Chapter 184 - Turut Berduka Cita

687 131 35
                                    

Chapter 184 - Turut Berduka Cita

(T/N: peringatan adegan kekerasan dan berdarah, juga trypophobia/fobia dengan lubang-lubang banyak)

----

Kaisar cepat terbiasa dengan keadaan sekitar. Dia memaksa dirinya tenang setelah mendengarkan keduanya dengan cepat menjelaskan apa yang telah terjadi.

Lagipula, situasinya lebih baik sekarang dengan adanya dua orang di sisinya, daripada sendirian di tengah-tengah serangan musuh tanpa henti.

Dia mengikut mereka dan menekan suaranya saat bertanya, "Berdasarkan Master Cui, bagaimana situasi sekarang?"

Jika pada orang lain, dia tidak akan membiarkan orang dengan status lebih rendah darinya menyuruh-nyuruh, tapi Kaisar tahu pasti bahwa pada saat ini, dia tidak punya kesempatan melarikan diri sendirian, dan di antara ketiga orag ini, walaupun Zhangsun memiliki ilmu bela diri yang jauh lebih baik, sosok yang paling dapat diandalkan tidak lain adalah Cui Buqu.

Tanpa mengubah sikap, Cui Buqu bertanya, "Apakah Yang Mulia ingat datang dari arah mana?"

Wajah Kaisar memerah karena berlari menyelamatkan diri baru saja. Bagaimana mungkin dia punya tenaga untuk ingat berlari dari mana?

"Biarkan aku berpikir."

Dia punya ingatan yang cukup baik. Dari meraba-raba patung batu yang sebelumnya, dia samar-samar membayangkan dari mana dia datang dari.

"Ikuti aku."

Demi menghindari menarik perhatian yang berada di dalam kegelapan, Zhangsun tidak menyalakan obor. Sebaliknya dia meletakkan tangan di pundak Kaisar.

Cui Buqu mengikuti di belakang Zhangsun.

Kaisar merasakan ukiran di atas permukaan batu. Dia masih ingat gambar yang baru saja dia rasakan.

Kelompok orang yang sedang menaiki kuda dan unta bepergian melewati lautan untuk menghormati Bodhisattva. Bodhisattva duduk di atas tahta lotus, memegang segel dharmamudrā di atas dudukan tinggi.

Kaisar menyentuh awan yang mirip keberuntungan itu, dan di atas awan itu adalah Bodhisattva in yang ada di dalam ingatannya.

Dia tahu dia berjalan ke arah yang benar, sehingga bergerak maju sedikit.

"Seharusnya ada seseorang di atas sana yang berpura-pura menjadi aku, tapi masih pingsan."

Zhangsun berkata, "Jangan pergi, Yang Mulia. Mari saya lihat dulu."

Dia menyerahkan Kaisar pada Cui Buqu lalu berjalan sendirian ke tempat dimana Kaisar tunjuk.

Tidak sangat jauh.

"Tidak ada siapapun disini, Yang Mulia."

Bagaimana itu mungkin?

Kaisar menolak percaya.

Karena mustahil orang itu bisa sadar secepat itu. Bahkan jika dia sudah sadar pun, dia tidak ada diam seperti ini.

Kaisar tidak bisa menahan diri maju beberapa langkah, ingin meyakinkan diri.

Saat dia melangkah, pundaknya lepas dari pegangan Cui Buqu.

"Yang Mulia, ada banyak terowongan di tempat ini. Lebih baik tidak bergerak dengan gegabah." Terdengar suara Cui Buqu dari belakang.

"Orang itu sangat mirip denganku, hanya dengan sedikit perbedaan yang sulit diamati. Jika bukan karena aku tahu siapa diriku sebenarnya, aku sendiri mungkin salah melihat. Jika dia kabur, maka akan muncul serangkaian masalah."

Kaisar berjongkok dan memeriksa di sekitar. Selain bebatuan kasar di atas tanah, tidak ada benda lain.

Alisnya berkerut dipenuhi kebingungan.

Unparalleled/TidakTertandingi (END + extra 1-4)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt