Lima Puluh Empat

42 5 0
                                    

Happy Reading!


Di pagi yang cerah, ia menyiram terrarium pemberian dari orang yang ia sukai. Tanaman dalam wadah bening itu semakin hari bertambah subur. Gadis Naura itu tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada toples tersebut. "Tumbuh dengan baik ya, tanamanku."

Ia menghela napas saat kegiatannya telah selesai. Biasanya ia sudah pergi ke sekolah. Jingga berpikir akan kegiatan apa saja yang harus ia lakukan. Gadis itu menegakkan tubuhnya, netranya menyapu isi kamar. Benar, ia harus merapikan barang-barang di meja, lemari dan rak yang sedikit berantakan.

Gadis Naira itu melangkahkan kakinya menuju meja belajar, ia menata buku-buku pelajaran, menaruh pada tempat yang seharusnya. Beberapa saat kemudian, ketika ia mengangkat kamus Bahasa Jepang, sesuatu jatuh dari kamus tersebut. Dia mengernyit.

Diambil selembar kertas itu yang nyatanya adalah sebuah foto. Foto yang ia ambil diam-diam saat objeknya sedang memejamkan mata sambil mendengarkan musik dengan headset. Ia pandang sosok pada foto itu, memorinya kembali mengingat bahwa itu adalah foto yang sudah lama ia ambil dan diselipkan pada kamus. Bahkan, Jingga sendiri lupa akan keberadaan foto tersebut.

"Lho, ternyata ada di sini ..." gumamnya. Jingga kira foto itu hilang. Ia menatap wajah damai pada sosok dalam foto tersebut. "Nyatanya ... sampai sekarang gue nggak berani ungkapin perasaan gue ke lo, Senja."

Tersenyum getir, dielus kertas tersebut sebelum akhirnya ia simpan kembali dalam kamusnya. Setiap orang memiliki kisah cinta yang berbeda, dan Jingga memilih menyimpan kisah itu di tempat khusus untuk sang cinta pertama.

☼☼☼

Di sebuah food court lantai atas, mereka tengah menyantap rice bowl masing-masing. Tadinya mereka mencari sepatu untuk acara kelulusan beberapa hari lagi, namun karena lapar mereka mampir makan terlebih dahulu sebelum pulang. Sebenarnya yang mencari sepatu bukan mereka berdua, melainkan salah satu yaitu Raja. Pemuda Alkamaza itu bilang, sepatunya sudah kekecilan.

Sekarang masih pukul dua siang, mentang-mentang sudah tak masuk sekolah mereka jalan sepuasnya. Ah, tidak. Beberapa kali mereka juga belajar kelompok untuk mengerjakan tes SBMPTN bersama. Terkecuali Senja dan Lingga yang mana si Senja melanjutkan studinya ke luar negeri dan Lingga telah diterima SNMPTN. Namun, mereka masih tetap berkumpul, membantu belajar.

"Lan, kalau kita nggak lolos SBMPTN gimana?" tanya pemuda itu.

"Lo aja kali, gue mah lolos," balasnya penuh percaya diri dan membuat Raja ingin memaki.

Ia mendengus kecil. "Serius, njir."

Mendengar keseriusan pemuda di hadapannya, membuat Alan menatap Raja singkat. "Ya nggak masalah, bisa ikut Mandiri."

"Kalau nggak lulus juga?"

"Swasta, kalau ngejar negeri ya gap year. Lagian kenapa sih kayaknya takut banget. Perasaan dulu biasa aja." Ia mengernyitkan dahi sambil menyiapkan makanannya yang belum habis.

Pemuda Alkamaza itu menyuapkan nasinya dalam mulut, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang terlontar dari sahabatnya. Memang, saat itu ia tak ingin masuk jurusan yang ditentukan orang tuanya, namun ada rasa takut. Takut jika orang tuanya kecewa.

"Takut aja kalau misal nggak bisa ngerjain soal terus nggak lolos." Ia meraih cup es teh dan meminumnya dengan sedotan. "Nggak tahu aja gue nggak pengin lihat orang tua gue kecewa lagi."

"Selama ini kan lo udah usaha. Yang penting nyoba dulu, hasilnya gimana itu urusan nanti. Orang tua lo pasti ngerti."

Mendengar nasihat dari Alan membuat Raja berpikir dan melontarkan pertanyaan. "Emang lo nggak takut?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now