14. Ketakutan Arraf

1.3K 109 0
                                    


Gita memandangi langit mobil, mata bengkaknya menerawang ucapan Oniel yang terngiang di dalam kepala untuk mencari Melayu. Oniel menjanjikan bantuan berupa perlengkapan dan akomodasi, bahkan beberapa senjata bila dibutuhkan.

Gita merasa bahwa ia bagaikan seorang mata-mata ilegal yang diharuskan untuk mencari keberadan seorang anak pewaris tunggal yang telah diburu oleh mafia gelap. Pikiran tersebut membuat darahnya mengalir deras hingga mendidih di sekujur tubuhnya.

Bagas yang melihat Gita melamun menjentikkan jemarinya di depan wajah Gita persis, "Jangan melamun! Nanti kesambet."

Gita mencibirkan bibirnya. "Huu.. Ganggu aja!"

Gerutu Gita hanya dibalas dengan memajukan bibir bawah dari Bagas.

"Eh Gas,"

Bagas hanya berdeham singkat, tatapannya masih melihat keadaan jalan raya yang mereka lewati.

"Menurutmu, apa yang sebenarnya terjadi tentang orang tua Melayu? Kenapa argumen Gharin dengan Oniel berbeda? Kenapa Om Oniel tidak ikut dengan kita dan hanya memantau gerakan kita saat mencari Melayu? Padahal aku yakin, beliau juga ingin ikut mencari Melayu."

Bagas masih diam mendengar celotehan Gita, pandangannya masih fokus menatap kedepan sambil menyetir mobil sedannya.

"Apa berita Melayu meninggal dunia memang sengaja dibuat untuk menutupi identitas Melayu yang sebenarnya? Hingga terpaksa mereka membeberkan berita palsu ke awak media? Atau memang keluarga Sendjaja menginginkan Melayu meninggal dunia?" Gita menimpali dengan raut sedih.

"Jangan ngaco, Git!" Protes Bagas secara ketus sambil memutarkan stir mobil ke kanan.

"Mungkin beliau punya alasan kuat kenapa nggak ikut bantu kita mencari Melayu." Bagas mendengus, setelah pertemuannya dengan Oniel, Pria yang memakai anting disebelah telinganya mulai enggan menyebut nama Oniel. Tapi dirinya yakin, Oniel sedang menutupi sesuatu dari mereka.

Gita menurunkan pandangannya menatap dashboard mobil, "Alasan kuatnya seperti apa sehingga Gharin mengatakan Melayu meninggal dunia? Tapi dengan gamblangnya Oniel mengatakan pada kita kalau Melayu masih hidup dan membantu kita untuk mencari Melayu. Itu 'kan aneh Gas."

"Jangan berspekulasi aneh-aneh!" Bagas protes, "Lebih baik kita nggak perlu tahu tentang masalah mereka. Cukup mencari Melayu sesuai suruhan Om Oniel. Itu tujuan kita saat ini." Bagas memutar kemudinya. Pikirannya ikut menduga-duga.

Pernyataan Gharin dan Oniel memang bertolak belakang dan memenuhi pikirannya sampai saat ini. Tapi sekali lagi—ia mengingatkan dirinya dan Gita bahwa masalah dua pria itu bukanlah ranah mereka meski Bagas penasaran setengah mati.

Yang Bagas ketahui selama ini, Gharin selaku kakeknya Ayu terlihat begitu menyanyangi cucu perempuannya, selalu memperhatikannya dan bahkan Gharin tak segan-segan menghampiri Ayu saat bekerja di studio disaat Melayu pemotretan.

Berbeda dengan Oniel yang begitu dingin seperti es Kutub, bahkan Bagas hampir tidak pernah melihat Oniel menemui atau menghubungi Ayu sekalipun. Namun dari pemberitaan kemarin, Gharin mengatakan ke para media bahwa Ayu meninggal bunuh diri, sedangkan Oniel mantap mengucapkan Ayu masih hidup.

Praduga yang menyimpang memenuhi isi kepala Bagas saat ini, hal ini begitu janggal. Wajar bila Gita juga menemukan praduga aneh di dalam kepalanya.

Mereka telah tiba di halaman rumah Gita. Terlihat seorang pria paruh baya yang merupakan Ayah Gita berada di ambang pintu, menyambut kedatangan mereka.

"Lusa kita lanjut untuk merencanakan misi kita selanjutnya. Gunakan waktu untuk kamu beristirahat. Jangan lupa ijin minta restu sama bokapmu buat pergi beberapa hari!"

Lentera Kanwi (Repost)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora