RIONEL || DUA PULUH SATU

46.7K 2.2K 20
                                    

Utamakan Vote dan komennya, karena satu Vote dan komentar kalian sangat berarti.

Ikuti cerita ini sampai selesai yah.

Happy Reading

.
.
.
.

 
Saat Rion terbangun, dia menguap lebar. Merasakan badannya segar karena tidur yang cukup. Tanpa sadar, dia tersenyum. Mengucek mata beberapa kali lalu merentangkan tangannya yang terasa pegel.


Tapi, saat kesadarannya terkumpul sepenuhnya, dia terdiam beberapa saat. Mengedipkan mata beberapa kali dan menoleh ke sebelahnya. Karena tidak menemukan Elena di sana, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Tapi nihil, wanita itu tidak ada di sana.

Rion kembali terdiam merenungi apa yang dia perbuat semalam. Bagaimana dia bisa melakukan itu kepada perempuan yang dia benci. Kepada Elena yang bahkan menatapnya saja jarang. Interaksi mereka juga hampir 2 kali satu hari, membahas yang tidak penting lalu berdebat. Hanya itu, tapi Rion sudah berani bertindak? Pemuda itu berfikir, motifnya apa? Balas dendam atau mencari kepuasan?

Rion berdecak tak senang dan berjalan gontai ke kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan keras. Tapi detik berikutnya, pintu itu terbuka, lalu dia menoleh ke jam dinding di atas televisi.

"Jam 9?!!" syoknya keheranan. Spontan dia membulatkan matanya. Dia masuk kembali ke dalam kamar mandi dan melaksanakan mandinya. Dengan cepat hingga tak membutuhkan waktu lama, 15 menit kemudian dia keluar.

Bersiap-siap kembali untuk berangkat ke sekolah.

Jam kian berjalan dan kini sudah pukul 9 lewat tiga puluh tiga menit. Rion semakin mengebutkan motornya dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan yang lumayan tidak macet. Mungkin karena pelajar atau pekerja sudah berangkat lebih awal.

Rion menghela nafas panjang di balik helmnya. Lalu tertawa saat memikirkan dirinya yang berangkat saat pelajaran pertama di sekolah sudah berakhir. Dan mengumpat saat sadar Elena tidak membangunkannya. Ngomong-ngomong tentang Elena, apa perempuan itu tidur di kamarnya semalam? Pikiran Rion tiba-tiba ke sana.

Sesampainya di sekolah, Rion memasukkan motornya melewati gerbang yang terbuka. Memasukkan kembali ke parkiran, dan menatap sekitar. Tumben satpam di sana tidak ada, pikirnya. Dia buka helmnya perlahan lalu menyugar rambutnya ke belakang. Tersenyum senang karena masuk saat setengah jam pelajaran sudah selesai, namun tak mendapat hukuman. Seperti sekarang.

Tapi, saat Rion hendak turun dari motornya, guru BP yang menjaga gerbang tiba-tiba muncul, dari kantor guru dan bergegas menghampirinya.

"Rion!! Mau ke mana kamu? Kamu berniat bolos?!" Guru itu menyemprot dengan bentakan. Matanya membulat dan kedua tangan wanita BP itu bersedekap di pinggang.

Rion menggarut tengkuknya. Situasinya beda, tapi ucapan guru itu nampak lebih memudahkannya untuk masuk.

"Gak jadi bu," jawab Rion dan menggarut tengkuk. Berbohong dan seolah membenarkan ucapan guru tersebut.

"Tapi kamu berniat kabur, kan?" tegas guru itu bertanya.

Rion terkekeh dan mengangguk kaku. "Tapi benaran gak jadi bu. Saya akan kembali ke kelas. Janji!" Dia buat wajahnya dengan wajah serius dan tangan yang membentangkan dua jarinya. 'Peace' arti gaya tangannya, atau perdamaian.

Guru itu memggeleng tegas. Memejamkan matanya beberapa kali lalu menatap Rion dengan tajam. "Tapi karena kamu berniat bolos ..." Dia menjeda ucapannya. Memikirkan hukuman dengan gelagat wajahnya. "Kamu ibu hukum jalan jongkok mengelilingi lapangan. Se.ka.rang!" tekan guru itu.

RIONEL (Telah Terbit)Where stories live. Discover now