02. Laskarnya Lora

496 69 3
                                    

Setelah mengantar Laura pulang, Laskar pulang ke rumahnya. Ah, ralat bukan rumahnya melainkan rumah Papanya.

Rumah besar bak mansion ini terlihat mewah bagi siapa saja yang melihatnya. Namun bagi Laskar rumah ini adalah bentuk perwujudan dari neraka dunia. Puluhan AC tersebar di berbagai titik di rumah ini, akan tetapi Laskar merasa tubuhnya panas seperti terbakar setiap kali menginjakkan kaki di rumah ini.

Tidak ada kedamaian dalam rumah ini. Yang ada hanya huru-hura drama yang dibuat oleh para penghuninya. Semua kilauan pernak-pernik di rumah ini hanya menjadi hiasan pemanis untuk menutupi semua kegilaan yang ada di rumah ini.

Menurut Laskar penghuni rumah ini tidak ada yang waras, termasuk dirinya sendiri. Semuanya gila, gila harta, gila kekuasaan, gila peraturan dan juga gila kehormatan.

Begitu masuk ke dalam, hal pertama yang dilihat ialah sebuah foto keluarga yang dipajang di tembok ruang tamu. Laskar ada di dalam foto itu, wajahnya terpampang namun tidak ada senyuman yang menghiasi bibirnya seperti anggota keluarganya yang lain.

Tunggu, keluarga? Ah, terkadang Laskar tidak sudi menyebut mereka sebagai keluarga. Mereka yang disebutnya ialah istri kedua Papanya beserta anak-anaknya.

"Tumben jam segini pulang, biasanya pulang malam!"

Ucapan bernada sindirian itu mengusik indra pendengaran Laskar. Laskar melirik si pemilik suara itu dengan ekor matanya yang tajam. Laskar melewati wanita itu begitu saja tanpa berniat menyahuti sindiran wanita itu.

"Anak Mama yang tampan ini udah pulang! Pasti capek ya? Ganti baju terus makan, Bibi udah masakin makanan kesukaan kamu!"

Sarah-Ibu tiri Laskar bangkit dari duduknya begitu melihat kedatangan Cakra-anak kandungnya. Sarah sengaja melebih-lebihkan nada suaranya agar Laskar merasa iri dengan Cakra.

Namun sayangnya usaha Sarah sia-sia. Laskar sama sekali tidak iri dengan Cakra. Laskar terus berjalan menaiki tangga dan menulikan telinganya agar tidak mendengar apapun yang diucapkan oleh Sarah. Selama ini Laskar tidak peduli dengan perbedaan perlakuan Sarah kepada dirinya dan Cakra.

"Ma, aku mau nemuin kak Laskar." Cakra menepis pelan tangan Sarah yang hendak memeluknya.

"Ya udah sana." Sarah mempersilahkan Cakra menemui Laskar.

Cakra berjalan cepat menaiki tangga guna mengejar Laskar. Cowok yang lebih muda 1 tahun dari Laskar itu hendak memberikan sesuatu kepada Laskar-kakak seayahnya.

"Kak Laskar!"

Laskar yang sudah berdiri di depan kamarnya menoleh begitu mendengar namanya dipanggil oleh Cakra. "Apa?"

Cakra berjalan menghampiri Laskar. Ketika sudah berhadapan dengan Laskar, Cakra mengambil sebuah tiket dari dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Laskar.

Cakra tersenyum, tiket tersebut ialah tiket pertandingan bola basket yang mana salah satu pemainnya menjadi idola Laskar. "Aku dapat tiket ini dari Pak Burhan. Tiket ini buat kak Laskar aja, aku tau kak Laskar pengen nonton pertandingan ini."

Laskar menerim tiket pemberian Cakra kemudian meremas-remasnya. "Lo pikir gue gak mampu beli tiket pertandingan ini?"

"Bukan gitu, kak. Ini tiket vip, ada reward-nya. Kak Laskar bisa ketemu langsung sama para pemainnya, bisa juga minta foto bareng sama tanda tangan mereka. Itu yang kak Laskar pengen kan?"

Laskar melempar tiket yang sudah diremas-remasnya tepat ke wajah Cakra. "Gue gak semiskin itu buat terima pemberian lo! Lo mendingan pergi dari hadapan gue sekarang, gue muak sama lo dan nyokap lo!"

Laskar memilih masuk ke dalam kamarnya lantaran Cakra tidak mengidahkan ucapannya untuk pergi dari hadapannya. Laskar menutup pintu kamarnya dengan cara membantingnya membuat Cakra terlonjak kaget.

For Him (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang