Lima Belas

193 20 3
                                    

Happy Reading!

"Pada tanggal lima juni tahun 1959, Soekarno mengadakan dekret yang isinya membubarkan konstituante, lalu bubarnya DPR atau MPRS serta berlakunya kembali UUD 1945, hak berlakunya UUD S 1950." Kamis pagi, disambut pelajaran Sejarah Indonesia oleh Bu Martini. Beliau menjelaskan mengenai Indonesia pada masa demokrasi terpimpin.

Demokrasi terpimpin terdiri empat parpol yang diantaranya adalah, PNI, Masyumi, PKI dan NU. Lantas, penyebab munculnya demokrasi terpimpin di Indonesia di antaranya yaitu; yang pertama, masing-masing mengutamakan kepentingan parpolnya. Kedua, parpol saling bersaing dan saling menjatuhkan. Ketiga, kabinet yang silih berganti. Keempat, konstituante gagal membuat UUD baru. Dan yang kelima, banyaknya parpol yang berbeda.
Saat itu, keadaan ekonomi di era demokrasi terpimpin terjadi infalsi tinggi di mana terjadi penurunan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Tak hanya terjadi inflasi, ekonomi juga mengalami defisit anggaran. Pada saat itu anggaran terserap pada politik mercusuar.

Jujur, kalau dilihat-lihat anak-anak 12 Bahasa hanya pura-pura mendengarkan. Tak ada raut antusias menyambut pelajaran Sejarah Indonesia. Meskipun masih pagi, rasa kantuk lebih mendominasi. Seperti Jingga yang setiap kamis pagi selalu mengantuk. Padahal setiap pelajaran pagi lainnya ia tak pernah mengantuk.

"Dalam menegakkan demokrasi teepimpin di Indonesia, Soekarno memiliki beberapa upaya politik seperti pembentukan Dewan Nasional pada 6 mei 1957. Presiden Soekarno mengumumkan dekret yang memuat tiga hal pokok. Dengan dekret tersebut, diharapkan tercipta suatu stabilitas politik." Suara beliau sangat cukup untuk didengar, tidak pelan dan tidak keras. "Selain itu, Presiden Soekarno juga menyelenggarakan keamanan dalam negeri, pembelaan Irian Barat dan mencukupi sandang pangan rakyat. Tak hanya itu, Soekarno juga membentuk lembaga baru yang disebut Front Nasional. Juga, melakukan regrouping kabinet berdasarkan ketetapan Presiden No 94 tahun 1962, tentang pengintegrasian lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan eksekutif."

Aura meletakkan buku sejarah yang seolah ia terlihat sedang membaca buku. Padahal hanya digunakan sebagai penghalang kalau dia ingin makan keripik bakso yang dibeli di kantin sebelum masuk. Netranya tetap fokus ke depan-memperhatikan penjelasan Bu Martini. Namun kedua tangannya berada di laci meja dan tidak bisa diam. Iya, ia menyobek bungkus keripik bakso pelan-pelan. Gadis itu menyejajarkan wajahnya pada penghalang tersebut. Ia mengambil satu persatu keripik bakso dan dimasukkan kedalam mulut. Ia mengunyah pelan.

Jingga yang mendengar bunyi kriuk-kriuk segera menoleh. Ia mengembuskan napas. Sahabatnya memang nekat untuk makan diam-diam. Jingga khawarir jika ketahuan, jelas-jelas mereka duduk di depan-depan meja guru persis.
"Ra, ketahuan Bu Martini tahu rasa lo," peringat Jingga pada sahabatnya. Dan sahabatnya malah melongos, terus makan.

Gadis itu sedikit menggeser tubuhnya, mendekat pada Jingga. Aura berbisik, "Sans, Bu Martini nggak lihatin. Gue bosen banget, daripada ngantuk mending makan." Ya, Bu Martini masih terus menjelaskan panjang lebar. Dan Jingga yakin kalau Bu Martini menyadari kalau muridnya tidak memperhatikan dengan baik.

"Aura." Itu suara Bu Martini. Aura langsung menegak dan menatap beliau harap-harap cemas. "Menurut kamu, apa upaya konfrontasi RI untuk menyelesaikan masalah Irian Barat?"

Nah, mampus! Serangan mendadak tanpa aba-aba. Aura jelas kelimpungan, terlihat dari gelagatnya.

"Apa, Beb?" gumam sahabatnya pelan. "Halaman berapa sih?"

Bu Marini menatap gadis itu. "Aura? Tolong jelaskan."

"Belum tahu, Bu." Ia menijat pelipisnya. Demi Tuhan, ia terus terang saja jika belum paham.

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now