Ayu sedikit tersentak saat ia meraba adik kecil Arraf sudah mengeras disana. Ayu tersenyum jahil.

"Ini mau diraba aja?" tanya Ayu dengan suara menggoda, seraya jemarinya mengelus disana dengan lembut. Arraf menggeleng pelan di ceruk leher Ayu. Ia menghirup aroma bunga Moringa, mengecup dan menghisapnya kuat. Ayu mendesah di telinga Arraf membuat Arraf menggendong Ayu lagi ke atas kasur.

Arraf merebahkan Ayu dan menguncinya.

"Aku menginginkanmu."

Ayu mengangguk tanda setuju. Arraf membuka semua pakaian Ayu dan pakaiannya sendiri. Lalu Arraf mencium semua wajah Ayu, turun ke leher hingga dada. Ayu mengeluh saat Arraf mulai menuntun adiknya memasuki ruang sempit itu. Sekali hentakan, Arraf dan Ayu mendesah nikmat.

Mereka bergelut mesra dibantu sinar rembulan malam yang indah.

Lentera Kanwi (Repost)Where stories live. Discover now