Chapter 41 - Cui Buqu Ingin Menendang Orang Itu Dari Kereta Kuda

2.9K 422 173
                                    

Pada waktu ini, cara pria saling menegur satu sama lain seperti 'pengkhianat, bagaimana bisa kau berkomplot di belakangku! Munafik!', tapi ada satu cara lain yang sering menggunakan jenis kelamin perempuan sebagai kiasan contohnya 'kau menangis seperti perempuan', dan seakan orang-orang tertawa karena orang lain membuat dirinya seperti gadis kecil. Sehingga dapat dilihat jika seorang pria diperlakukan seperti wanita, itu sama saja penghinaan.

Feng Xiao benci hal seperti ini. Ketika seseorang mencapai posisi seperti Cui Buqu atau dirinya, mereka tahu tentang dunia dan manusia, dan mereka tidak peduli apakah seseorang pria atau wanita. Bagi mereka, hanya ada dua jenis manusia; kawan atau lawan, dan orang berguna atau sia-sia.

Bagi orang yang tahu seberapa berharga diri mereka seperti Qin Miaoyu, karena inilah, dia diberi ampun dan dibiarkan hidup oleh Feng Xiao. Tapi Su Xing tidak memiliki hak ini. Cara Feng Xiao memperlakukan orang tidak pernah berdasarkan atas jenis kelamin.

Tapi sekarang, ada masalah kecil di hadapannya.

Apakah pakaian dan rambut lebih penting, atau harga dirinya sebagai pria lebih penting?

Pria sejati pastilah bersedia bertekuk lutut—hal yang sama saat dia tergantung di tebing malam itu dan memanggil Cui Buqu sebagai 'ayah'—jadi Feng Xiao tidak ragu memilih yang pertama.

Kelompok masih terdiri empat orang, hanya saja terjadi perubahan.

Agar terhindar dari melambat, selain empat orang, dua pengendara kereta, dan seorang pemandu ke Qiemo, mereka tidak membawa pelayan. Ini juga cocok dengan identitas palsu Cui Buqu sebagai Tuan Ye. Dia awalnya berasal dari keluarga pedagang kecil, jadi tidak pernah sangat kaya, jika dia membawa beberapa pelayan, kemudian, akan terlihat aneh.

Mereka meninggalkan kota Liugong dan menempuh perjalanan dengan tiga kereta kuda. Dengan pertimbangan kesehatan Cui Buqu, mereka pergi dengan kecepatan lambat namun tetap, menerjang badai pasir selama sepuluh hari dan hampir setengah bulan, mereka berhasil menembus hamparan pasir kuning tak terbatas dan melihat sudut kota di kejauhan.

"Didepan itu kota Qiemo?" Cui Buqu terbatuk dua kali dan membuka tirai kereta. Apa yang merasuk hidungnya adalah rasa panas tinggi.

Ini adalah panas pasir yang telah berada di bawah matahari kuat nan membara dalam waktu lama, lalu tersapu oleh angin kuat yang membawa hawa panas.

Dia tidak bisa menahan batuk.

Sesosok tangan terulur ke depan dan menutup tirai kembali.

"Tuanku, tubuhmu masih lemah, jadi jangan lihat keluar sehingga pasir menerpa wajahmu. Jika Tuan jatuh sakit lagi, istrimu akan khawatir."

Suara itu tidak terlalu cepat, nadanya sedikit dalam namun sangat lembut, membuat setiap orang yang mendengarnya ingin melihat rupa wajahnya.

Tapi tidak termasuk Cui Buqu.

Tidak hanya dia menolak menoleh dan melihat, dia bahkan tidak ingin mendengar suara itu. Batuknya semakin dan semakin keras.

"Aiya ~ lihatlah, istrimu, yaitu aku, hanya bicara dua kalimat, lalu kamu menjadi bersemangat! Saat kita memasuki kota nanti, mari cepat menemukan penginapan untuk istirahat, sehingga istrimu ini bisa memuaskan dahagamu."

Ketika suara itu melihat kondisi Cui Buqu, bukannya berhenti, tapi malah bicara lebih bersemangat.

Cui Buqu menoleh dengan perlahan, wajahnya tanpa ekspresi, "Apa maksud 'memuaskan dahagamu' itu?"

"Benar sekali, benar sekali, istrimu tahu perjalanan ini tidak nyaman untukmu, kenyataannya bahkan membosankan. Saat tiba di penginapan nanti, aku akan mengurusmu dengan sangat baik~!" Saat Cui Buqu menatap tajam wanita itu, dia menjadi malu, rona memerah nampak di wajahnya, "Tidak peduli apapun, istrimu ini masih seorang wanita, apakah kamu ingin dia bicara terang-terangan? Jika orang lain mendengar, mereka akan mengira aku adalah wanita jalang!"

Unparalleled/TidakTertandingi (END + extra 1-4)Where stories live. Discover now