01. Senin Gila!

764 79 5
                                    

Hari senin adalah hari gila. Apalagi jika ada pelajaran matematika, rasanya ingin menyerahkan diri ke Rumah Sakit Jiwa saking tidak kuatnya menahan kegilaan pada diri.

Bu Neni-guru matematika- tengah menjelaskan materi di kelas 11 IPA 2. Hanya sebagian siswa dan siswi yang benar-benar mendengarkan materi yang tengah dijelaskan Bu Neni, sebagiannya lagi hanya berpura-pura dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Laura-salah satu siswi yang tidak mendengarkan materi yang tengah dijelaskan Bu Neni. Laura yang duduk di bangku belakang pojok justru mengantuk dan beberapa kali menguap. Menurut Laura pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling membosankan.

Angin sepoi-sepoi yang berhembus dari jendela di sampingnya menggoda Laura untuk memejamkan matanya. Laura semalam tidak tidur karena menemani bayi besarnya yang kembali berulah.

Suara riuh dari luar sontak membuat Laura langsung membuka matanya yang sudah terpejam. Di bawah sana, siswa-siswi kelas 11 IPA 1 tengah berolahraga di lapangan. Laura tersenyum, salah satu dari mereka adalah Laskar, cowok yang disebutnya sebagai bayi besarnya.

Laura melambaikan tangannya saat Laskar menoleh ke arahnya. Laskar pasti merasa sedang diperhatikan olehnya. Laura tersenyum malu-malu sembari melayangkan kiss bye kepada Laskar.

Respon Laskar cuek seperti biasa. Laskar bahkan memalingkan wajah seolah enggan melihatnya. Laura tersenyum kecut saat mendapat respon cuek dari Laskar untuk kesekian kalinya.

"Ngapain lo?" Nata-teman sebangku Laura bertanya dengan suara lirih agar tidak didengar Bu Neni.

Laura melirik ke arah lapangan sekilas lalu menatap Nata. "Biasa..."

Nata mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Sebagai teman sebangku, tentu saja Nata paham dengan alur hubungan antara Laura dan Laskar. "Sabar, nanti juga luluh kok."

Laura mengacungkan ibu jarinya ke arah Nata. Kesabaran Laura menghadapi sikap Laskar mungkin seluas samudra atau tidak ada batasnya. Laura sangat sabar menghadapi sikap Laskar yang selalu dingin dan cuek kepadanya.

Laura kembali melirik ke arah jendela. Mata Laura melotot begitu melihat Laskar dikelilingi para siswi tukang caper. Laura mengepalkan tangannya, ah ia paling tidak bisa melihat Laskar didekati gadis lain.

'Mereka lupa apa gimana?! Laskar itu punyanya Lora!' batin Laura kesal.

Laura mengangkat dan mengacungkan tangannya hingga membuat tatapan Bu Neni dan teman-teman sekelasnya tertuju ke arahnya. "Bu, maaf."

"Iya Laura kamu mau tanya apa?" Bu Neni mengira Laura akan bertanya materi yang sedang dijelaskannya.

Laura menggeleng. "Eum--bukan mau tanya, Bu. Saya mau izin ke toilet."

"Oh ya sudah, tapi jangan lama-lama!"

"Iya Bu, terima kasih." Setelah mendapat izin dari Bu Neni, Laura berjalan keluar dari kelasnya dengan langkah terburu-buru. Laura berbohong, ia bukan hendak ke toilet melainkan ke lapangan guna menghampiri Laskar.

Laura menuruni tangga dengan cepat. Saking cepatnya ia sampai hampir terjatuh jika tidak langsung berpegangan pada pinggiran tangga.

Laura berjalan menuju ke lapangan. Laskar kini duduk di tengah lapangan dengan posisi membelakanginya. Para siswi caper itu masih saja mengelilingi Laskar, tujuannya? Tentu saja untuk caper dengan Laskar.

"Sayang," Laura meletakkan dagunya di bahu Laskar tanpa permisi. Laura tersenyum guna menunjukkan kepada para siswi caper itu bahwa Laskar adalah kekasihnya, miliknya.

Laskar menoleh hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja dengan wajah Laura. Dari jarak sedekat ini Laskar bisa mencium wangi parfum yang digunakan Laura. Laskar suka wanginya, karena parfum yang digunakan Laura adalah parfum pemberiannya.

For Him (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang