26. Trauma Laskar

256 35 40
                                    

Mengantri adalah hal yang cukup membosankan bagi banyak orang. Apalagi mengantri di rumah sakit, rasanya bosannya benar-benar tak terkira.

Laura sudah diperiksa oleh Dokter. Laura kini tengah mengantri obatnya di apotik yang ada di dalam rumah sakit. Laura tidak sendirian, ia ditemani Laskar.

Laura menyandarkan kepalanya di bahu Laskar. Terlalu lama mengantri membuat Laura mengantuk. "Aku ngantuk, yang."

"Ya udah tidur. Nanti aku bangunin kalo obatnya kamu udah ready."

Laura melingkarkan tangannya di lengan Laskar kemudian memejamkan matanya. Tidak ada kenyamanan yang didapat Laura selain bersandar di tubuh Laskar.

Untuk mengusir rasanya bosannya, Laskar bermain game di ponselnya. Di tengah permainannya, ponselnya tiba-tiba berdering. Ada panggilan masuk di ponselnya.

083842******

Is calling

Laskar mendengus. Meskipun tidak menyimpan nomor tersebut, akan tetapi Laskar tahu siapa seseorang yang menelfonnya. Dari foto profilnya sudah terlihat jelas siapa seseorang itu.

Laskar tidak berniat mengangkatnya. Laskar memilih untuk menolak panggilan dari seseorang itu.

"Pasien atas nama Laura Salsabila!"

Nama Laura dipanggil oleh salah satu apoteker itu artinya obatnya sudah siap.

Laskar memasukkan kembali ponselnya di saku jaketnya. Sebelum mengambil obat Laura, Laskar terlebih dahulu membangunkan kekasihnya itu. "Lor, bangun. Obat kamu udah ready."

"Oh iya..." Laura melepas rangkulannya di lengan Laskar. "Kamu aja yang ngambil obatnya ya?"

Laskar bangkit dari duduknya kemudian mengangguk. "Iya, kamu tunggu di sini aja."

Laskar berjalan menuju ke loket pengambilan obat. "Saya walinya pasien atas nama Laura Salsabila."

"Ini obatnya. Diminum sesuai aturan yang sudah tertulis di sini ya Mas?" ucap apoteker itu.

Laskar mengangguk paham. "Iya."

"Silahkan tanda tangan." Apoteker itu meminta Laskar untuk bertanda tangan di kertas resep obat Laura.

Laskar pun menandatanganinya. "Terima kasih, Bu."

Apoteker itu tersenyum ramah. "Sama-sama. Semoga lekas sembuh."

"Iya." balas Laskar.

Laskar berjalan menghampiri Laura. Laskar geleng-geleng kepala saat melihat Laura kembali tertidur dengan posisi duduk bersandar di sandaran kursi. "Si molor!"

"Bangun, Lor. Ayok pulang, mau tidur di sini terus hm?"

Laura membuka matanya begitu mendengar suara Laskar. Laura cengo lantaran masih mengantuk. "Kenapa?"

"Pulang, sayang." Laskar membantu Laura berdiri. Laskar berjalan sambil merangukul pinggang Laura.

Laskar dan Laura berjalan melewati ruang IGD. Laskar melihat ruang IGD tampak ramai, sepertinya banyak pasien baru di dalam sana.

"Permisi!"

"Jangan menghalangi jalan!"

Para petugas medis masuk dari pintu utama. Mereka membawa pasien dengan kondisi yang mengenaskan. Semua orang yang berlalu lalang di dekat ruang IDG berhenti melangkah guna memberi akses jalan untuk petugas medis membawa pasiennya itu, termasuk Laskar dan Laura.

Laskar buru-buru menutupi mata Laura menggunakan telapak tangannya. Laskar tidak ingin Laura melihat darah di sekujur tubuh pasien itu.

"Ada apa?" Tentu saja Laura bingung mengapa matanya tiba-tiba ditutup oleh Laskar.

For Him (End)Onde histórias criam vida. Descubra agora