RIONEL || DUA PULUH DELAPAN

48.1K 2.5K 52
                                    

Vote, komen, dan follow. Kalau boleh Share juga oke!! Komennya 200 lebih boleh?

Komen tiap paragraf yah

Happy Reading
.
.
.

 

   
Hubungan Rion dan Elena selama satu minggu ini terlihat lebih baik. Ada perkembangan, kedekatan, dan hasil hubungan mereka. Setiap pagi, Rion akan menyapa, tersenyum, lalu ikut bergabung sarapan dengannya. Setelah itu mereka akan berangkat sekolah bersama.


Elena yang merasa kedekatan mereka begitu cepat, merasa senang tentunya. Ucapan Rion malam hari ketika malam anniversary mertuanya benar-benar dia lakukan.

Pagi tadi juga begitu, mereka berangkat bersama. Rion juga sempat memberi senyuman kepada Elena saat mereka berpisah.

Bahkan kedekatan mereka membuat beberapa siswa Antariksa bertanya-tanya.

Tapi, saat Elena izin ke guru untuk pergi ke toilet, ada satu pemandangan yang membuatnya sakit hati. Di balik tembok, belakang perpustakaan. Elena mundur beberapa langkah sebelum mematung dan terdiam.

Hatinya sakit sekali. Seperti ribuan jarum yang tiba-tiba menancap begitu saja. Dia perhatikan bagaimana Rion ... suaminya itu memegangi tengkuk Victoria, mencium bibirnya, ralat tapi saling melumat. Victoria juga tak tinggal diam, dia ikut mengalungkan tangannya pada leher Rion. Kedua manusia itu sangat menikmati kedekatan mereka, yang tidak ada perubahan atau tanda-tanda akan berakhir seperti hubungan Elena dan Rion yang kian semakin berkembang? Well, Elena tersenyum miris tapi berusaha tegar.

Masih saja manipulasi, semua tidak akan berlangsung lama. Seperti baru saja terbang, tapi tiba-tiba dijatuhkan sejatuh-jatuhnya.

Keterdiaman Elena di sana tiba-tiba terganggu saat Geza--kakak kelasnya itu, sekaligus osis, yang memegangi pundaknya.

"Woi!" Dia berucap mencoba membuat Elena terkejut. Elena menoleh dan sedikit membulatkan matanya. "Ngapain?" Geza bertanya sambil melirik sebentar Rion dan Victoria. Dia terlihat tidak terkejut melihat itu.

"Jangan di sini kayak orang bodoh." Geza kembali berucap dan menarik tangan Elena menjauh dari sana. Menariknya ke lapangan dan duduk di pinggir lapangan yang dihalangi bayangan tembok besar kelas. "Duduk aja," kata Geza sebelumnya.

Elena masih terdiam, dia menatap Geza dengan tanda tanya. Tapi, tak berniat membuka suara lebih dulu. Wanita itu, mengambil ikat rambut yang terlilit di tangannya dan mengikat rambutnya yang tergerai sedari tadi, mengikatnya rendah karena merasa panas. Dia keringatan.

"Ngapain tadi berdiri di sana?" tanya Geza memperhatikan apa yang Elena lakukan. "Sendirian lagi!"

"Emang kenapa?" Elena menoleh lalu balik bertanya, tidak berniat menjawab pertanyaan Geza.

"Ck! Seharusnya kalau lo lihat Rion dan Victoria kayak gitu, anggap angin lalu aja, gak usah lo tonton juga kali ... karena mereka udah biasa, dikasih tau sama guru juga gak bakal jera ... secara ortu si Rion kan pemilik sekolah, dia bisa apa aja. Mereka seenaknya di sekolah ini. Ciuman di mana aja, mereka bebas!" jelasnya.

Elena kembali terdiam, dia menunduk dan menatap ujung kakinya. Jika dia yang melaporkan kepada pemilik sekolah, bakal di tanggapin gak? Pikirnya. Secara mertunya adalah pemilik sekolah. Tapi, Elena tak seantagonis itu. Dia tak berniat melakukan itu.

"Btw, lo pucat banget, keringatan lagi, padahal gak panas-panas banget!" celetuk Geza dan memperhatikan wajah Elena dengan seksama. "Lo gak pa-pa kan?" Dia mendekatkan diri dan berjongkok di hadapan Elena. Tangannya lancang dan memegangi kening Elena. "Lo kayaknya demam. Ke UKS yuk! Gue anterin ... Gue temanin deh!"

RIONEL (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang