Satu

833 74 47
                                    

Happy Reading!

Pukul lima pagi. Bunyi ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, membuat siapapun merasa terganggu. Setelah beberapa menit tidak ada sahutan dari dalam, wanita separuh baya itu membuka pintu, yang ternyata tidak dikunci oleh sang pemilik kamar. Wanita itu melangkah, masuk ke dalam kamar putrinya. Ia menggelengkan kepala. Heran, selalu saja seperti ini. Kini, putrinya bukan anak-anak lagi. Tetapi, kelakuanya masih kekanak-kanakan, sampai bangun saja harus dibangunkan terlebih dahulu. Bahkan, wanita paruh baya itu sampai teriak-teriak jika putrinya tak kunjung bangun.

“Jingga … ”

“ … ”

“Jingga, bangun! Udah jam lima, kamu nggak salat subuh apa?”

Gadis itu masih tertidur pulas di atas kasur empuknya. Seolah tak peduli dengan apa yang diucapkan oleh ibunya. Gadis itu malah semakin mengeratkan selimut untuk mencari kenyamanan.

“Jingga, jam berapa ini! Bangun dong. Kamu udah besar harusnya bisa bangun sendiri!” Wanita separuh baya itu berkacak pinggang. Lalu, menyibak selimut yang membungkus tubuh putrinya secara paksa.

“Jingga ... bangun! Masyaallah. Salat subuh, mandi, sarapan terus berangkat sekolah, Jingga. Nanti kamu telat.” Wanita paruh baya itu memijit pelipisnya, sepertinya sudah terlihat frustasi dengan putrinya ini.

Gadis itu mengeliat, merasa terganggu. Padahal gadis itu baru merasakan kenyamanan.

“Bangun, Jingga. Ini hari pertama sekolah,” ttutur ibunya sekali lagi.

Gadis itu mengerjap, membuka matanya secara perlahan dan yang pertama ia lihat adalah ibunya yang menatap garang sambil berkacak pinggang.

“Iya, Bu. Ini Jingga bangun kok.” Gadis itu mengucek mata. Rasanya masih sangat berat untuk sekedar membuka mata apalagi untuk beranjak dari kasur empuknya. Seperti ada magnet yang melekat. Ia ingin tidur lima menit lagi.

“Kamu ini, dari tadi dibangunin nggak bangun juga. Mandi sekalian sana, terus salat subuh.”

“Iya,” ujarnya pasrah.

Ibu mendengus, ia tak tahu harus bagaimana lagi, ketika melihat kelakuan putrinya yang selalu seperti ini. Lantas, wanita itu pergi meninggalkan putrinya yang masih berusaha mengumpulkan nyawa.

Jingga telah siap untuk berangkat ke sekolah, setelah dengan berat hati dan sekuat tenaga ia mengumpulkan nyawa untuk bangun dari tidur nyenyaknya. Gadis itu menatap pantulan dirinya pada cermin, usai memoles wajah dengan bedak bayi, serta lip balm pada bibirnya agar tidak terlihat kering. Tak lupa ia memakai lotion dan menyemprotkan parfum pada tubuhnya. Oke, perfect. Penampilannya sudah rapi, ia tersenyum tipis. Ia gendong tas berwarna pastel itu pada punggungnya. Setelah itu, ia berjalan keluar menuruni tangga.

Gadis itu melangkah menuju meja makan, lantas, segera menyeruput segelas susu cokelat hangat yang telah disiapkan oleh ibunya. Jingga menengguk susu cokelat itu hingga tandas tak tersisa sedikit pun. Mencomot tisu yang tersedia di meja makan, ia mengusap bibirnya dengan lembut.

“Kamu ini kebiasaan, kalau minum duduk dulu. Jangan berdiri seperti itu,” ujar ibu yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa bekal untuk putrinya.

“Hehehe, ini kan cuma minum, Bu.” Gadis itu cengengesan. Sementara, ibunya hanya bisa menghela napas, ketika Jingga memperlihatkan senyum tanpa dosa.

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now