27. What a Pity Life

226 33 2
                                    

Tepat pukul 12 malam Laskar sampai di rumah Papanya. Laskar datang ke rumah Papanya ditemani Laura. Laskar tahu terdengar gila dirinya datang ke rumah Papanya larut malam seperti ini. Tapi Laskar tidak peduli karena ia tidak ingin menundanya lagi.

Malam ini juga Laskar akan menyelesaikan masalahnya dengan Papanya. Hanya menyelesaikan, bukan mengajak berdamai.

Ini pertama kalinya Laskar membawa Laura ke rumah Papanya. Laskar melihat gurat ketakutan di wajah Laura. Sepertinya Laura takut untuk masuk ke dalam dan bertemu dengan Papanya yang berhati iblis.

Laskar mengusap lembut tangan Laura yang melingkar di lengannya. "Kamu gak perlu takut. Gak akan ada yang berani nyakitin kamu selama ada aku di sisi kamu."

"Aku takut karna aku belum pernah ketemu sama Papa kamu secara langsung..." Laura mengeratkan rangkulannya di lengan Laskar. Laura bukan penakut, tapi entah mengapa bertemu dengan Papa Laskar membuatnya ketakutan. Belum bertemu saja Laura sudah berkeringat dingin.

"Gak papa, ada aku." Laskar tersenyum kecil guna membuktikan kepada Laura bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Kalian?!" Cakra yang baru saja membuka pintu terkejut saat melihat kehadiran Laskar dan Laura. Cakra mengucek-ngucek matanya, barangkali yang dilihatnya ialah hantu yang menyerupai wujud Laskar dan Laura.

Laskar mendengus. "Dih, kaget."

Laura tertawa. Ekspresi terkejut Cakra sangat lucu membuatnya tidak bisa menahan gelak tawanya. "Hai, Cakra!"

Cakra kini percaya yang berdiri di depannya benar Laskar dan Laura. Kaki mereka tampak dan menyentuh lantai. "Kalian ngapain ke sini? Eum--maksudnya kenapa kalian malem-malem ke sini?"

"Gak boleh gue ke sini?" Bukannya menyahuti pertanyaan Cakra, Laskar malah balik memberikan pertanyaan kepada adik seayahnya itu.

"Ya boleh, boleh banget. Tapi ini udah malem banget lho kak? Aku sampe kaget buka pintu tiba-tiba ada kak Laskar sama kak Laura di luar! Emang gak bisa besok aja?" ucap Cakra.

Terkadang Cakra tidak habis pikir dengan jalan pikiran Laskar. Masih ada waktu lain, tapi Laskar memilih datang larut malam begini. Ah, Laskar memang sulit untuk dipahaminya dan suka seenaknya sendiri.

"Gue maunya sekarang." jawab Laskar dengan entengnya.

Laskar beralih menatap Laura. "Sayang, kamu tunggu di sini aja ya? Biar aku aja yang masuk sendirian."

"Ah, iya terserah kamu." Laura mengangguk. Memang lebih baik ia menunggu di luar agar tidak bertemu dengan Papa Laskar secara langsung.

"Papa di ruang kerjanya, kak." Cakra sudah tahu kedatangan Laskar kemari pasti karena ingin bertemu dengan Papanya.

"Hm." Laskar berdeham singkat. "Lo temenin cewek gue di sini, gue cuma sebentar kok."

Cakra mengangguk. "Iya kak."

Sebelum masuk, Laskar menyempatkan diri untuk mengecup pelipis Laura tepat di depan Cakra. Laskar sengaja melakukannya untuk menunjukan kemesraannya dengan Laura kepada Cakra.

'Sejak kapan kak Laskar jadi so sweet sama kak Laura?' batin Cakra.

Laskar mulai memasuki rumah mewah Papanya. Di ruang tamu Laskar melihat ada foto keluarga, tapi bukan foto keluarga yang ada gambar dirinya. Foto tersebut sepertinya baru dan hanya ada gambar 4 orang yaitu Papanya, Sarah, Cakra dan juga Kayla.

'Gue emang udah gak dianggap lagi di rumah ini!' batin Laskar.

Laskar tersenyum miris saat menerima kenyataan bahwa dirinya sudah benar-benar tidak dianggap lagi rumah ini. Keputusannya untuk tinggal sendiri ternyata tidak salah karena mereka sudah tidak menganggapnya lagi di rumah ini.

For Him (End)Where stories live. Discover now