Dua Puluh Empat

152 15 1
                                    

Happy Reading!

Cause nothing can ever, ever replace you

Nothing can make me feel like you do, yeah

You know there's no one, I can relate you

I know we won't find a—

“Diam!”

Belum genap menyelesaikan potongan lirik lagu milik Justin Bieber yang berjudul Nothing Like Us, Jingga sudah memotong terlebih dahulu. Gadis itu mengganggu waktu santainya untuk genjreng gitar.

“Apa sih, anjir.” Pemuda itu meletakkan gitar di sampingnya. “Ganggu banget.”

Jingga mencebikkan bibirnya. “Lingga, ayo kita jalan. Gue bosen, mumpung Ayah sama Ibu masih di Semarang.”

“Mau kemana emang?” Pemuda itu melirik jam dinding. Oh, pukul delapan malam lebih lima belas menit ternyata. Kemudian, ia berpikir sebentar.

“Kemana aja. Sekali-kali gue pengin bebas.”

Apa sih yang tidak bakal Lingga lakukan untuk Jingga? Selama Lingga masih bisa mengabulkan, pemuda itu pasti akan berkata iya.

Rupanya, boleh juga. Setelah berpikir panjang, kedua orang tuanya juga masih sibuk di rumah sakit dan orang tua Jingga ada di Semarang, tak salah kalau malam ini keluar sebentar. Ya, sekedar mencari angin. “Ya udah. Siap-siap dulu. Lo pulang ambil jaket atau hoodie sana. Nanti gue tunggu depan rumah lo.”

Tuh, kan! Lingga pasti mengabulkan.

“Nggak usah. Gue kebal dingin. Lagian baju gue udah panjang,” jawabnya. Gadis itu menutup toples yang berisi tartila.

Ya benar, sih. Gadis itu sudah menggunakan pakaian lengan panjang. Tapi sama saja!

“Hadeh, malam-malam boncengan pakai motor terus kena angin bukannya romantis, yang ada malah berujung masuk angin!” omel pemuda itu dalam hati.

Lingga berdecak. Pemuda itu melongos dan bergegas meninggalkan gadis itu sendiri di ruang tamu. Menuju kamar, pemuda Ananta itu memakai hoodie cokelat. Kemudian, mencari satu hoodie lagi untuk sahabat tercintanya. Hoodie berwarna putih yang dibeli couplean dengan Jingga. Hoodie yang mereka beli ketika masih kelas sepuluh.

Pemuda itu tak perlu lama untuk siap-siap. Ia sudah rapi dan menghampiri Jingga yang menunduk bermain ponsel. Ia lemparkan hoodie putih itu pada si gadis.

“Lingga!”

“Udah, nggak usah berisik. Tinggal pakai,” ujarnya dan kemudian pemuda itu melangkahkan kakinya ke garasi, mengambil motornya.

Keliling Jakarta Selatan bersama Lingga pilihan yang tepat. Tidak apa-apa, meski hanya menaiki motor dan berakhir terkena asap kendaraan juga angin malam. It's bloody cold out here. No shit! Ah, tapi yang penting bersama Lingga. Sudah ada beberapa kantong jajanan dan dua cup minuman, kedua remaja itu memutuskan untuk singgah sebentar di Taman Barito.

“Kenapa ya, perasaan paling sering dialami sama manusia itu kalau nggak cinta, ya penyesalan terus kekecewaan.”

Di sela-sela mengunyah sempolan, salah satu jajanan yang di beli tadi, kalimat dari bibir Jingga menjadi pembuka diskusi mereka. Diskusi yang lebih ke random talk. Lantas, si tampan Ananta itu sudah menyenderkan kepalanya di bahu sempit Jingga. Si pemilik bahu membiarkannya, mungkin pemuda Ananta itu lelah. Salah Jingga juga, mengajak pergi di saat waktu istirahat.

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now