10. Digerebek!

320 43 6
                                    

Untuk pertama kalinya setelah tiga tahun berpacaran, Laura akhirnya mengajak Laskar ke rusunnya. Sebelumnya Laura tidak pernah berani melakukannya. Tapi sekarang Laura mendapat keberanian untuk mengajak Laskar ke rusunnya.

Akhir-akhir ini Laskar banyak berubah. Bukan berubah menjadi wujud lain tapi sifatnya yang berubah. Laskar tidak secuek dulu, walaupun belum perhatian dan peduli sepenuhnya dengannya setidaknya sifat cuek dan dingin cowok itu sudah mulai berkurang.

Laura berpikir Laskar sudah mulai mencintainya. Laskar juga sudah mulai bergantung kepadanya, mungkin karena sekarang cowok itu sudah menerima kehadirannya.

Entah mengapa siang ini sepi sekali, tidak ada orang yang berlalu lalang. Momen sepi itu dimanfaatkan Laura untuk membawa masuk Laskar di rusunnya tanpa sepengetahuan tetangganya.

Laura memiliki kunci cadangan rusunnya, jadi ia tidak perlu repot-repot meminta kunci kepada Mamanya yang masih bekerja.

"Silahkan masuk, ayang."

Laura mempersilahkan Laskar untuk masuk ke dalam rusunnya. Begitu Laskar sudah masuk, Laura langsung menutup dan mengunci pintunya agar tidak ada tetangganya yang melihatnya membawa masuk cowok ke dalam rusunnya.

Laskar mengedarkan pandangannya ke setiap sudut dalam rusun Laura. Tempat tinggal Laura ternyata kecil dan sempit, sangat berbeda dengan tempat tinggalnya.

"Maaf ya, di sini sempit sama kotor. Ayang pasti gak nyaman." Laura meringis malu, ah Laskar pasti baru pertama kali masuk ke tempat kumuh seperti rusunnya ini.

Laskar mengangguk. "Gak papa."

"Kita di sini gak lama kok, abis makan mie kita pergi lagi."

"Terserah."

Belum ada 1 jam berada di rusun Laura, Laskar sudah kepanasan dan kegerahan. Keringat mulai menetes di tubuh Laskar. Tentu saja Laskar kepanasan karena di rusun Laura tidak ada AC-nya. Laskar tidak biasa berada di ruangan yang tidak berAC.

Laura menggelar tikar. Lantai rusunnya sedikit kotor, Laura takut Laskar tidak nyaman duduk di lantai jika tidak diberi alas tikar. "Maaf ya, di sini gak ada sofa empuk."

"Iya." Laskar langsung duduk di tikar yang sudah dipersiapkan Laura. Laskar mengipas-ngipaskan tubuhnya yang mulai basah terkena keringatnya.

Laura bergerak cepat mengambil kipas angin lalu ia letakkan di dekat Laskar. Laura tahu Laskar merasa kepanasan dan kegerahan berada di rusunnya yang tidak ada AC-nya.

Laura menyalakan kipas anginnya. Melihat Laskar masih dibanjiri keringat, Laura pun mengatur kipas anginnya ke kecepatan paling tinggi agar anginnya sekencang angin di pantai. "Ini anginnya udah paling pol, yang."

"Cukup, Lor."

"Oke, kalo kamu butuh apa-apa bilang aja ke aku! Aku mau bikinin kamu mie dulu."

Laskar mengangguk. "Iya."

Di rusun Laura hanya ada satu ruangan saja. Tidak ada ruang tamu apalagi ruang keluarga, dapurnya pun seadanya hanya kompor dengan satu tungku dan tabung gas di pojok ruangan ini.

Laskar memperhatikan Laura yang tengah mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat mie instan spesial yang dimintanya.

Laskar celingukan. Laskar mencari dimana toilet di ruangan ini. Sejak pertama kali masuk, Laskar belum melihat adanya toilet di ruangan ini. "Lor,"

"Iya, ayang?"

"Toiletnya mana?"

"Kalo mau mandi sama pipis di situ," Laura menunjuk sebuah tirai di sudut ruangan rusunnya, di balik tirai itulah ia mandi dan buang air kecil.

For Him (End)Where stories live. Discover now